nusabali

Kerajinan Gerabah Tetap Bertahan

Kebanyakan untuk Keperluan Upacara Agama

  • www.nusabali.com-kerajinan-gerabah-tetap-bertahan

DENPASAR, NusaBali - Pembuatan gerabah tidak mudah lagi ditemui di Bali. Namun bukan berarti tidak ada sama sekali. Di Banjar Basang Tamiang, Kelurahan Kapal, Kecamatan Mengwi, misalnya, pembuatan gerabah berbahan tanah liat itu masih banyak ditemui. Namun gerabah yang dibuat bukan untuk perabot rumah tangga, kebanyakan untuk keperluan upacara agama, di antaranya payuk pere, caratan, coblong, senden, paso, pasepan sampai dengan jeding penyegjeg.

“Iya, karena diperlukan untuk keperluan upacara, pembuatan gerabah tetap bertahan,” ujar Putu Agus Adiputra, salah seorang warga pembuat gerabah di daerah tersebut, Jumat (1/12).

Dia menuturkan pembuatan gerabah di keluarganya sudah berlangsung turun temurun. “Dari dahulu, dari buyut ke kekek, dari kakek ke ayah dan ibu, sampai kepada saya sekarang,” ucapnya.

Apalagi pada musim upacara ngaben seperti ngaben kolektif atau ngaben massal, permintaan gerabah melonjak. Bahkan jumlah hingga ribuan. “Pada saat itulah permintaan memuncak. Kadang-kadang sampai kewalahan,” kata Agus Adiputra.

Masih menurut Agus Adiputra, pembuatan gerabah di Banjar Basang Tamiang merupakan kerajinan rumah tangga. Hampir di setiap rumah ada yang membuat gerabah. Dari sekitar 200-an kepala keluarga (KK), 70 persen membuat gerabah. “Hanya saja yang punya tungku pembakaran tidak banyak. Mungkin sekitar 7 orang. Termasuk kami,” jelasnya.

Selain membuat gerabah untuk keperluan upacara, perajin di Banjar Basang Tamiang juga membuat gerabah untuk kepentingan lain. Antara lain wadah pot, celengan dan benda dekoratif yang lain. Gerabah yang bukan untuk upacara dibuat kalau ada pesanan.

Untuk harga per pieces (pcs) gerabah tergantung jenisnya. Kalau payuk pere, Rp 1.000 per pcs. Sedang jeding penyegjeg bisa sampai Rp 300 ribu per pcs.

Agus Adiputra juga menuturkan saat pandemi kerajinan gerabah juga kena imbas. Permintaan gerabah sepi, karena kegiatan upacara keagamaan berkurang. “Bukan orang pariwisata saja yang kena dampak, kami juga merasakan,” ucap Agus Adiputra. 7 k17

Komentar