nusabali

Akademisi Unud Dorong Regulasi Penguatan Pendanaan Budaya Bali

  • www.nusabali.com-akademisi-unud-dorong-regulasi-penguatan-pendanaan-budaya-bali

DENPASAR, NusaBali.com - Akademisi Universitas Udayana (Unud), Prof Dr I Nyoman Suarka MHum, memberikan masukan soal pentingnya pelestarian budaya Bali. Menurutnya, perlu ada regulasi yang mengatur penguatan pemajuan kebudayaan, khususnya dalam bidang pendanaan penganggaran.

Masukan ini diutarakan Guru Besar Unud ini dalam pertemuan dengan Anggota DPD RI Gede Ngurah Ambara Putra di kantor DPD RI Perwakilan Bali, Senin (22/4/2024). Pertemuan tersebut merupakan serangkaian Kundapil (Kunjungan Daerah Pemilihan) yang dihadiri sejumlah tokoh dan pelaku budaya dari Yayasan Widya Sabha dan Lembaga Pengembangan Dharma Gita (LPDG) se-Bali.

Dalam pertemuan tersebut terungkap bahwa kendala utama dalam pelestarian budaya adalah pendanaan. Para pelaku budaya selama ini lebih banyak ‘ngayah’ tanpa dibayar dalam perannya menjalankan kegiatan budaya. Hal ini menunjukkan bahwa mustahil menjaga budaya hanya dengan mengandalkan sumber daya tanpa dukungan sumber dana yang memadai.

Suarka menjelaskan betapa pentingnya diupayakan adanya dana abadi sebagai belanja budaya. Dengan dana tersebut, penguatan dan pemajuan budaya bisa dilakukan secara maksimal.

"UUD 1945 menjamin pembangunan kebudayaan. Tapi kita masih banyak kendala terutama penganggaran. Harus punya komitmen kuat, bagaimana kita punya suatu regulasi bahwa anggaran kebudayaan itu seperti pendidikan (20%) dari APBN dan APBD. Kalau budaya ini seperti apa penganggarannya? Jadi harus ada regulasi wajib yang menganggarkan mungkin 5% APBN-APBD," ujarnya.

Senada dengan Suarka, Gede Ngurah Ambara Putra mengaku telah mengajukan proposal terkait revisi atau penyempurnaan terhadap Pasal 8 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali.

Menurutnya, kata ‘Dapat’  dalam alinea kedua yang berbunyi: “Pemerintah Pusat dapat memberikan dukungan pendanaan dalam rangka penguatan pemajuan kebudayaan, desa adat, dan subak melalui Pemerintah Daerah Provinsi Bali," perlu diubah menjadi ‘Wajib’.

Hal ini dilakukan karena adanya kebutuhan anggaran yang tidak mencukupi untuk pemajuan kebudayaan, desa adat, dan subak di Provinsi Bali.

Saat ini, dana yang dialokasikan untuk menjaga pelestarian budaya di setiap desa adat sebesar Rp 300 juta. Namun, jumlah tersebut dinilai kurang memadai mengingat kompleksitas pemajuan budaya serta peningkatan hak ekonomi bagi pelaku budaya di Bali.

Oleh karena itu, diperlukan langkah konkret agar dana yang cukup tersedia untuk tujuan tersebut. Salah satunya adalah mencegah proses marginalisasi atau keterpinggiran pelaku budaya akibat tingginya beban pelestarian budaya yang tidak dapat diikuti oleh meningkatnya pendapatan yang memadai.

Ngurah Ambara mengusulkan agar 2% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Bali yang mencapai Rp 274 triliun dialokasikan sebagai dana bagi hasil untuk memajukan budaya. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan sumber dana yang signifikan untuk mendukung kegiatan pemajuan kebudayaan, desa adat, dan subak di Bali.

Ngurah Ambara berharap revisi ini dapat meningkatkan dukungan pendanaan dari Pemerintah Pusat untuk pemajuan kebudayaan, desa adat, dan subak di Bali, serta menghasilkan dana yang lebih memadai untuk menjaga pelestarian budaya dan meningkatkan hak ekonomi bagi pelaku budaya di Bali. "Bali dapat semakin maju dan memperkuat identitas budaya yang kaya dan beragam," tegasnya.

Komentar