nusabali

Buku Bagi Generasi Z

  • www.nusabali.com-buku-bagi-generasi-z

Masih ingat tidak kalimat indah yang kerap tertulis di dinding perpustakaan? Kalimat yang mengungkapkan bahwa “Buku adalah jendela dunia?”.

Alumni Pascasarjana ITB dan pegiat sosial

Mungkin tak banyak yang memahami kalimat itu di masa sekarang, tapi saat saya berada di bangku sekolah, kalimat itu jelas melekat dalam ingatan. Bukan hanya karena menempel di dinding perpustakaan tapi karena setiap pelajaran, guru kerap menggunakannya di akhir kelas sebagai sapaan penutupnya. Tiba-tiba saja kalimat itu kembali terlintas, bahkan dalam pikiran kembali bertanya, masihkah buku menjadi jendela dunia bagi anak-anak di masa generasi Z saat ini?

Tokoh besar Indonesia, Mohammad Hatta mengatakan bahwa “aku rela di penjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas”. Kalimat tersebut menjadi cambuk bagi kita generasi setelahnya. Setiap tahunnya, kita memperingati dua hari besar terkait buku. Yang pertama ialah hari buku internasional yang diperingati setiap tanggal 23 April yang dimulai sejak tahun 1995. Hari buku sedunia ini diinisiasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui UNESCO. Tujuannya ialah mempromosikan kegemaran membaca serta penerbitan hak cipta pada masyarakat di seluruh dunia. Tak jauh berbeda yang kedua ialah hari buku nasional yang diperingati setiap tanggal 17 Mei sejak 1980 silam. Hari buku nasional ini disahkan oleh Bapak Abdul Malik selaku Menteri Pendidikan RI pada masa itu bertepatan dengan momentum peresmian Perpustakaan Nasional. Tujuan dari peringatan ini ialah menjadi pengingat bagi masyarakat Indonesia untuk selalu meningkatkan kecintaan mereka terhadap membaca. 

Menurut studi “Most Littered Nation In the World” yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada tahun 2016, minat baca masyarakat Indonesia ranking ke-60 dari 61 negara. Artinya kita berada pada peringkat kedua terakhir yang minat bacanya terburuk di dunia. Selain itu penelitian PISA (Program for International Student Assessment) menunjukkan rendahnya tingkat literasi Indonesia dibanding negara-negara di dunia. Ini adalah hasil penelitian terhadap 72 negara. Indonesia berada pada peringkat 62.

Generasi Z di kota besar
Bagi generasi Z, teknologi adalah dunianya. Buku tidak lagi masuk dalam jajaran hadiah yang diinginkan. Atau bahkan bisa dikatakan buku teks bisa dibilang tidak berarti di mata generasi Z? Kalau kita bisa analogikan, teknologi itu ibarat oksigen untuk bernapas. Seolah-olah kehidupan mereka hanya diisi dengan perangkat elektronik yang mungkin hanya segenggam itu. Kebiasaan ini tidak lepas dari semakin berkembangnya teknologi yang selalu bisa diakses kapanpun. Sebagain orangtua masa kini pun kadang lebih senang atau bahkan khusus membelikan gadget canggih kepada anak-anak mereka ketimbang buku.

Buku kerap diibaratkan dengan jendela yang mampu menjadi alat untuk mengetahui dan menjangkau dunia? Tapi kini hal itu hanya tinggal kenangan saja. Terkadang buku hanya dijadikan penghuni rak di sudut ruangan ataupun penghias di meja belajar. Buku pun sejenak kehilangan pesonanya. Buku tak lagi dijadikan santapan di kala senggang ataupun di malam hari sebelum tidur. Buku tidak lagi masuk dalam daftar belanja bulanan. Buku tidak lagi berada dalam tas kalau bukan karena suatu paksaan tertentu. Kalau buku dulunya menjadi alat menjangkau dunia, kini sudah ada gadget yang bisa menggantikannya.

Generasi Z di pelosok negeri
Kalau kita melihat kembali realita di lapangan, sangat disayangkan kalau akhirnya generasi Z begitu terlena dengan gadget. Tapi ternyata fenomena itu kebanyakan muncul ke permukaan bagi anak-anak di perkotaan. Lalu bagaimana dengan anak di pedesaan? Mengapa mereka tidak mampu menikmati buku seperti generasi sebelum mereka? Banyak faktor yang mempengaruhi anak pedesaan yang juga generasi Z tidak mendapatkan buku semudah orang di kota-kota besar. Mereka melihat buku sebagai barang mewah karena tidak bisa leluasa memegang dan membacanya. Bagi mereka buku tetaplah jendela untuk menjangkau dunia, hanya saja tidak ada buku yang mereka pakai untuk menjangkau dunia. Faktor yang begitu kuat yaitu pertama, sulitnya akses untuk mendapatkan buku berkualitas. Kedua ialah mahalnya buku berkualitas dan minimnya dana desa untuk penyediaan buku di daerah terpencil. Faktor di atas menyebabkan anak-anak pedesaan generasi Z pun tidak mampu menikmati buku ataupun gadget, sehingga wajar kalau mereka belum melek pendidikan.

Apa yang salah dengan kita? 
Penulis terkenal yang saat ini sohor di kalangan anak-anak muda, Tere Liye, mengungkapkan sebuah kalimat yang mengingatkan yaitu “berikanlah hadiah sebuah buku kepada seseorang yang amat kau hargai.” Kalimat yang membuat kita melek dari tidur lelap kita. Siapapun kita dan berada di generasi manapun kita, sudah waktunya bergandengan tangan memperkenalkan dunia melalui buku dan membaca kepada anak-anak generasi Z di kota maupun pelosok negeri. Sehingga suatu saat mereka akan menuliskan sama seperti tulisan Abdurahman Faiz mengatakan bahwa “ Buku yang kubaca selalu memberi sayap-sayap baru. Membawaku terbang ke taman-taman pengetahuan paling menawan, melintasi waktu dan peristiwa, berbagi cerita cinta, menyapa semua tokoh yang ingin kujumpai, sambil bermain di lengkung pelangi.” Bukan nanti, bukan pula besok, sekaranglah waktu yang tepat, berbagi buku dan inspirasi sehingga di hari buku nasional semua anak bangsa merdeka dalam membaca buku. Selamat hari buku nasional Indonesia.
 

*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Komentar