nusabali

Parade Barongsai dan Tradisi Tandu di Kelenteng Sing Bie Denpasar

Ratusan Umat Sembahyang Ciswak di TITD Seng Hong Bio Buleleng

  • www.nusabali.com-parade-barongsai-dan-tradisi-tandu-di-kelenteng-sing-bie-denpasar

DENPASAR, NusaBali - Perayaan Cap Go Meh di Kelenteng Sing Bie Jalan Gajah Mada Denpasar diwarnai dengan pawai Barongsai dan pengarakan tandu yang berisi Rupang Dewa dengan mengitari Patung Catur Muka, Sabtu (24/2).

Sementara di Buleleng, sejumlah rohaniawan di Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Seng Hong Bio di Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, memandu ratusan umat Tri Dharma mengikuti sembahyang Ciswak atau tolak bala rangkaian dari perayaan Tahun Baru Imlek 2024/2575.

Pemucuk Kelenteng Sing Bie, Tio Sung Thao, mengungkapkan kegembiraannya atas meriahnya perayaan Cap Go Meh kali ini. Acara ini bukan hanya sebagai ungkapan rasa syukur atas berkah yang diterima, tetapi juga sebagai harapan untuk mendapatkan yang lebih baik di masa yang akan datang. Walaupun harus diawali dengan hujan yang deras, tetapi acara dapat berjalan lancar setelahnya. Masyarakat antusias menyaksikan prosesi arak-arakan di sepanjang jalan yang dilintasi.

Foto: Suasana di Kelenteng Sing Bie di Jalan Gajahmada, Denpasar, Sabtu (24/2). -ADI PUTRA

Tio Sung Thao menjelaskan bahwa sebenarnya acara parade ini seharusnya diselenggarakan 2 atau 3 hari setelah Tahun Baru Imlek. Namun, kini diundur hingga perayaan Cap Go Meh, karena alasannya masih dalam suasana hajatan politik lima tahunan yakni pemilihan umum (pemilu).

Tradisi Cap Go Meh di Kelenteng Sing Bie diwarnai dengan parade barongsai yang memutari Patung Catur Muka di sekitar Lapangan Puputan Badung I Gusti Ngurah Made Agung. Para penampil Barongsai adalah hasil kerja sama dengan Sanggar Mutiara Naga milik Kongco Dwipayana serta perkumpulan dari UKM Wushu Universitas Udayana. Total, ada 8 Barongsai yang berpartisipasi dalam parade ini.

Foto: Warga Tionghoa Kota Denpasar merayakan Cap Goh Meh serangkaian Tahun Baru Imlek ke-2575 Kongzili Tahun 2024 di Jalan Gajahmada, Denpasar, Sabtu (24/2). -YUDA

Di samping parade Barongsai, ada juga tradisi tandu yang diarak bersamaan. Tandu ini berisi rupang Dewa Kwan Kong sebagai lambang jiwa ksatria. Tujuan arak-arakan tandu adalah untuk pembersihan dan penghormatan, serta menyambut tahun baru dengan sikap yang lebih baik.

“Yang akan mengangkat atau membawa tandu itu ada 10 orang dan akan diiringi oleh sekitar 50 orang. Mereka akan bergantian untuk mengangkat jempana ini. Di dalam tandu itu ada rupang dewa dari Dewa Kwan Kong. Dewa Kwan Kong adalah panglima perang, Dewa Kwan Kong merupakan perlambang jiwa ksatria,” ucap Tio Sung Thao atau biasa disapa Jero Sung.

“Tujuan diarak ini adalah sebagai pembersihan dan penghormatan, dan diharapkan memberikan sesuatu yang baru. Dan membersihkan diri dari hal-hal kotor yang sudah berlalu di tahun sebelumnya dan menyambut tahun baru dengan pribadi yang lebih baik. Semua kembali ke yang baru, yang paling penting kita tetap jaga toleransi satu sama lain, tidak saling menjelekkan. Apapun itu agamanya kita itu satu Indonesia, satu Nusantara,” ujar pemucuk Kelenteng Sing Bie itu.

Selain barongsai, sekaa gong dari Banjar Wangaya Klod di Jalan Kartini, Kelurahan Dauh Puri Kaja, Kecamatan Denpasar Utara, juga turut berpartisipasi dengan gambelan versi Bali. Anggota sekaa gong, Agus Ari menjelaskan bahwa kehadiran musik Bali dalam perayaan Cap Go Meh adalah bentuk dari akulturasi budaya antara China dan Bali. Baleganjur Tabuh Bebarongan yang dimainkan 14 orang mengiringi pengarakan tandu.

“Adanya baleganjur Bali dalam perayaan Cap Go Meh ini, kebetulan ada palinggih yang akan ikut dalam parade atau tandu yang di dalamnya ada rupang dewa sekaligus palinggih tersebut adalah mengusung Siwa–Buddha. Jadinya ada alkuturasi budaya antara China dan Bali,” papar Agus Ari.

Cap Go Meh dianggap sebagai penutup musim hujan dan menyambut musim semi. Kepercayaan ini memandang hujan saat Cap Go Meh sebagai pertanda berkah yang akan datang. Tio Sung Thao berharap perayaan ini bisa menjadi tradisi yang melekat dan menjadi jembatan budaya bagi masyarakat. Dia menekankan bahwa pertunjukan Barongsai memiliki makna simbolis yang dalam, merayakan kebahagiaan, dan mensyukuri tahun-tahun yang telah berlalu serta berharap untuk memasuki tahun baru dengan damai.

Sementara itu, Humas TITD Ketut Tantra Suryanegara, menyatakan sembahyang Ciswak diikuti sekitar 200-300 orang. Pada umumnya, mereka yang sembahyang Ciswak merupakan orang yang shio kelahirannya bertentangan dengan shio di tahun ini.

Berdasarkan tradisi Tionghoa pada tahun Naga Kayu ini, lanjut Tantra, ada beberapa shio yang diprediksi mengalami kesialan atau ciong. Shio tersebut yakni naga dan anjing, yang diprediksi mengalami ciong besar. Serta shio kerbau dan kambing, yang diprediksi mengalami ciong kecil.

“Sembahyang tolak bala atau Ciswak diadakan bagi mereka yang ciong atau kurang beruntung pada tahun naga kayu. Jadi menurut diagram, yang berhadapan atau bertentangan dengan naga kayu akan sial. Sehingga diadakan penetralisir, agar hal-hal buruk tidak terjadi melalui sembahyang tolak bala,” katanya.

Tantra menambahkan, sembahyang Ciswak yang dilakukan cukup sederhana, juga dipandu oleh rohaniawan dari TITD. Mereka yang hendak melepaskan kesialannya, akan diajak bersembahyang secara berkelompok dimulai dari altar depan, kemudian masuk dan bersembahyang di altar dalam klenteng.

Adapun perayaan Imlek di Kabupaten Buleleng dimulai sejak Kamis (25/1) dengan persembahyangan bersama. Dilanjutkan dengan song shen atau sembahyang mengantar dewa naik pada Jumat (2/2). Pada Sabtu (3/2) dilakukan pembersihan patung dewa, ornamen, dan altar di klenteng.

Pada Jumat (9/2) dilakukan sembahyang tutup tahun atau chu xi. Kemudian pada Selasa (13/2) dilakukan sembahyang menyambut dewa turun atau jie shen. Lalu sembahyang Tuhan Yang Maha Esa pada Sabtu (13/2). Dan diakhiri dengan sembahyang Ciswak dan Cap Go Meh pada Sabtu (24/2). 7 cr79, mzk

Komentar