nusabali

Demi Perkebunan Sawit dan Pertambangan, Jutaan Hektare Hutan di Indonesia Dibabat

  • www.nusabali.com-demi-perkebunan-sawit-dan-pertambangan-jutaan-hektare-hutan-di-indonesia-dibabat

DENPASAR, NusaBali.com – Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan pertambangan menjadi penyebab habisnya jutaan hektare hutan di Indonesia.

Berdasarkan data Geoportal KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) pada tahun 2011, luasan hutan Indonesia masih berada pada angka 92,798 Juta hektare, tetapi dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan, hingga pada tahun 2019 lalu hanya tersisa 88.672 juta hektare. 

“Sangat disayangkan hanya dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun, tutupan hutan kita terus berkurang, faktor penyebab utamanya adalah karena penebangan untuk perkebunan kelapa sawit dan pertambangan,” ungkap Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Nadia Hadad, dalam diskusi Caffetalk 3 Pesta UMKM, 'Apa Kabar Hutan Kita?' di Istana Taman Jepun, Denpasar, pada Sabtu (19/11/2022).

Lebih lanjut, Nadia memaparkan, khusus di Provinsi Bali, kini hanya menyisakan 16 persen hutan dari seluruh luas total Pulau Bali.

"Masalah berkuranganya area tutupan hutan khususnya hutan hujan memang menjadi perhatian global, sebab akibat berkurangnya area tutupan hutan berpengaruh pada kondisi bumi atau sering dikenal dengan perubahan iklim," terang Nadia.

Menurutnya dampak lanjutan dari perubahan iklim ini mengakibatkan sering terjadinya bencana seperti banjir, kekeringan, gagal panen dan tanah longsor.

"Dan perubahan iklim ini, akibat dari berkurangnya hutan di Indonesia dan dunia, bahkan menjadi pembicaraan khusus di forum G20 kemarin,” tambahnya.

Nadia menuturkan dengan menanam kembali hutan yang gundul bukanlah solusi ideal, jika melihat pada penyebabnya. 

Sebab menanam bukanlah solusi cepat menjawab masalah saat ini. Hal yang perlu dilakukan adalah menjaga kawasan hutan agar tidak beralih fungsi untuk berbagai kepentingan komersil, serta terus gencar mengkampanyekan menjaga sisa tutupan hutan yang kini masih tersisa.

“Yang paling penting adalah dorong pemerintah untuk lebih serius mengurusi hutan, dengan cara perbesar anggaran secara serius, tidak cuma pemodal besar saja yang diurusi, tapi perlu memberi akses bagi warga untuk ambil bagian,” ucap Nadia.

Pada kesempatan yang sama, peneliti dari HuMa, Erwin Dwi Kristianto, yang memfokuskan pada isu pembaharuan hukum berkaitan dengan tanah dan sumber daya alam lainnya, mengatakan hilangnya hutan dapat berpengaruh pada kehidupan warga sekitar hutan. 

Erwin mencontohkan di Bali misalnya. Setidaknya terdapat 159 tanaman hutan yang berkaitan dengan upacara atau aktivitas warga, jika hutan hilang maka dengan sendirinya akan berdampak pada 159 jenis tanaman ini. 

Demikian pula halnya di Kalimantan, alat musik tradisional Kalimantan terbuat dari kayu khusus yang tumbuh di hutan. Jika kayu tersebut hilang maka eksistensi kesenian lokal Kalimantan juga akan tergerus. 

“Saya tidak yakin 159 jenis tanaman yang berkaitan dengan upacara di Bali itu semuanya masih ada. Dawai Kalimantan juga terbuat dari adiu, cuma di hutan. Kalau hutan tidak ada lagi maka budaya akan hilang dan musisi tidak pakai dawai asli lagi,” pungkasnya.*aps

Komentar