nusabali

Almarhum adalah Pioner Pariwisata Seni dan Budaya Bali

Puri Agung Ubud Rayakan Penganugerahan Bintang Budaya Parama Dharma untuk Ida Tjokorda Gde Agung Sukawati

  • www.nusabali.com-almarhum-adalah-pioner-pariwisata-seni-dan-budaya-bali

Prof Dr I Made Bandem BA menyebut almarhum Ida Tjokorda Gde Agung Sukawati merupakan sosok pembaharu.

GIANYAR, NusaBali
Keluarga besar Puri Agung Ubud menggelar malam apresiasi tokoh perintis pariwisata budaya Bali Ida Tjokorda Gde Agung Sukawati (1910-1978) atas penghargaan Bintang Budaya Parama Dharma, di pelataran Pasar Tematik Ubud pada Sukra Pon Medangsia, Jumat (25/8) malam. Tokoh sentral Puri Agung Ubud ini semasa hidupnya telah memberi pengaruh besar atas perkembangan Ubud dan Bali.

Tanda penghormatan Anugerah Kebudayaan Indonesia berupa Bintang Budaya Parama Dharma ini disematkan langsung oleh Presiden Joko Widodo menjelang HUT ke-78 Kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Negara, Jakarta, pada 14 Agustus 2023.

Panglingsir Puri Ubud Tjokorda Gde Putra Artha Astawa Sukawati menyampaikan ucapan terima kasih setinggi-tingginya kepada Presiden RI Ir Joko Widodo, Gubernur Bali Wayan Koster, dan Bupati Gianyar Made Agus Mahayastra beserta jajaran yang sudah memberi apresiasi luar biasa terhadap almarhum Ida Tjokorda Gde Agung Sukawati dalam bentuk penghargaan maupun monumen yang berdiri gagah di Pasar Tematik Ubud. Penghargaan dimaksud di antaranya berupa Piagam Dharma Kusuma dan Piagam Karya Karana Pariwisata oleh Pemerintah Provinsi Bali. Oleh Pemerintah RI dianugerahi Bintang Wijaya Kusuma, Anugerah Adikarya Kreatif Bidang Seni Rupa, dan yang tertinggi Bintang Budaya Parama Dharma yang diserahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Jakarta pada 14 Agustus 2023 lalu.

“Kami keluarga besar Puri Agung Ubud menghaturkan terima kasih luar biasa pada pemerintah Indonesia. Ini yang membanggakan kami, dalam suasana beliau sudah almarhum nama beliau masih dikenang melalui penghargaan luar biasa,” ujar putra sulung almarhum dari pernikahan ketiga dengan Anak Agung Rai dari Puri Bungbungan ini.

Tjokorda Gde Putra Sukawati berharap penghargaan ini dapat memberi motivasi pada keluarga puri dan bermanfaat untuk masyarakat Indonesia. “Semoga semangat beliau tetap selamanya hidup sehingga dapat menjadi inspirasi bagi generasi-generasi penerus dalam menjaga dan memajukan Bali dengan tetap berpegang pada akar nilai kebudayaan Bali,” ujarnya.

Gubernur Bali Wayan Koster mengucapkan selamat kepada keluarga besar Puri Agung Ubud, karena almarhum Tjokorda Gde Agung Sukawati telah dianugerahi penghargaan sekaligus penghormatan Bintang Budaya Parama Dharma dari Presiden Republik Indonesia Ir Joko Widodo.


Gubernur Koster di hadapan Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace) bersama Tjok Putri Hariani Ardhana Sukawati, Bupati Gianyar I Made Agus Mahayastra, Panglingsir Puri Agung Ubud Tjokorda Gde Putra Sukawati, dan Tjokorda Gde Raka Sukawati beserta seluruh pelaku pariwisata Bali, menyampaikan bahwa penghargaan dan tanda penghormatan Bintang Budaya Parama Dharma yang diraih oleh Tjokorda Gde Agung Sukawati tidak saja memberi kebahagiaan bagi keluarga besar di Puri Agung Ubud.

“Namun juga membahagiakan seluruh masyarakat Bali,” kata Gubernur Koster.

Tjokorda Gde Agung Sukawati adalah Raja Ubud yang sekaligus merupakan budayawan Bali, yang telah berhasil menjalankan diplomasi kebudayaan, berhasil mengantarkan terwujudnya kolaborasi antarseniman di Ubud dan sekitarnya dengan seniman mancanegara seperti Walter Spies sampai Rudolf Bonnet, sehingga Tjokorda Gde Agung Sukawati menjadi pioner berkembangnya pariwisata Bali yang berakar pada seni dan budaya Bali.

Agus Mahayastra dalam sambutannya mengatakan berdirinya patung Tjokorda Gde Agung Sukawati di Pasar Tematik Ubud adalah sebuah capaian yang luar biasa. Sebab rencana pendirian patung ini sudah dipikirkan cukup lama, sebelum dirinya menjadi bupati. “Saya merasa beruntung, karena akhirnya bisa terwujud saat saya jadi bupati,” ucapnya.

Kata Agus Mahayastra, sosok almarhum Tjokorda Gde Agung Sukawati memang patut diteladani. “Beliau adalah tokoh budaya dan tokoh pariwisata. Penerimaan para Panglingsir Puri Ubud di zaman dulu terhadap kedatangan orang-orang besar dari berbagai negara di dunia, membawa perubahan dan efek ekonomi. Ubud kemudian menjadi pusat pengembangan pariwisata di Bali,” kata Agus Mahayastra.

Berkat pariwisata pula, Kabupaten Gianyar di bawah kepemimpinannya bisa membangun infrastruktur. “Sebulan saja pajak pariwisata dapat Rp 125 miliar, dari total PAD Rp 160 miliar. Dalam setahun bisa menyentuh Rp 1,5 triliun. Coba bayangkan tanpa pariwisata, apa yang bisa dipungut pajaknya? Sehingga saya bersyukur sekali, selama 5 tahun ini Gianyar bisa membangun pasar, sekolah, dan rumah sakit. Tentu tidak terlepas dari jasa beliau yang kita warisi dan nikmati hari ini,” ungkapnya.


Pada kesempatan itu, Agus Mahayastra mengaku kaget diberikan hadiah berupa sebilah keris. “Tak menyangka malam ini saya dikasih keris, senjata. Mudah-mudahan ini restu dari Puri Ubud untuk tiyang melanjutkan ngayah di Gianyar,” ujarnya.

Dari kacamata budayawan dan seniman Bali, Tjokorda Gde Agung Sukawati merupakan sosok pembaharu. Seperti diungkapkan Prof Dr I Made Bandem BA, bahwasanya almarhum telah berhasil mendirikan perkumpulan seniman Bali ‘Pitamaha’. Lembaga ini didirikan bersama kakaknya, Tjokorda Gde Raka Sukawati, Rudolf Bonnet, dan Walter Spies pada 1936. Lembaga ini bukan saja sebagai sebuah media pertemuan rutin para seniman Bali seperti pelukis, pematung, penabuh, dan penari untuk saling menilai dan membuat standar mutu karya mereka. Tetapi lembaga itu tampil sebagai gerakan sosial kesenian Bali yang memiliki aliran pemikiran khas dan menjadi tonggak perkembangan seni rupa modern Bali.

Pada malam apresiasi dihadiri Sekretaris Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Giri Adnyani, Gubernur Bali Wayan Koster, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, Panglingsir Puri Ubud, panglingsir puri di Bali, Wakapolda Bali, asosiasi pariwisata, praktisi pariwisata, budaya, seni, dan ratusan undangan terkait.

Sebagai pembuka acara dipentaskan Tari Sang Hyang Legong ‘Nundun Dedari’ yang diyakini dapat menetralisir vibrasi negatif. Selanjutnya dipentaskan ‘Topeng Tepis’ garapan Prof I Wayan Dibia yang mengisahkan peran penting almarhum Tjokorda Gde Agung Sukawati yang mengundang Walter Spies agar datang ke Bali untuk pertama kalinya sekitar tahun 1926. Malam apresiasi ditutup dengan pelepasan sejumlah burung merpati ke udara. 7 nvi

Komentar