nusabali

Pemerintah Dinilai Tidak Serius Sikapi Kenaikan Harga Pangan

  • www.nusabali.com-pemerintah-dinilai-tidak-serius-sikapi-kenaikan-harga-pangan

JAKARTA, NusaBali - Permasalahan lonjakan harga beras yang terjadi akhir-akhir ini serta harga bahan pangan yang terjadi setiap menjelang Ramadan menunjukkan pemerintah tidak serius dalam mengatasi permasalahan pangan Bangsa Indonesia.

Padahal, siklus permasalahan pangan seperti lonjakan harga dan kelangkaan bahan pokok, serta penurunan produktivitas pertanian, selalu terjadi tiap tahunnya. Namun, pemerintah tidak memiliki kebijakan untuk mengatasi permasalahan yang terus berulang tersebut.

“Daya terawang pemerintah untuk melihat perubahan ke depan semakin tidak tajam, karena peristiwanya berulang dan telah menjadi siklus. Kalau ada kesalahan-kesalahan, ditimpakan ke El Nino," ujar Anggota DPD RI Dedi Iskandar Batubara dalam dialog Kenegaraan DPD RI di Lobi Gedung DPD RI, Rabu (6/3).

Ke depan, lanjut pria dari daerah pemilihan Sumatera Utara itu, pemerintah harus lebih fokus untuk melihat situasi. Terutama terkait bahan pokok.

"Kalau kebutuhan bahan pokok itu mesti dan harus (diantisipasi),” ucap Dedi.

Menurut Dedi, pemerintah terlalu menyerahkan harga bahan pokok ke mekanisme pasar. Sehingga keuntungan kenaikan harga bahan pokok tidak dirasakan petani, tetapi para pelaku perdagangan dan distributor.

“Kalau harga beras naik, harusnya petani sejahtera seiring kenaikan pendapatan. Tapi, faktanya petani kita segitu-segitu saja. Bahkan, pada posisinya masih miskin. Ada yang keliru dari pemerintah yang menyerahkan ke mekanisme pasar yang tidak bisa dikendalikan,” imbuh Dedi.

Hal senada dikatakan Anggota DPR RI Luluk Nur Hamidah. Luluk menilai, pemerintah seharusnya mengeluarkan kebijakan untuk mewujudkan kedaulatan pangan. Karena selama ini upaya jelas untuk meningkatkan produktivitas pangan belum sepenuhnya dilakukan dan tidak ada kebijakan yang menunjukkan keberpihakan untuk meningkatkan produktivitas pertanian dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan.

“Jadi saya fokusnya bukan beras, karena beras itu hanyalah salah satu hal saja dari sekian banyak isu yang sangat problematik yang terkait dengan tata kelola pangan kita. Kemudian juga produksi pangan kita, belum lagi politik pangan anggaran dan lain-lain yang membuat kesimpulan sederhana, ya pemerintah tidak cukup serius,” tegas Luluk.

Permasalahan pangan, lanjut perempuan dari Fraksi PKB ini, oleh pemerintah selalu diatasi melalui kebijakan impor. Pemerintah tidak menempatkan isu kedaulatan pangan sebagai prioritas yang harus segara dilakukan.

Dalam kesempatan yang sama Wakil Ketua Komite II DPD RI, Abdullah Puteh menilai kebijakan impor yang sering dilakukan menunjukkan kegagalan dalam kebijakan penguatan pangan di Indonesia.

Menurut Puteh, penguatan sektor pangan harus dilakukan secara terpusat, tetapi dilakukan oleh pemerintah daerah karena dinilai lebih mengetahui yang dibutuhkan di daerahnya.

“Usul saya, sistem pembangunan pertanian, yang untuk fasilitas pertanian diberikan ke daerah, seperti pupuk, bibit. Ini tidak bisa dilakukan sesaat, harus melalui manajemen modern. Saat ini banyak masyarakat yang tidak memiliki akses fasilitas,” ucap Puteh.

Sementara Pengamat Pertanian Khudori menilai, permasalahan pangan selain diakibatkan penyerahan ke mekanisme pasar, juga banyaknya konversi lahan pangan yang terjadi pasca diberlakukannya Omnibus Law. Sejak UU tersebut berlaku, banyak lahan pertanian berubah menjadi proyek-proyek pembangunan tanpa memikirkan efek jangka panjang di sektor pangan.

“Selain itu, sampai saat ini tidak ada inovasi untuk meningkatkan produktivitas. Selalu stagnan, harus ada diversifikasi produk, agar tidak tergantung hanya pada satu produk,” papar Khudori. k22

Komentar