nusabali

Sukawati Panen Tembakau Rajangan

  • www.nusabali.com-sukawati-panen-tembakau-rajangan

Sebanyak 4 Subak di Sukawati memasuki musim panen tembakau rajangan di penghujung bulan Agustus ini. 

GIANYAR, NusaBali
Keempat subak tersebut yakni Subak Juwuk seluas 30 hektare, Subak Somi seluas 20 hektare, Subak Abasan sekitar 29 hektare dan Subak Laud sekitar 30 hektare.

Pekaseh Subak Juwuk, I Ketut Sudiarsa, 57, menjelaskan musim tanam tembakau di wilayahnya dimulai sejak awal Mei lalu. Tak ada istilah gagal panen untuk komoditas tembakau. Hanya saja, hasil produksi setiap musim tanam bisa naik turun. "Hasil panen bisa naik, bisa juga turun. Tergantung cuaca. Kalau hujan terus menerus, hasil panen bisa anjlok," ungkap warga Banjar Gelumpang, saat ditemui di kediamannya, Jumat (25/8) kemarin.

Pensiunan TNI Kodam IX/Udayana tahun 2013 ini menjelaskan, hasil panen tahun ini tidak cukup bagus. "Sekarang per klongkongan nilainya Rp 2,5 juta. Pernah anjlok 3 tahun lalu cuma Rp 800 ribu. Sedangkan kalau paling bagus, 1 Klongkongan bisa sampai Rp 5 juta," jelasnya.

Dijabarkan Sudiarsa satu hektare petak sawah bisa menghasilkan sekitar 10 sampai 12 klongkongan. Sementara untuk satu klongkongan terdiri dari 16 pengancapan dengan berat sekitar 2 kilogram. "Kalau bagus, 1 hektare bisa menghasilkan 12 klongkongan tembakau. Itu jika dikilokan sekitar 384 kg/hektare," jelasnya.

Untuk pemasaran, tembakau khas Sukawati langsung dibeli oleh para tengkulak yang mendistribusikan ke sejumlah pedagang di pasar-pasar seluruh Bali. "Kadar nikotin tembakau rajangan ini lebih tinggi dari nikotin rokok, maka hanya digunakan untuk susur (nginang/sisig, red). Selebihnya banyak dimanfaatkan untuk sarana upakara," jelasnya. Per kilo di pasaran, tembakau bisa mencapai harga Rp 60 ribu hingga Rp 100 ribu.

Diwawancara terpisah, salah satu petani tembakau Made Mura menjelaskan proses menjadikan tembakau rajangan kering memakan waktu cukup lama. Mulai dari pemetikan, daun tembakau disimpan selama 13 hari. Setelah matang, daun ditumpuk beberapa lembar kemudian digulung. Nah setelah berwujud gulungan inilah, tembakau siap di cerca menggunakan mesin. "Dulu memang masih pakai cara manual tradisional, seiring berjalan waktu kami pakai mesin. Dengan tidak membedakan rasa," ungkapnya yang dibantu lima pekerja ini. Setelah tembakau dicerca, para pekerja akan menatanya di atas alat jemur yang disebut pengancapan. Tembakau yang siap jemur pun lantas dipajang di tempat yang mendapat sinar matahari cukup. "Dijemur sekitar 6 sampai 8 hari. Tiap pagi sore dibolak-balik," ujarnya.*nvi

Komentar