nusabali

Hati-Hati Memakan Daging Babi yang Tak Diolah, Berikut Penjelasannya

  • www.nusabali.com-hati-hati-memakan-daging-babi-yang-tak-diolah-berikut-penjelasannya

DENPASAR, NusaBali.com – Beberapa hari terakhir, satu keluarga yang berasal dari Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, Gianyar, diduga terinfeksi penyakit Meningitis Streptococcus Suis (MSS), diduga hal itu terjadi usai mengonsumsi 'lawar plek' yang diolah sendiri.

Lawar plek sendiri merupakan olahan makanan khas Bali berbahan dasar daging babi mentah dan bumbu Bali. Makanan yang memang sudah ada sejak dahulu ini, kini menimbulkan berbagai pertanyaan apakah layak dikonsumsi atau tidak.

Merespons masalah tersebut, Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr Cokorda Agung Wahyu Sp PD menerangkan lebih lanjut soal penyakit Meningitis Streptococcus Suis (MSS). Ia menjelaskan penyakit MSS disebabkan oleh bakteri Streptococcus suis dan bakteri ini sering kali berada di daging babi. Akan tetapi, lanjut dia apabila pengolahan daging babi dilakukan dengan cara yang baik dan benar, seharusnya tidak akan sampai menginfeksi manusia.

“Pada kasus dimana daging babi diolah dengan kurang baik atau dimakan secara mentah (misal dalam lawar merah), maka ada kemungkinan kita dapat terinfeksi Streptococcus suis sehingga dapat menyebabkan meningitis,” terangnya saat dikonfirmasi pada Kamis (27/4/2023) pagi.

Lebih lanjut ia menjelaskan, penelitian menunjukkan bahwa kematian akibat infeksi streptococcus suis mencapai 12 persen saja. Namun ia berpesan, hal ini bukan menjadi alasan bagi masyarakat untuk tidak menjaga kebersihan makanan yang dikonsumsinya.

“Sebanyak 12 persen itu tetap saja angka kematian yang tinggi, jika kita bandingkan dengan data Covid-19 di Word Health Organization (WHO) yang persentase kematiannya hanya 3 sampai 5 persen,” beber pria yang juga berprofesi sebagai dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana itu.

Soal dampak yang dapat ditimbulkan oleh bakteri Streptococcus suis (S.suis) itu, disebutkan dr Cok Wahyu paling sering menyebabkan meningitis dan memiliki gejala seperti demam, sakit kepala, dan muntah. Selain itu, terang dia dapat ditemukan pendarahan kulit, sepsis, endokarditis, artritis, bronkopneumonia, dan sindrom syok toksik.

“Komplikasi khas dari infeksi S. suis adalah ketulian yang cenderung menetap,” lanjutnya.

Sementara, masa inkubasi dari penyakit tersebut berkisar dari beberapa jam hingga dua minggu. Masa inkubasi tersebut yakni selang waktu yang berlangsung bakteri pertama kali masuk ke tubuh hingga gejala-gejala pertama kali muncul.

“Sehingga pengobatan yang tepat yakni menggunakan antibiotik golongan beta laktam dan kortikosteroid. Obat-obatan ini keras dan hanya boleh diberikan atas resep dokter karena memiliki efek samping yang berbahaya apabila tidak diawasi oleh dokter. Masyarakat juga harus lebih berhati-hati dalam memakan daging babi yang tidak diolah dengan matang,” pesannya. *ris

Komentar