nusabali

Koagulasi dan Plokulasi Budaya

  • www.nusabali.com-koagulasi-dan-plokulasi-budaya

Terkadang, perilaku buruk dapat menumpuk menjadi ‘limbah’, dan bila tidak dikelola akan menjadi masalah dalam kehidupan. Sampah budaya memerlukan koagulan, semacam bahan kimia untuk membantu proses pengendapan.

Konflik, ketidakpuasan, salah-pengertian, ketidak-adilan  warisan, kekerasan dan lainnya adalah contoh limbah perilaku. Untuk menangani hal tersebut diperlukan koagulan sebagai strategi mendestabilisasi partikel koloid budaya buruk. Koagulan akan mengikat perilaku buruk agar tidak berserakan menjadi masalah. Proses pengikatan tersebut dikenal sebagai proses plokulasi, meminjam sebutan dalam penanggulangan sampah!  

Partikel masalah adat, misalnya tentang ‘dresta’ perlu diaglomerasi agar menggumpal menjadi ketenangan, kedamaian, atau kesepahaman. Flokulasi atau penyatuan berbagai pikiran, perasaan maupun tindakan dapat dilakukan dengan ‘meramu secara pelan dan adil’ berbagai kehendak dan pendapat agar terikat dalam kesepahaman. Terdapat dua jenis koagulan, yaitu koagulan anorganik dan organik. Kekuasaan dapat diidentikan dengan agulan anorganik, bentuknya yuridis kadang kurang humanis, sehingga sering memicu kekesalan dan ketidakpuasan. 

Sebaliknya, permusyawaratan semakna dengan agulan organik, sifatnya demokratis namun sering alot untuk mencapai kemufakatan. Keduanya, memiliki efektivitas dan efisiensi dalam penyelesaian masalah adat! Pengendapan masalah adalah kemustahilan karena tidak mungkin menutupi asap!  Partikel masalah akan masuk ke paru-paru dan hal demikian amat berbahaya bagi kesehatan. Kemiskinan, pengangguran, kualitas SDA, keber-agamaan, toleransi, ketenangan dan lainnya perlu ditata-kelola menggunakan koagulan anorganik maupun organik melalui plokulasi  pranata sosial berbasis kearifan lokal.

Koagulasi masalah sosio-religius merupakan proses rumit. Di dalam budaya Bali, terdapat partikel  adat dan keyakinan beragam. Harapannya, kebijakan dan kebajikan agar tersebar dalam darah budaya Bali, sehingga memicu partikel koloidal untuk memulai proses pembentukan kesepahaman. Misalnya, penanganan sampah dapat dimulai dari budaya pemilahan sampah dari sumbernya. Pemilahan harus menjadi suatu kebiasaan di tengah masyarakat. Setelah hal itu menjadi suatu kebiasaan, maka akan lebih mudah untuk mengimplementasikan berbagai teknologi pengelolaan sampah berbasis pemilahan sampah. Inovasi teknologi di produk yang mengedepankan prinsip ramah lingkungan perlu terus dilakukan.  

Konflik sosial sering mengemuka sebagai pertentangan antarkrama di tanah Bali. Antar teman sebaya, konflik terjadi karena memperebutkan mainan dengan teman sebaya. Mungkin yang bisa dilakukan adalah tidak langsung terlibat. Tetapi, apabila sudah ada aksi fisik, seperti memukul segera menghentikan mereka dan tanyakan masalahnya. Atau, sarankan mereka untuk bermain bersama, memainkan mainan secara bergantian. Langkah ini membantu kemampuan anak untuk memecahkan masalah, dan mereka akan belajar untuk berbagi mainan daripada tidak bermain sama sekali.

Konflik lain, seperti konflik dengan tetangga tentang pembakaran dan pembuangan sampah. Untuk penyelesaiannya, maka perlu berkomunikasi dengan bahasa yang baik dan tepat. Sedapat mungkin juga berkompromi untuk menyelesaikan masalah yang terjadi antartetangga. Jika, cara ini tidak berhasil, maka ada baiknya meminta bantuan dari orang yang dituakan di lingkungan untuk menjadi mediator dalam konflik bertetangga. 

Konflik dalam suatu keluarga merupakan sesuatu yang wajar terjadi karena perbedaan pendapat atau pandangan antaranggota keluarga. Faktor dari dalam yang dapat menyebabkan konflik dalam keluarga, seperti selisih paham antara anggota keluarga, komunikasi yang buruk dalam keluarga, dan lain-lain. Solusinya, antara lain berdiskusi untuk berdamai, menyamakan visi, melihat sudut pandang yang berbeda, saling terbuka, menjadwalkan waktu berbincang bersama dari hati ke hati, menerjemahkan apa yang sebenarnya diinginkan, saat perdebatan lakukan dengan tidak terbawa emosi, atau sampaikan pesan yang tepat dengan pengumpulan informasi sebanyak mungkin. Semoga. 7  


Prof.Dewa Komang Tantra,MSc.Ph.D.
(Pemerhati Masalah Sosial dan Budaya)

Komentar