nusabali

PDIP Cetak Hattrick, Mega Tak Kuasa Tahan Tangis

Sebut Kemenangan Pileg 2024 di Tengah ‘Badai Anomali’

  • www.nusabali.com-pdip-cetak-hattrick-mega-tak-kuasa-tahan-tangis

JAKARTA, NusaBali - Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP), Prof Dr (HC) Megawati Soekarnoputri berterima kasih kepada seluruh rakyat Indonesia yang selalu mendukung PDIP hingga tetap berdiri tegak menjadi Pemenang Pemilu Legislatif (Pileg) tiga kali berturut-turut atau hattrick.

Saat mengucapkan itu, Megawati tidak kuasa menahan tangis, karena kemenangan tersebut terjadi di tengah anomali.

"Selaku Ketua Umum partai dan atas nama PDI Perjuangan, kami mengucapkan beribu-ribu terimakasih pada seluruh rakyat Indonesia yang dengan penuh semangat dan kecintaannya selalu mendukung PDIP hingga tetap berdiri tegak tetap menjadi pemenang pemilu legislatif tiga kali berturut-turut,” ucap Megawati sambil meneteskan air mata dalam pidato politiknya di Rakernas V PDIP di Ancol, Jakarta, Jumat (24/5).

Menurut Megawati, perjuangan untuk memenangkan Pileg 2024, apalagi hattrick, tidaklah mudah. Sebab menurutnya, yang terjadi adalah ‘badai anomali’ dengan diwarnai kecurangan secara struktur, sistematis, dan masif (TSM). Atas dasar itu, Megawati menegaskan bahwa PDIP sebagai partai yang pernah melalui badai sejarah, akan tetap berani melawan segala bentuk ketidakadilan.

Megawati Soekarnoputri saat sampaikan pidato politik.-IST

“Kita tahan banting kok, berani apa tidak?,” tanya Megawati kepada para peserta Rakernas. “Berani,” jawab serempak ribuan peserta Rakernas. “Takut apa tidak?!” Tanya Megawati lagi. “Tidak,” kembali jawab tegas para peserta Rakernas. Tercatat, sampai tiga kali Megawati menanyakan hal yang sama. Tiga kali juga dijawab peserta rakernas dengan tegas.

Presiden kelima RI ini lantas menyebut bahwa dirinya tidak takut jika dianggap provokator. Sebab, semua itu demi bangsa dan negara yang lebih baik. “Nanti katanya, "Bu Mega provokator". Iya, saya sekarang provokator. Demi kebenaran dan keadilan. Ngerti kan yang dimaksud?” tegas Megawati yang dijawab mengerti oleh peserta Rakernas.

Lebih jauh, Megawati pun kerap ditanya oleh anak-anaknya karena belakangan ini dianggap sering ‘ngamuk’. Ia lantas menegaskan bahwa hal itu selain demi bangsa dan negara, juga demi kejayaan partai. “Kenapa toh? kan saya suka sama anak-anak saya sendiri bilang "Kok Ibu Ketum sekarang berubah ya, tukang ngamuk aja?' ehhh enak aja, kalau gak diamukin udah dipanahin mulu badannya, bantengnya, (jadinya kan) keok, tahu gak,” tegas Megawati.

“Makanya kalau Ibu marah tuh malah Ibu dicium-cium lah, karena apa? Karena nanti pasti menang,” ucap Megawati. Megawati selanjutnya kembali membakar semangat para kader dan menggambarkan anomali yang sedang terjadi. “Nah perjuangan ini tidaklah mudah, sebab apa yang terjadi benar-benar sebagai menurut saya badai anomali. Anomali itu, tidak bisa diprediksi. Bisa terjadi seperti begitu saja, meledak begitu, danggggg, begitu. Nah akibat apa? kecurangan secara struktur, sistematis, dan massif, yang disebut TSM," terang Megawati.

Menurut Megawati, soal kecurangan Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 telah menjadi sorotan banyak pihak. Bahkan, disuarakan oleh para akademisi, tokoh masyarakat sipil, guru besar, hingga seniman dan budayawan. "Namun hal yang begitu menyedihkan saya adalah, terjadinya pengingkaran terhadap hak kedaulatan rakyat itu sendiri," jelasnya.

Megawati mengatakan, bahwa pengingkaran itu dibuktikan melalui praktik penyalahgunaan kekuasaan, dengan menggunakan sumber daya negara demi kepentingan elektoral. Intimidasi hukum terjadi atas nama kekuasaan. Berbagai kerusakan demokrasi inilah yang pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait PHPU Pilpres 2024, disoroti oleh Prof Arief Hidayat, Prof Saldi Isra, dan Prof Enny Nurbaningsih melalui dissenting opinion. "Saya seneng banget masih ada yang berani menyampaikan dissenting opinion. Ini baru pertama kalinya terjadi dalam sejarah sengketa Pilpres," papar Megawati. Dengan realitas tersebut, kata Megawati, seharusnya ini menjadi perenungan bersama.

"Bukankah ketika gagasan Pemilu Presiden dilaksanakan secara langsung, seluruh asumsi yang ada saat itu, berangkat dari hipotesis bahwa kecurangan yang sifatnya terstruktur, sistematis, dan masif mestinya tidak akan mungkin terjadi. Namun seluruh asumsi tersebut, ternyata terbukti itu bisa dijungkir-balikkan. Itulah yang saya sebut kondisinya anomali," kata Megawati.

Meski menghadapi anomali demokrasi saat ini, lanjut Megawati, solusinya bukan mencabut atau menarik hak rakyat yang berdaulat. Termasuk jika ada suara yang mendorong mengembalikan kembali hak memilih presiden/wakil presiden kepada lembaga MPR RI. Megawati meyakini bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan. “Menghadapi berbagai anomali demokrasi tersebut, tentu pilihannya bukanlah dengan mencabut hak rakyat, dan mengembalikannya ke dalam tangan MPR RI. Pilihan yang lebih bijak adalah percaya pada adagium Vox Populi Vox Dei. Bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan,” papar anak Bung Karno ini.

Megawati pun, mengingatkan pihak-pihak yang telah mengaburkan kekuatan ‘suara rakyat adalah suara Tuhan’ tersebut. Dia mengutip sebuah pribahasa, dimana hal itu juga tertuang dalam perenungan seni karya budayawan Butet Kartaredjasa. “Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai, ataupun dalam berbagai ekspresi: ‘Milik Nggendong Lali’ yang menjadi tema perenungan sosok seniman Butet Kartaredjasa,” jelas Megawati. 

Terkait sikap partainya terhadap pemerintahan ke depan, Mega menyatakan harus dicermati secara saksama, yakni dengan mendengarkan suara akar rumput. “Lalu, bagaimana sikap PDIP terhadap pemerintahan ke depan? Tentu harus dicermati dengan saksama. Partai harus mendengarkan semua suara akar rumput, dari yang berteriak-teriak sampai sayup-sayup, dan terus berjuang bagi terlembaganya demokrasi yang sehat,” kata dia.

Ia mengatakan bahwa mencermati suara akar rumput tersebut merupakan bagian dari skala prioritas Rakernas V. Dalam menyikapi politik ke depan, Megawati menyebut PDIP merupakan partai politik yang mementingkan kontrol dan penyeimbang (check and balance). Namun, dia tidak menafikkan bahwa berpolitik mengandung esensi untuk mendapatkan kekuasaan. “Hanya bedanya apa, toh? Yaitu strategi dan cara untuk mendapatkan kekuasaanlah yang membedakan kita (PDIP) dengan yang lainnya,” ujar Megawati.

Di samping itu, dia meyakini bahwa masyarakat sipil yang kuat serta pers yang andal dan bebas terukur diperlukan dalam menghadapi tantangan yang tidak mudah ke depannya. “Demokrasi juga memerlukan partai politik yang sehat dan terlembaga, serta sistem hukum yang benar-benar berkeadilan,” sambung Megawati.

Megawati Soekarnoputri (kiri) didampingi Puan Maharani (kedua kanan) Olly Dondokambey (kanan) menyalakan api di kaldron saat Rakernas V PDIP. –ANTARA 

Usai pidato, Megawati menerima Obor Api Perjuangan Nan Tak Kunjung Padam yang diambil dari api abadi di Mrapen, Grobogan, Jawa Tengah didampingi Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto yang bertindak sebagai pemimpin prosesi dan Ketua DPP PDIP yang juga putri Megawati, Puan Maharani. Lalu Megawati memantik api untuk dinyalakan dalam arena Rakernas PDIP. Api kemudian menyala berkobar setelah dipantik oleh Megawati dengan obor api perjuangan. Hal itu, menandai resmi dibukanya Rakernas V. Setelah prosesi tersebut dilakukan, semua pelari yang mengiringi obor api perjuangan melakukan foto bersama dengan Megawati.

Mereka tampak tersenyum bahagia dalam momen itu. Sebelumnya, para kader dan simpatisan PDIP mengambil api abadi di Mrapen pada 17 Mei lalu. Mereka, berlari melintasi 20 kabupaten/kota di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jakarta dan menempuh jarak 526 km. 7 k22, ant

Komentar