nusabali

Budaya Bali dan Hindu Tidak Bisa Dipisahkan? Ini Penjelasannya

  • www.nusabali.com-budaya-bali-dan-hindu-tidak-bisa-dipisahkan-ini-penjelasannya

DENPASAR, NusaBali.com – Kebudayaan Bali disebut sangat kental dengan ajaran agama Hindu. Di mana budaya Bali itu dilakukan, di sana pulalah nilai agama Hindu itu disebarkan.

Keterikatan antara budaya Bali dengan agama Hindu ini dimulai ketika agama Weda ini memengaruhi cipta, karya, dan karsa penduduk Bali Dwipa berabad-abad silam.

Buah kebudayaan seperti seni tari dan seni musik dinilai sebagai bentuk inspirasi dari ritual para sulinggih Hindu di masa lalu.

Praktisi Sastra Jawa Kuno dan pegiat budaya Bali I Nengah Medra, 81, menuturkan bahwa setidaknya dua bentuk kesenian yakni tari dan musik berawal dari gerak-gerik sulinggih.

“Berabad-abad silam, di masa lalu, penduduk di pulau ini (Bali) belum semuanya mampu membaca dan menulis. Oleh karena itu, potensi yang mereka gunakan adalah daya ingat dan kemampuan meniru,” tutur Medra, dijumpai dalam sebuah acara di Denpasar baru-baru ini.

Dengan kemampuan meniru itu, orang-orang Bali menghayati agama Hindu dengan mencontoh gerak-gerik para sulinggih. Tindak-tanduk kaum brahmana ini diterjemahkan ke dalam bentuk kesenian.

Seni tari misalnya. Tari tradisional Bali dikenal memiliki pakem baik itu gerak kepala, mata, tangan, jari tangan, badan, dan kaki. Khususnya pada gerakan tangan dan jari tangan, gerakan anggota gerak atas ini dijelaskan oleh Medra meniru mudra para sulinggih.

Mudra merupakan gerakan tangan, telapak tangan, dan jari tangan membentuk rupa tertentu mengikuti aksara maupun lainnya dengan makna tersendiri. Gerakan mudra sulinggih ini diolah menjadi pakem-pakem gerakan tangan tari Bali.

Oleh karena itu, ketika para pragina menari secara tidak langsung sedang menjalankan Weda. Sedang memuja Tuhan melalui pengabdian kesenian.

Selain itu, dalam ajaran Siwaisme, Dewa Siwa disebut penari kosmis atau Siwa Nataraja. Melalui tarian itu, tercipta ritme dan keteraturan sehingga menghasilkan energi yang menciptakan alam semesta.

“Selain mudra, ada pula bajra sulinggih yang syahdu itu didengarkan oleh umat sehingga menciptakan seperangkat gamelan,” imbuh Dewan Penasihat Lembaga Pengembangan Dharmagita Provinsi Bali.

Suara bajra atau genta itu diresapi oleh umat Hindu Bali pada kala itu. Suara ritmis menciptakan gamelan yang dimainkan dengan cara dipukul dan menghasilkan suara serupa genta apabila satu nadanya dipukul berulang-ulang.

Lambat laun nada yang sederhana itu diapresiasi dan berkembang menjadi bermacam-macam jenis gamelan yang dikenal sekarang.

Begitu pula dengan mantra yang dilantunkan para sulinggih. Alunan nada yang menenangkan jiwa itu ditiru menjadi bentuk seni kakawin, kidung, dan lain-lain. Sebab, tidak semua orang boleh dan mampu mengucapkan mantra yang memancarkan energi seperti orang suci.

Selain ditiru dari lantunan mantra, seni kakawin khususnya mengambil alur kisah itihasa seperti Ramayana dan Mahabharata, juga dari purana.

“Inilah mengapa agama Hindu dengan seni itu sangat padu. Umat mengekspresikan gerak-gerik sulinggih itu ke dalam bentuk tari-tarian, gamelan, dan nyanyian kerohanian,” tandas purnabakti akademisi Fakultas Sastra (FIB) Universitas Udayana. *rat

Komentar