nusabali

Korban Ketidakadilan, Minta Hakim Tolak Dakwaan

  • www.nusabali.com-korban-ketidakadilan-minta-hakim-tolak-dakwaan

Mantan orang nomor satu di Unud ini membongkar adanya praktik mahasiswa baru jalur belakang atau titipan

DENPASAR, NusaBali
Mantan Rektor Universitas Udayana (Unud), Prof Dr I Nyoman Gde Antara MEng IPU, 59, mengaku menjadi korban ketidakadilan dan rekayasa dalam kasus dugaan korupsi Dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) seleksi jalur mandiri Universitas Udayana (Unud) tahun 2018-2022.

Hal itu terungkap dalam keberatan atas dakwaan (eksepsi) yang ditulis sendiri oleh Prof Antara di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa (31/10). Diawal eksepsi setebal 16 halaman, akademisi asal Gulingan, Mengwi, Badung mengungkapkan perasaannya didudukkan sebagai terdakwa. “Perkenankanlah saya mengungkapkan penderitaan saya sebagai korban ketidakadilan dan korban di penjara atas suatu perbuatan yang bukan merupakan suatu tindak pidana. Dan merupakan rekayasa dari oknum-oknum tertentu,” ujar Prof Antara diawal eksepsi.

Selanjutnya, dihadapan majelis hakim pimpinan Agus Akhyudi, mantan Rektor Unud inipun membeberkan dasar hukum dari pungutan SPI yaitu Peraturan Menteri Ristek Dikti (Permenristek Dikti) No. 39 tahun 2017 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud RI) No 25 tahun 2020 khususnya.

Prof Antara juga berdalih jika pungutan SPI ini dibebankan kepada mahasiswa karena pendanaan dari Pemerintah saat ini masih belum dapat memenuhi standar minimum penyelenggaraan pendidikan tinggi. “Karena sampai saat ini Pemerintah hanya mampu membiayai 28% dari dana yang diperlukan PTN,” lanjutnya.

Prof Antara juga sempat menyeret mantan Rektor Unud (2017-2021) Prof Dr dr Anak Agung Raka Sudewi, 64, yang hingga kini belum tersentuh. “SPI di Universitas Udayana adalah kebijakan Rektor yang menjabat pada 2017-2021 yaitu Prof Dr AA Raka Sudewi yang sekaligus merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).  Maka dari itu surat dakwaan tidak jelas, tidak cermat dan tidak lengkap karena tidak menguraikan dalam kapasitas apa saya sebagai terdakwa,” beber Prof Antara.


Menariknya, mantan orang nomor satu di Unud ini membongkar adanya praktik mahasiswa baru jalur belakang atau titipan. Bahkan Prof Antara menyebut ada salah satu oknum aparat penegak hukum di Bali yang meminta meluluskan anaknya. Masalahnya, setelah anaknya diluluskan aparat hukum tersebut malah meminta tidak dikenai SPI.

Permintaan tersebut kata Prof. Antara membuatnya sakit hati. Dia mengaku memiliki bukti berupa surat soal permintaan oknum aparat penegak hukum tersebut. Namun, dia enggan merinci siapa oknum aparat penegak hukum yang dimaksud dan begitu juga dengan mahasiswa yang disebut. "Dari aparat hukum, akhirnya dibantu diluluskan. Saat sudah diterima masih ngeyel (agar) uang SPI digratiskan," ungkapnya.

Sementara itu, kuasa hukum Prof Antara yaitu Hotman Paris dkk menjelaskan bahwa kliennya selama bertugas mendapat banyak tekanan dari pejabat terkait seleksi penerimaan mahasiswa baru. "Bagian pertama dari eksepsi adalah menguraikan kenapa terdakwa sakit hati," tandasnya.

Dia juga meminta majelis hakim meninjau ulang surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena dinilai penuh rekayasa. Diakhir eksepsinya baik Nyoman Gde Antara atau tim penasihat hukumnya, meminta majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini menolak dakwaan penuntut umum.

Menanggapi eksespi terdakwa Prof Antara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Agus Eko Purnomo menegaskan jika eksepsi yang disampaikan terdakwa dan penasihat hukumnya sudah masuk pokok perkara. "Materi eksepsi telah diuraikan jelas cermat lengkap dalam dakwaan yang telah diterima terdakwa,” tegas JPU. 7 rez

Komentar