nusabali

Pitra Yadnya Hanya Boleh 8 Sawa/Hari

Cegah Kasus Covid-19 Klaster Upacara di Tunon

  • www.nusabali.com-pitra-yadnya-hanya-boleh-8-sawahari

Jumlah peserta upacara diberikan kartu ID. Hanya yang memakai ID yang diperbolehkan masuk ke areal setra.

SINGARAJA, NusaBali

Desa Adat Buleleng membatasi jumlah krama yang akan menggelar upacara Pangabenan maupun Makingsan Ring Gni di Petunon Desa Adat, atau kuburan setempat. Pembatasan itu pasca Pairsada Hindu Dharma (PHDI) dan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali menerbitkan Surat Edaran (SE) bersama.

SE tersebut tentang pembatasan kegiatan upacara agama pada masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Jumlah sawa yang akan diupacarai di Petunon/Setra (kuburan) Desa Adat Buleleng, maksimal 8 orang.

Sebagaimana diketahui, Petunon Desa Adat Buleleng sejak awal tahun 2020, menerima upacara Pengabenan maupun Makingsan Ring Gni jenazah Covid-19. Di Setra Petunon seluas 1 hektare ini terdapat 10 tungku tempat pembakaran jenazah, dibagi menjadi tiga titik.Ketua Satgas Gotong Royong Desa Adat Buleleng I Ketut Wiratmaja mengatakan pembatasan tersebut untuk menghindari kerumunan pada masa pandemi. Selain pembatasan jumlah sawa (roh) yang akan diupacarai, juga dilakukan pembatasan pada peserta upacara. Keluarga penyelenggara yadnya (upacara) yang diizinkan mengikuti rangkaian upacara hanya 10 orang. “Kalau mengacu pada SE bersama PHDI dan MDA Provinsi Bali, kapasitas yang diizinkan maksimal 15 orang. Kami di petunon maksimal 10 orang. Karena tidak hanya satu sawa yang memanfaatkan petunon,” jelas Wiratmaja. , Jumat (20/8)

Pengawasan prokes dan kerumunan pun dilakukan secara ketat. Jumlah peserta upacara diberikan kartu ID. Hanya yang memakai ID yang diperbolehkan masuk ke areal setra. Selain juga prokes 3M juga dipantau ketat. “Memang kami fokuskan pengawasan di petunon, karena dalam satu hari yang memanfaatkan selalu lebih dari dua sawa,” imbuh dia.

Sedangkan untuk upacara yang bersifat dapat ditunda,  sebut Wiratmaja, sejauh ini sudah tertib dilakukan di wawidangan (wilayah) Desa Adat Buleleng yang mewilayahi 14 banjar adat. Seperti upacara Pawiwahan dan Piodalan di sanggah merajan sudah dilakukan sesuai protap. Masing-masing banjar adat, jelas Wiratmaja,  bertanggungjawab langsung mengawasi wewidangan dan kegiatan keagamaan di wilayahnya. “Kami rasa kalau pawiwahan di wawidangan desa adat kami, krama sudah sangat tertib. Bahkan selama PPKM ini sejumlah krama yang sudah memegang suket memutuskan menunda upacara mereka,” ucap dia.

Dia juga menyebut, tak hanya dalam hal pangebenan, upacara wali atau piodalan di sanggah dadia, sudah berjalan sesuai protap. Pelaksanaan piodalan hanya dilakukan oleh prajuru atau pengurus dadya. Selebihnya krama pangempon yang kedatangannya diatur dengan jadwal sehingga tidak menimbulkan kerumunan. Dia pun menyakini Satgas Gotong Royong Desa Adat Buleleng efektif untuk mengawasi pembatasan upacara keagamaan yang dapat menambah kasus penularan Covid-19 dari klaster upacara. Kondisi ini masif terjadi pada banyak tempat di Bali.

Sementara itu, Bendesa Madya MDA (Majelis Desa Adat) Kabupaten Buleleng Dewa Putu Budarsa,   mengaku sesuai SE bersama PHDI – MDA Provinsi Bali itu, dirinya sudah mengirimkan surat edaran ke seluruh desa adat di Buleleng. Dalam surat itu MDA menegaskan SE PHDI dan MDA Provinsi Bali untuk membatasi pelaksanaan upacara agama yang dapat ditunda.

Dewa Budarsa mengaskan kembali kepada prajuru desa adat untuk mengaktifkan kembali Satgas Gotong Royong Penanggulangan Covid-19. Sehingga pengawasan pelaksanaan upacara Panca Yadnya, dapat diawasi lebih ketat di masing-masing desa adat. Dia juga meminta kepada masing-masing desa adat untuk mempertanggungjawabkan kramanya masing-masing. Termasuk upaya menekan pelanggaran dan krama memengkung yang tetap menggelar upacara tak sesuai protap. Jika ada krama yang tak mematuhi aturan pembatasan pelaksanaan upacara, akan diserahkan kepada Satgas Penanganan Covid-19 Kabupaten Buleleng. “Kalau terkait sanksi, kami di MDA tidak menentukan. Karena kalau hukum adat, pengenaan sanksi harus ada perarem. Kemungkinan untuk sanksi pelanggaran diarahkan ke hukum positif,” tutup dia. *k23

Komentar