nusabali

Orgil Wayan Mustara Sempat Dua Kali Bakar Rumah Keluarganya

  • www.nusabali.com-orgil-wayan-mustara-sempat-dua-kali-bakar-rumah-keluarganya

Pelaku Wayan Mustara menderita gangguan jiwa sejak kecil, hingga putus sekolah di Kelas II SD. Dia kerap ngamuk jika makanan yang disuguhkan orangtuanya tidak sesuai selera

Sebaliknya, pelaku Wayan Mustara sudah dikirim ke RSJ Bangli, Sabtu tengah malam pukul 24.00 Wita. Sebelum dibawa ke RSJ Bangli, pelaku sempat amankan di Mapolsek Tembuku, Bangli. Penderita gangguan jiwa berusia 45 tahun yang nekat meracuni kedua orangtuanya dengan racun pembasmi rumput ‘Roundup’ ini ditangkap anggota Bhabinkamtibmas Desa Jehem, Nyoman Subagia, ketika melintas di Simpang Tiga Banjar Tambahan, Sabtu malam sekitar pukul 23.15 Wita.

Menurut Kapolsek Tembuku, AKP I Gede Sunjaya Wirya, ketika diamankan petugas Bhabinkamtibmas, pelaku Wayan Mustara tidak melakukan perlawanan sama sekali. Yang bersangkutan sudah diperiksa intensif penyidik Polsek Tembuku.

“Saat diminta keterangannya, pelaku Wayan Mustara mengakui terus terang perbuatanya telah menapur cairan Roundup pada nasi dan sayur yang disantap kedua orangtuanya. Menurut pengakuannya, nasi dikasi sirup supaya bapaknya bisa makan. Namanya juga gangguan kejiwaan, roundup dikatakan sirup,” jelas AKP Sunjaya Wirya saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah di Mapolsek Tembuku, Minggu kemarin.

Menurut AKP Sunjaya Wirya, pihaknya sudah mengirim pelaku Wayan Mustara ke RSJ Provinsi Bali di Bali, untuk memastikan kondisi kejiwaan yang bersangkutan. "Di RSJ dilakukan observasi. Dari informasi keluarganya, penderita gangguan jiwa ini sudah dua kali pernah dirawat di RSJ," papar AKP Sunjawa Wirya.

Disinggung terkait proses hukum, menurut AKP Sunjaya Wirya, prosesnya tetap berlanjut. Pihak kepolisian melakukan penyidikan sampai nanti ada kepastian dari RSJ bahwa yang bersangkutan benar-benar gila. "Bila benar gila, kami SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), karena pelaku tidak bisa mempertanggungjawabkan perbuatanya. Kami akan meminta rekam medik yang bersangkutan," terang Kapolsek Tembuku ini.

Pelaku Wayan Mustara sendiri merupakan anak kelima dari enam bersaudara. Yang masih tinggal di rumah orangtuanya saat ini hanya Wayan Mustara dan adiknya, Made Sudiana yang telah berumah tangga. Sedangkan dua kakaknya sudah meninggal dan dua orang lagi tinggal terpisah.

Wayan Mustara menderita gangguan kejiwaan sejak kecil, hingga harus putus sekolah di Kelas II SD. Bahkan, orgil (orang gila) ini pernah membakar rumah orangtuanya di Banjar Tambahan Kelod, Desa Jehem, Kecamatan Tembuku, sekitar tahun 2009 silam. Hal ini diungkapkan adik pelaku, Made Sudiana, saat ditemui NusaBali di RSUD Bangli, Minggu kemarin.

Made Sudiana mengisahkan, suatu ketika di tahun 2009 saat rumahnya dalam keadaan sepi karena seluruh anggota keluarga sedang ke setra (kuburan) lantaran ada upacara ngaben, kakaknya yang menderita gangguan jiwa ini nekat membakar rumah, hingga 4 unit kamar hangus terbakar. “Beruntung, koraban api tidak meluas ke rumah tetangga. Jadi, hanya 4 unit kamar di rumah yang terbakar,” kenang Sudiana, yang kemarin menungui kedua orangtuanya di depan Ruang ICU RSUD Bangli.

Pasca aksi bakar rumah tersebut, orgil Wayan Mustara dibawa ke RSJP Bali untuk dirawat agar tidak lagi membuat onar. Namun, setelah dirawat selama tiga pekan, Mustara dibolehkan pulang dari RSJ Bangli. “Pihak RSJ menghubungi pihak keluarga agar segera menjemput kakak buat diajak pulang,” cerita Sudiana.

Sayangnya, lanjut Sudiana, kakaknya yang menderita gangguan jiwa tersebut belum pulih benar. Hanya berselang 2 bulan kemudian, Wayan Mustara kembali nekat hendak bakar rumah lagi. Rumah yang hendak dibakar itu merupakan bangunan baru, setelah rumah sebelumnya hangus dibakar.

“Ketika itu, kakak saya ini membakar kain, lalu kain yang membawa dilempar ke plafon rumah, dinihari sekitar pukul 03.00 Wita. Beruntung, kejadian itu cepat diketahui, sehingga rumah tidak sampai terbakar seperti sebelumnya,” papar Sudiana.

Sudiana mengisahkan, Wayan Mustara menderita sakit-sakitan sejak kecil, termasuk mengalami kelainan jiwa. Karena kondisinya itu, orangtua berusaha memenuhi setiap permintaan Wayan Mustara. Setiap hari, ibundanya yakni Dadong Bina selalu menyiapkan makanan untuk Mustara. Dan, makanan tersebut harus selau dibawakan langsung ke kamarnya. "Jeg care raja, nasi meabaang, semengan kopi be siap di kamar ne (Seperti raja saja yang harus dilayani, nasi dibawakan, paginya kopi sudah siap di kamarnya, Red)," papar Sudiana.

Jika makanan yang sudah disiapkan ibunya tidak sesuai dengan selera, biasanya Mustara langsung marah dan melempar makanan tersebut. Pihak keluarga berusaha memenuhi setiap keinginan Mustara. Namun, karena keterbatasan ekonomi, tidak semua keinginan Mustara bisa terpenuhi.

Yang sering jadi masalah adalah ketika Mustara minta uang, sedangkan orangtuanya hanya buruh tani dengan penghasilan tidak menentu. "Kakak saya ini kalau minta uang hanya dikasi Rp 20.000, selalu menolak. Paling tidak harus diberikan uang Rp 100.000 hingga Rp 200.000,” katanya.

Menurut Sudiana, pihak keluarga berharap Mustara terus dirawat di RSJ Bangli, bahkan seumur hidupnya, agar tidak menyakiti atau membahayakan orang lain. "Pang seumur hidup ye di rumah sakit jiwa, mulih mayat gen sink engken, keluarga be pasrah (Biarkan seumur hidup dirawat di rumah sakit jiwa, pulang sudah jadi mayat juga nggak apa, keluarga sudah pasrah, Red)." *e

Komentar