nusabali

Petani Anggur Buleleng Fokus Layani Pabrik Wine

  • www.nusabali.com-petani-anggur-buleleng-fokus-layani-pabrik-wine

Petani anggur di Kecamaan Gerokgak, Buleleng, tetap bertahan bewrtanam anggur, di tengah banyaknya petani anggur beralih ke tanaman padi.

SINGARAJA, NusaBali
Mereka bertahan karena mengembangkan tanaman anggur jenis terbaru. Selain itu, pangsa pasar juga jelas karena adanya pabrik wine. Perkebunan anggur varietas lokal (anggur hitam, Red) di Buleleng, mulanya banyak tersebar di Kecamatan Banjar, Kecamatan Seririt hingga ke Kecamatan Gerokgak. Namun sejak lima tahun terakhir, banyak petani yang kembali ke tanaman padi. Lahan yang sebelumnya ditanami anggur, telah dialihfungsikan menjadi lahan persawahan padi. Petani terpaksa membabat kebun anggur karena biaya bertani anggur tidak lagi seimbang dengan harga jual. Kini lahan yang berisi tanaman anggur terutama di Kecamatan Banjar dan Seririt sudah berkurang dari sebelumnya sampai ratusan hektaree, kini tinggal belasan hektaree.

Tidak demikian pada petani di Kecamataan Gerokgak. Mereka rata-rata masih bertahan dengan mengembangkan anggur jenis impor, seperti jenis anggur Belgi (anggur hijau dengan rasa yang cukup manis, Red), dan Sirras (anggur hitam dengan ukuran lebih kecil dibanding anggur lokal, Red). “Kalau yang jenis Belgi sudah ada dua tahun saya kembangkan. Sedangkan yang jenis Sirras sedang kami kembangkan,” kata Ngurah Arya, petani anggur yang ditemui di Desa/Kecamatan Gerokgak.

Dikatakan, jika bertahan dengan anggur lokal, sulit bagi petani untuk bisa mendapat keuntungan. Karena biaya produksi tinggi, sedangkan harga jual ketika musim panen, tidak begitu menguntungkan. “Apalagi kalau sudah musim hujan, biaya perawatannnya pasti naik, karena buah anggur itu sangat gampang kena jamur kalau musim hujan. Kalau sudah kena jamur, buah anggur sudah busuk. Dan harga juga jelas turun,” kata Ngurah Arya.

Masih kata Ngurah Arya, meski tetap bertahan dengan jenis anggur lokal, namun dirinya kini lebih focus mengembangkan jenis anggur import seperti Belgi dan Sirras. Langkah ini untuk mengatasi produsen Wine yang ada di Bali, karena anggur lokal permintaan mulai turun ketimbang jenis Belgi dan Sirras. Dirinya juga sudah bekerjasama dengan beberapa produsen Wine di Bali. “Kalau Anggur lokal tetap ada permintaan, terkadang dipakai campuran dalam produksi Wine, yang Belgi dan Sirras permintaannya tinggi,” katanya.

Ngurah Arya kini sudah mengembangkan anggur Belgi seluas 8 hektaree, sedangkan anggur lokal hanya 3 hektaree, dan anggur Sirras sudah mencapai 3 hektaree. Untuk harga anggur lokal rata-rata Rp 10.000/kg, Anggur Belgi Rp 7.500/kg, dan Sirras Rp 13.000/kg.  Harga tersebut berdasarkan kerjasama dengan produsen Wine, sehingga kepastian harga dan pangsa pasar menjadi jelas. Sedangkan biaya, sangat tergantung dari perubahan cuaca, rata-rata bisa puluhan juta untuk luas tanam satu hektare. Biaya itu belum termasuk sewa lahan setahun Rp 25 juta per hektare. “Dengan luas 1 hektare, bisa menghasilkan 20 ton sekali panen. Dalam setahun bisa panen 3 kali. Ya rata-rata setahun itu bisa 50 ton dalam setahun. Ya kalau dihitung biaya dan harga jual, tetap masih dapat untung,” katanya. *k19

Komentar