nusabali

Netralitas Lembaga Penyiaran Menuju Pemilu 2024

  • www.nusabali.com-netralitas-lembaga-penyiaran-menuju-pemilu-2024

Kekhawatiran netralitas beberapa lembaga penyiaran khususnya media televisi dalam pemilihan umum 2024 ini selalu menjadi kisah klasik tak berujung. Hal tersebut bukan tanpa alasan. Dalam proses pelaksanaan pemilu 2024 ini tidak terlepas dari pemilik stasiun televisi swasta yang ada di Indonesia.

Humas Yayasan Sentir Bali

Dari 16 stasiun televisi swasta di Indonesia, 7 diantaranya dimiliki oleh individu yang terlibat langsung dalam pemilihan umum 2024. Dari Kubu Ganjar Pranowo terdapat Hary Tanoesoedibjo, Ketua Umum dari Partai Perindo pemilik MNC Media (RCTI, MNC TV, GTV dan iNews TV). Ketua Umum Partai Nasdem, pengusung pasangan Anies Baswedan, Surya Paloh dengan Metro TV. Terakhir Politisi Senior Partai Golkar Aburizal Bakrie yang merupakan pemilik dari TV One & ANTV yang berada pada kubu Koalisi Indonesia Maju.

Melihat fakta tersebut, bukan tidak mungkin isi siaran dari stasiun televisi swasta akan bersifat tendensius. Saat menjelang musim pemilu, media televisi swasta memadatkan sajian dengan konten-konten yang berisi tentang dinamika pemilu demi memberikan informasi terkini kepada khalayak luas. Dalam Undang-Undang Penyiaran, lembaga penyiaran sejatinya diarahkan untuk memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggung jawab. Pemilik dan pelaku stasiun televisi swasta seharusnya meluhurkan asas netralitas dalam Undang-Undang Penyiaran. Selain itu pelaku pemegang izin siaran perlu tunduk kepada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran yang sudah ditetapkan oleh KPI. Sesuai dengan pedoman ini, lembaga penyiaran, termasuk televisi, tidak boleh bersikap partisan terhadap salah satu peserta pemilu. Lembaga penyiaran juga tidak boleh menyiarkan program siaran yang dibiayai peserta pemilu.

Saat Pemilu tahun 2019 yang lalu, indeks kualitas berita di TV mendapatkan nilai dibawah standar KPI yaitu 2.93 dari 3.00 sebagai angka nilai standar indeks berita berkualitas. Hal tersebut terjadi karena polarisasi media yang begitu kuat diantara pasangan Prabowo Subianto – Sandiaga Uno melawan Joko Widodo – Ma’aruf Amin. Prinsip netralitas pada pemilu yang lalu jelas diacuhkan oleh lembaga penyiaran televisi. Bagaimana tidak, peta keberpihakan televisi sangat mudah dilihat mulai dari porsi pemberitaan hingga kepada hasil quick count yang berbeda. Perilaku Pedoman Penyiaran dan Standar Program Siaran seolah-olah dianaktirikan oleh lembaga penyiaran televisi.

Kita berharap mulai saat ini hingga terlaksananya Pemilu tahun 2024 pelaku pemegang izin siaran dapat bersikap fair karena semua kontestan itu memiliki tempat yang sama di media. Begitu juga dengan masyarakat di seluruh Indonesia berhak mendapatkan informasi yang lengkap sehingga dapat memilih pemimpin serta wakil rakyat yang tepat lewat pemberitaan. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai representasi masyarakat di bidang penyiaran harus bertindak tegas bila terjadi pelanggaran maka, tak perlu ragu untuk memberikan sanksi hingga merekomendasikan pencabutan izin siaran. Mengingat frekuensi yang digunakan oleh media televisi merupakan milik dari khalayak luas dan harus dipertanggung jawabkan kepada khalayak luas.

Selamat menikmati pesta demokrasi dari layar kaca.


*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Komentar