nusabali

Nelayan Tanjung Benoa Kesulitan Peroleh BBM

  • www.nusabali.com-nelayan-tanjung-benoa-kesulitan-peroleh-bbm

Wijaya mengatakan permasalahan ini sudah dirapatkan dengan sejumlah pihak dan instansi terkait, semoga para nelayan dapat memahami.

MANGUPURA, NusaBali

Sekelompok nelayan di Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, mesadu kepada prajuru adat, lantaran kesulitan mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) untuk melaut. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) yang ada di Tanjung Benoa, disebut tak lagi menyedikan BBM jenis pertalite yang nelayan butuhkan.

Bendesa Adat Tanjung Benoa Made Wijaya, membenarkan kelompok nelayan mengeluhkan kesulitan mendapatkan BBM. Kelompok nelayan tersebut tergabung dalam Persatuan Kelompok Nelayan Desa Adat Tanjung Benoa, yakni Kelompok Nelayan Panca Sari, Kelompok Nelayan Mawar Kuning 2, Kelompok Nelayan Segara Ning, Kelompok Nelayan Mina Bahari, Kelompok Nelayan Segara Hyu, Kelompok Nelayan Merta Segara, Kelompok Nelayan Jepun Putih, Kelompok Nelayan Mekar Sari, Kelompok Nelayan Mawar Kuning 1. Sedangkan satu lagi yakni dari Asosiasi Glass Bottom Boat Segara Wisesa.

Menurut Wijaya, permasalahan ini sudah dirapatkan dengan sejumlah pihak dan instansi terkait di Kantor Desa Adat Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kamis (26/1). “Jadi tadi (kemarin) sudah digelar rapat dengan menghadirkan pengelola SPBN serta dinas terkait di jajaran pemerintah Kabupaten Badung. Hasilnya terbilang sudah mampu menjawab kegelisahan para nelayan,” kata Wijaya.

Wijaya menjelaskan, jika cikal bakal berdirinya SPBN di Tanjung Benoa adalah untuk memenuhi kebutuhan nelayan. Namun setelah berdiri ternyata dalam beberapa bulan terakhir ini tidak lagi menyediakan BBM jenis pertalite. Alasan tidak dijual kembalinya pertalite itu karena adanya perubahan status dari SPBN menjadi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN). “Perubahan status ini langsung dibeberkan oleh management sendiri, sehingga keberadaannya bukan lagi hanya untuk memenuhi kebutuhan para nelayan saja,” jelasnya.

Terkait perubahan status, lanjut Wijaya, pihak management beralasan karena selama ini stok pertalite lama habisnya, lantaran jumlah nelayan tangkap di Tanjung Benoa tidak banyak. Kebanyakan di antaranya notabene merupakan nelayan pariwisata. “Jadi tadi mereka sudah berterus terang, kalau bertahan hanya menyediakan pertalite, secara perhitungan bisnis itu dirasa kurang menguntungkan, sehingga akhirnya diubahlah menjadi SPBUN,” kata Wijaya.

Setelah mendengar secara langsung penjelasan dan mengacu hasil pertemuan yang telah dilakukan, Wijaya berharap para nelayan dapat memahami kondisi yang terjadi. Terlebih berdasarkan penjelasan dari Dinas Perikanan Badung, masih ada SPBU alternatif untuk membeli pertalite yang lokasinya dekat dengan Tanjung Benoa. Namun itu khusus untuk nelayan tangkap, dengan menunjukkan Kartu Pelaku Usaha Perikanan dan Kelautan (Kusuka) dan surat rekomendasi dari Dinas Perikanan Badung.

“Saya tegaskan, jangan sampai kejadian terdahulu terulang lagi, di mana ada pihak yang memanfaatkan kartu nelayan tidak pada mestinya. Karena kartu dan rekomendasi itu hanya berlaku untuk nelayan tangkap, bukan nelayan pariwisata. Kalau melanggar tentu ada konsekuensi,” tegasnya. *dar

Komentar