nusabali

Perupa Ngurah Paramartha Pameran Bertajuk 'Kadaut'

  • www.nusabali.com-perupa-ngurah-paramartha-pameran-bertajuk-kadaut

DENPASAR, NusaBali.com - Perupa Anak Agung Ngurah Paramartha, 48, menggelar pameran tunggal di Santrian Art Gallery pada 7 April hingga 31 Mei 2023. Pameran dengan tajuk 'Kadaut' atau bermakna 'keterpikatan' tersebut menghadirkan 13 karya lukisan di atas kanvas dan 3 patung berbahan dasar plat fiber glas dan plat logam.

Sesuai dengan temanya Kadaut, karya-karya yang dipamerkan menggambarkan keterpikatan Paramartha terhadap lapisan-lapisan warna yang ia goreskan sedari awal pada karyanya. Goresan-goresan di awal menuntunnya lebih lanjut dalam mengkonstruksi figur-figur atau objek-objek yang hadir dalam setiap karya. 

"Kadaut dalam artian terpikat, terpesona, kepada sesuatu benda atau wujud yang tampak maupun tidak tampak yang bisa dilihat oleh si pelaku sendiri," ujar Paramartha dalam konferensi pers pamerannya di Santrian Art Gallery, Sanur, Kamis (6/4/2023). 

Keterpikatan pula yang memantik Paramartha melakukan pameran kali ini yang merupakan pameran tunggalnya yang ketiga selama karier seni rupanya.

Alumnus STSI Denpasar ini mengatakan warna-warna yang saling berkomplementer dan saling tumpang tindih yang ia torehkan secara ekspresif dan bebas menjadi pengalaman-pengalaman yang membebaskan baginya.

Karya-karya yang dipamerkan Paramartha dibuatnya dalam dua tahun terakhir. Paramartha sendiri menyebut karya-karyanya mengusung konsep figuratif naratif.

Karya-karyanya kali ini banyak terinspirasi kisah pewayangan yang tertuang dalam dua epos paling terkenal Ramayana dan Mahabarata. Seperti misalnya dalam karya lukisan yang berjudul 'Facing The Goddes of Fortune' menggambarkan sosok Dewi Sita dan Rahwana, atau kisah kepahlawanan dan pengorbanan Bisma dalam epos Mahabarata digambarkan dalam karya yang berjudul 'The End of a Service'. 

Pada dua karya tersebut terlihat interpretasi Paramartha atas ikonografi wayang yang secara tradisional memiliki struktur ikonografi atau kerap disebut sebagai pakem, dikembangkan dan dipadukan dengan gaya visual naifis dan hamparan warna-warna yang saling bertumpang tindih pada karyanya. 

"Kalau di buku-buku Rahwana banyak ditampilkan menggendong Dewi Sita. Kalau di sini saya tampilkan Dewi Sita diberikan jamuan di Alengka oleh Rahwana, karena sebenarnya Rahwana mencintai Dewi Sita tidak ada niat menyakiti," tutur Paramartha menceritakan lukisan 'Facing The Goddes of Fortune'. 

Sementara itu penulis seni rupa pada pameran ini I Made Susanta Dwitanaya, menyampaikan untuk membaca proses kreatif dan karya yang dihadirkan oleh Ngurah Paramartha dalam pameran tunggalnya ini kita dapat memakai dua sandaran, yakni estetika objektif dan estetika subjektif secara sekaligus. 

"Sebagai pelukis Ngurah Paramartha tentu saja menyadari sepenuhnya proses dan pengalaman-pengalaman indrawi dan psikis yang ia rasakan dalam kegiatan melukisnya. Artinya melukis adalah aktivitas yang empirik baginya. Lalu hasil dari pengalaman-pengalaman tersebut menubuh dalam fenomena artistik yang terhampar pada selembar kanvas atau pada selembar plat fiber glas dan plat logam sebagai medium karyanya," ujar akademisi Universitas PGRI Mahadewa Indonesia ini.*cr78

Komentar