nusabali

Putar Ekonomi Bali, Pemerintah Diminta Genjot Belanja Negara

Buka Pariwisata Dianggap Mubazir

  • www.nusabali.com-putar-ekonomi-bali-pemerintah-diminta-genjot-belanja-negara

DENPASAR, NusaBali
Kalangan akademisi dorong pemerintah genjot pencairan anggaran belanja negara, untuk memutar perekonomian masyarakat Bali yang anjlok akibat pandemi Covid-19.

Sedangkan ide membuka pariwisata Bali untuk turis mancanegara, sebaiknya dipertimbangkan lagi demi kesehatan masyarakat. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Undiknas Denpasar, Prof Dr Ida Bagus Raka Suardana SE MM alias Gus Raka, mengatakan ekonomi Bali memang bergantung dari sektor pariwisata. Tapi, untuk membuka pariwisata Bali bagi wisatawan asing dengan tujuan menggeliatkan perekonomian, perlu banyak pertimbangan.

"Kan pemerintah pusat selama ini lebih mementingkan kesehatan daripada ekonomi. Termasuk Bali kan juga dorong lebih mementingkan kesehatan. Nah, sekarang tarik ulur, tarik ulur open border. Kalapun open border, maka protokol kesehatan harus ketat,” jelas Gus Raka kepada NusaBali di Denpasar, Minggu (27/6).

“Namun, siapa yang mau datang ke Bali? Ini pertanyaaan besarnya. Karena negara-negara pemasok turis untuk Bali saat ini masih lockdown. Pelarangan warganya ke Indonesia, masih diberlakukan," lanjut Gus Raka seraya mengingatkan kebijakan buka pariwisata untuk turis mancanegara saat ini juga mubazir.

Gus Raka mengaku sangat memahami keinginan kalangan pariwisata yang terus mendorong terus agar pariwisata Bali dibuka dan dibuka. "Problem utamanya, ya kesehatan. Turis asing kalau datang di Jakarta, mereka wajib karantina. Mereka tidak leluasa," katanya.

Bagi wisatawan asing yang mau ke Bali, kata Gus Raka, mereka akan berpikir berulangkali. Masalahnya, mereka tidak bisa ke mana-mana alias tidak enjoy menikmati liburannya. "Paling hanya bisa stay di desa wisata dengan udara terbuka. Jadi, bagus dan boleh saja buka pariwisata Bali, tapi problemnya di luar negeri itu masih lockdown," tandas Profesor pertama non PNS di lingkungan Kopertis Wilayah VIII ini.

Lantas, bagaimana mengatasi ekonomi masyarakat Bali? Menurut Gus Raka, ada beberapa solusi. Salah satunya, pemerintah pusat dan daerah mencairkan belanja negara. "Dalam ekonomi itu ada istilah mendorong pertumbuhan ekonomi dengan belanja negara. Ya, belanja negara ini yang harus digenjot," tegas akademisi yang menempuh pendidikan S2 Agribisnis di IPB Bogor, Jawa Barat ini.

Kemudian, lanjut Gus Raka, pemerintah juga bisa gulirkan insentif pajak dan kebijakan menurunkan suku bunga. Proyek-proyek pemerintah harus dijalankan, dengan cairnya anggaran negara. "Misalnya, Proyek Pusat Kebudayaan, pencairan dana hibah/bansos. Itu itu menggerakkan ekonomi Bali," terang Gus Raka.  

Berikutnya, kata Gus  Raka, kepedulian masyarakat Bali yang masuk kategori orang-orang berduit, agar membelanjakan tabungannya. "Jangan ikut ngerem belanja. Tolong, berbelanjalah sekarang, entah itu kepada tetangga sebelah, ekonomi kerakyatan-lah. Kalau tidak begitu, perputaran uang nggak ada," papar akademisi kelahiran Mataram, NTB, 1 Februari 1964 ini.

Gus Raka menjelaskan, fenomena orang kaya yang ‘mengerem belanja’ karena kawatir pandemi Covid-19 akan berlangsung lama, tidaklah tepat. Disebutkan, mereka yang punya uang harus berprinsip ‘mesti ada yang bisa dikerjakan’.

Bukan hanya itu, Gus Raka juga mendorong anak-anak muda yang sudah tidak bekerja di pariwisata, bisa beralih ke usaha-usaha kecil kuliner yang modalnya kecil. "Kalau mau bertani ke kampung, lahan pertaniannya sudah terbatas. Jadi, kreatif dikit dalam usaha ekonomi," katanya.

Sementara itu, Dekan Fakultas Pariwisata Uunud, Dr Drs Nyoman Sunarta MSi, mengatakan tarik ulur wacana membuka pariwisata Bali untuk turis mancanegara harus dikaji secara rasional. Pasalnya, saat ini sejumlah negara melarang warganya bepergian ke Indonesia. "Kalaupun pariwisata dibuka, apa ada yang akan datang ke Bali?" tanya Nyoman Sunarta saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah di Denpasar, Minggu kemarin.

Sunarta menyebutkan, selama ini pemerintah telanjur sering memberikan PHP (pemberian harapan palsu) soal membuka pariwisata Bali untuk turis asing. "Parahnya, statemen bernada PHP ini terjadi ketika kawan-kawan pelaku pariwisata sedang mencapai titik nadir kelesuan ekonomi. Jadi dilematis sekarang,” tandas Sunarta.

Menurut Sunarta, harus dipertimbangkan betul plus minus membupa pariwisata Bali untuk turis asing. "Kalau bagi saya, dibuka ataupun tidak, risikonya Bali juga rawan kasus Covid-19, karena tamu domestik tetap bisa datang. Sebelum angka positif Covid-19 naik tajam, ya sebaiknya ditunda dulu buka pariwisata. Kecuali memang berani ambil risiko," warning akademisi asal Desa Delod Pekan, Kecamatan Tabanan ini.

Sunarta menyebutkan, kalau tidak dibuka, masyarakat pariwisata pasti mengaku rugi. Ibarat buah simalakama, tidak dimakan ibu mati, dimakan bapak mati. "Memang kita harus berpihak kepada kepentingan ekonomi masyarakat. Tapi, dari sisi kesehatan juga harus diperhatikan. Sekarang hotel-hotel mengatakan siap buka. Apakah siap dengan risiko? Kalau mau buka, apakah tidak mubazir?" tanya Sunarta. *nat

Komentar