nusabali

Cukai Minuman Berpemanis Ditunda

  • www.nusabali.com-cukai-minuman-berpemanis-ditunda

JAKARTA, NusaBali
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mengungkapkan cukai minuman berpemanis kemungkinan baru akan diterapkan tahun depan.

"Kami lihat sampai semester II (2023), kami lihat dulu, lihat evaluasinya dulu. Kalau pun belum, tentunya mungkin kami bisa siapkan awal di 2024," katanya dalam rapat dengar pendapat dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Kompleks DPR RI, Jakarta, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Selasa (14/2).

Askolani menegaskan 2024 bisa menjadi opsi implementasi cukai minuman berpemanis karena penyusunan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEMPPKF) sudah mulai dilakukan pertengahan tahun ini. Pembahasan bakal berlangsung Mei 2023 dengan DPR.

"Sehingga kebijakan 2024 itu sudah diputuskan tahun ini juga dan mungkin lebih aktual melihat kondisi implementasi 2023 dan persiapan 2024," sambungnya.

Ia mengatakan pihaknya masih mempertimbangkan dua hal. Pertama, kondisi lebih detail industri tenaga kerja. Kedua, penyesuaian dengan turunan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mengenai mekanisme untuk pengusulan ekstensifikasi cukai.

Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Golongan Karya (Golkar) Mukhamad Misbakhun mencurigai ada pengusaha atau produsen yang melobi-lobi pemerintah untuk menunda kebijakan cukai produk plastik sekali pakai dan MBDK. Pasalnya persetujuan sudah diberikan sejak 2018, tetapi sampai sekarang belum dilaksanakan.

"Kita 2018 memberikan persetujuan. Kalau kita ngomong, ini kelompok lobi siapa sih dari minuman berpemanis dan produsen kemasan plastik yang melakukan lobi ke pemerintah sehingga menunda pelaksanaan ini?" kata Misbakhun, dikutip dari detikcom, Selasa (14/2).

Menanggapi itu, Askolani menegaskan tidak ada lobi-lobi yang membuat molornya kebijakan cukai plastik dan minuman berpemanis. Itu murni karena pemerintah mempertimbangkan seluruh aspek.

"Nggak ada (lobi-lobi dari industri). Ya itu mungkin pandangan dari Pak Misbakhun, tapi dari kita nggak ada, open saja. Kan pemerintah melihat secara menyeluruh, masukan industri juga kita dengar, masukan dari K/L didengar, kondisi masyarakat juga diperhatikan," kata Askolani kepada wartawan.

Padahal, sebelumnya pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPR sepakat untuk mengenakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2023.

Kebijakan tersebut membuat pemerintah menargetkan penerimaan negara dari cukai sebesar Rp245,4 triliun untuk tahun depan. Meski begitu, pemerintah tidak merinci secara khusus besaran target penerimaan cukai yang berasal dari MBDK tersebut.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan implementasi pengenaan cukai MBDK akan dilakukan sesuai dengan kondisi ekonomi pada 2023.

"Artinya DPR memberikan persetujuan untuk perluasan barang kena cukai, namun sama seperti kami memutuskan berbagai hal, kami akan melihat momentum pemulihan ekonomi terutama untuk rumah tangga," ungkapnya dalam RDP di DPR beberapa waktu lalu.

Bendahara negara itu mengaku pihaknya akan mencari titik keseimbangan dari rencana tersebut dan memilih instrumen kebijakan yang paling masuk akal. Ani, sapaan akrabnya, menambahkan pemerintah akan mempertimbangkan sisi kesehatan dan lingkungan. Menurutnya, minuman berpemanis memiliki dampak negatif terhadap kesehatan manusia. *

Komentar