nusabali

Pengendalian Dilakukan dengan Cara Memutus Siklus Hidup Lalat

Akademisi FP Unud Tanggapi Fenomena ‘Serbuan’ Lalat di Wilayah Kintamani, Bangli

  • www.nusabali.com-pengendalian-dilakukan-dengan-cara-memutus-siklus-hidup-lalat

Selain banyaknya kotoran ternak dijadikan pupuk oleh petani setempat, iklim yang sejuk merupakan suhu yang mendukung hidup lalat menjadi lebih panjang

DENPASAR, NusaBali
Ahli Entomologi dari Fakultas Pertanian Universitas Udayana (FP Unud) mengatakan fenomena meningkatnya populasi lalat rumah (Musca domestica) di kawasan Kintamani, Bangli dapat diatasi dengan memutus siklus hidup lalat yang bersarang pada pupuk kotoran hewan.

Seperti diberitakan sebelumnya, fenomena lalat di wilayah Kintamani, Bangli kembali jadi buah bibir di media sosial. Jumlahnya yang sangat banyak hingga membuat wisatawan pun mulai gerah. Ahli Entomologi Unud, Dr I Putu Sudiarta mengatakan untuk mengatasi permasalahan tersebut harus dimulai dengan memahami siklus hidup lalat rumah. Ia menjelaskan lalat rumah pada umumnya berkembang biak pada tempat-tempat berbau menyengat seperti kotoran hewan.

Menurutnya, salah satu penyebab meningkatnya populasi lalat di Kintamani karena banyaknya petani di sana yang menggunakan pupuk dari kotoran ternak.

“Kalau siklus hidupnya itu kan meletakkan telur di hewan yang sudah mati, kotoran hewan, hingga terbentuk ulat atau belatung dan akhirnya menjadi lalat,” jelas Sudiarta.

Selain banyaknya kotoran ternak yang dijadikan pupuk oleh petani setempat, iklim Kintamani yang sejuk merupakan suhu yang mendukung hidup lalat menjadi lebih panjang. Di lahan miliknya di wilayah Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Sudiarta juga menemukan populasi lalat yang cukup tinggi. “Coba bongkar kotoran ayamnya pasti banyak telur (lalat),” tambah entomolog yang juga seorang petani ini.

Foto: (Screenshoot) Lalat yang mengerumuni sebuah sepeda motor milik warga di Kintamani. -IST

Menurut Wakil Dekan I Fakultas Pertanian ini melarang petani untuk berhenti menggunakan pupuk kotoran ternak kurang tepat. Hal itu menurutnya akan merugikan petani yang membutuhkan pupuk murah. Pun, membasmi lalat yang sudah dewasa merupakan tindakan sia-sia karena jumlahnya yang sangat banyak.

“Kalau melihat siklus hidup maka yang paling bisa dikendalikan sebelum jadi lalat, yaitu larva di kotoran itu. Misalnya disemprot dengan larvasida atau ditanam,” sarannya.

Terpisah, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Distan Pangan) Provinsi Bali, I Wayan Sunada mengakui pupuk organik berupa kotoran hewan menjadi salah satu penyebab bertambahnya populasi lalat di Kintamani. “Ketika pupuk organik tidak diolah (menjadi kompos, Red) akan menyebabkan lalatnya bertambah,” jelasnya.

Selain pupuk dari kotoran hewan, ia menambahkan meningkatnya jumlah lalat disebabkan saat ini tengah musim buah. “Di mana-mana banyak lalat sekarang,” sebutnya. Menurutnya, Dinas Pertanian memiliki program Gerdal (gerakan pengendalian) untuk mengatasi permasalahan di lahan pertanian termasuk untuk mengatasi banyaknya populasi lalat dengan penyemprotan pestisida. Seperti diberitakan sebelumnya, anggota DPRD Bangli menyoroti fenomena lalat di wilayah Kintamani ini.

Banyaknya populasi lalat ini sedikit mengganggu pariwisata di Kintamani, terlebih saat ini jumlah kunjungan terbilang tinggi. Dinas terkait diharapkan melakukan langkah konkrit dalam menangani kondisi ini. Anggota DPRD Bangli, Jero Gede Tindih mengatakan banyaknya lalat di Kintamani sebenarnya bukan hal baru. Namun sejak penggunaan pupuk mentah berupa limbah kotoran, populasinya semakin meningkat. "Selain kondisi alam dan lingkungan, pupuk juga sedikit menyumbang,” ungkap Jero Gede Tindih, Minggu (7/1). 7 cr78

Komentar