nusabali

RUU Bahasa Daerah Ditarget Tuntas 2024

'Senator' Gde Agung Sebut Supres Sudah Turun untuk Pembahasan di DPR RI

  • www.nusabali.com-ruu-bahasa-daerah-ditarget-tuntas-2024

UU Bahasa Daerah adalah amanat konstitusi yakni pasal 32 ayat (2) UU Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

MANGUPURA, NusaBali
Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Bahasa Daerah akan segera dibahas secara Tripartit antara DPR RI, DPD RI dan pemerintah. Surat Presiden (Supres) Joko Widodo (Jokowi) untuk pembahasan RUU yang merupakan inisiatif DPD RI ini sudah turun. DPD RI sebagai inisiator menargetkan RUU Bahasa Daerah sudah ketok palu pada 2024 mendatang. 

Hal itu diungkapkan Anggota Komite III DPD RI, Daerah Pemilihan (dapil) Bali, Anak Agung Gde Agung di Puri Ageng Mengwi, Kecamatan Mengwi, Badung, Rabu (26/7) siang. 

Gde Agung yang menjadi salah satu pencetus RUU Bahasa Daerah menyebutkan, Supres turun pada 7 Juli 2023 lalu. Dalam Supres tersebut menugaskan Menteri Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi, Menteri Dalam Negeri serta Menteri Hukum dan HAM untuk bersama-sama maupun sendiri-sendiri mewakili pemerintah dalam pembahasan RUU Bahasa Daerah dengan DPR RI dan DPD RI. 

“Jadi kalau tidak ada halangan, pada 2024 mendatang RUU Bahasa Daerah bakal terwujud dan ketok palu,” ujar Gde Agung.

Kata Gde Agung, UU Bahasa Daerah sangat mendesak diwujudkan. Dirinya beberapa kali memberikan dukungan agar bahasa daerah mendapatkan pelindungan secara hukum. Panglingsir Ageng Puri Mengwi ini menceritakan, pada RDP (Rapat Dengar Pendapat) dengan Menteri Pendidikan, dirinya pernah mengusulkan agar dalam rekrutmen tenaga pendidik, ada formasi untuk guru bahasa daerah. 

“Saya katakan waktu RDP dengan Menteri Pendidikan saya mewakili Bali. Saya minta dalam rekrutmen tenaga pendidik ada formasi Guru Bahasa Daerah. Jawaban Mas Menteri Nadiem ketika itu akan berjuang. Saya paham tidak mungkin satu menteri memutuskan satu hal,” ujar Gde Agung.

Hingga akhirnya, kata Gde Agung, ada Panitia Musyawarah (Panmus) yang diputuskan pimpinan membidangi TPPU (Tim Panitia Perancang Undang-undang) DPD RI mendorong dihidupkan kembali usulan UU Bahasa Daerah. “Sejak saat itulah kita kerja keras menyusun materi RUU Bahasa Daerah. Kajian akademis pasal-pasal pun disampaikan,” tegas Bupati Badung Periode 2005-2010 dan 2010-2015 ini.

Kata Gde Agung, UU Bahasa Daerah adalah amanat konstitusi yakni pasal 32 ayat (2) UU Dasar Negara Republik Indonesia 1945. “Negara menghormati bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. Maka UU Bahasa Daerah  harus ada landasan konstitusinya. Maka kami usulkan UU Bahasa Daerah ini. Jadi RUU ini merupakan inisiatif DPD RI,” ujar Gde Agung seraya menyebutkan usulan RUU Bahasa Daerah mendapatkan dukungan para ‘Senator’ di Senayan.

Menurut Gde Agung, banyak pertimbangan dan alasan DPD RI mengajukan RUU Bahasa Daerah.  Mulai pertimbangan adanya ancaman punahnya bahasa daerah sebagai kekayaan bangsa. “Nilai-nilai budaya bahasa daerah ini sudah teruji dalam menghadapi tantangan global. Salah satu komunikasi budaya itu ada di bahasa daerah,” tegas Gde Agung.

Pertimbangan lainnya, kata Gde Agung, di dunia pendidikan sendiri, terutama para pemegang atau eksekutor tidak memberikan perhatian terhadap bahasa daerah. “Sangat kurang sekali perhatiannya. Sekolah jalan, tetapi perangkat pelaksanaan bahasa daerah tidak ada. Guru Bahasa Daerah saja tidak ada.  Karena formasi Guru Bahasa Daerah memang tidak pernah ada. Artinya tidak ada perhatian pemerintah. Yang ngajar bahasa daerah itu, guru kesenian, guru agama. Bahkan ada Guru Olahraga mengajar bahasa daerah. Nah ini lebih kacau lagi,” beber Gde Agung.

Untuk memberikan pengawalan kuat terhadap UU Bahasa Daerah, kata Gde Agung diperlukan aspek perencanaan, pelaksanaan, pelindungan, pengembangan serta pengawasan. “Orangnya harus ada, anggarannya ada dan kelengkapan juga ada. Pasal UU ini jumlahnya  46 pasal saja. Jadi harus ada anggaran pendukungnya yang berasal dari APBN dan APBD serta tanggungjawab sosial badan usaha. Sekarang nggak jelas, gaji gurunya darimana? Ini yang wajib diperhatikan pemerintah,” ujar Gde Agung.

Gde Agung mengatakan, untuk sekarang ini, Pemerintah Daerah Provinsi Bali dan Kabupaten/Kota sudah ada niat melestarikan bahasa daerah. Dengan adanya kegiatan Bulan Bahasa, Masatua (bercerita) dengan bahasa daerah dan kegiatan lainnya. “Hanya saja itu tidak cukup. Terus terang sifatnya semacam kerelaan, bukan kewajiban. Jadi tidak wajib mengembangkan. Maka harus ada UU Bahasa Daerah yang nantinya mewajibkan,” tegas Gde Agung.n nat

Komentar