nusabali

Kerajinan Kerang Tiram Pemuteran Merambah Eropa

  • www.nusabali.com-kerajinan-kerang-tiram-pemuteran-merambah-eropa

SINGARAJA, NusaBali
Di wilayah Kecamatan Gerokgak, Buleleng, khususnya di Desa Penyabangan, ada banyak petani pembudidaya kerang mutiara.

Hal ini membuat kerang tersebut cukup melimpah. Namun sebagian besar petani hanya mengincar batu permata yang dihasilkan dari kerang tersebut atau yang biasa disebut mutiara. Sementara kulitnya, tak dimanfaatkan.

Hal ini yang menginspirasi warga desa setempat, Zubaidi, 43, membuat ide kreatif memanfaatkan kulit kerang tersebut. Limbah kulit kerang ia manfaatkan menjadi sejumlah karya seni bernilai. Bahkan, produk olahannya tersebut sudah terjual hingga ke Eropa. Dari membuat kerajinan itu, ia bisa meraup untung hingga jutaan rupiah setiap bulan.

Zubaidi mulai membuat kerajinan dari bahan kulit kerang tiram sekitar tahun 1997. Model kerajinan yang dibuat kala itu masih sederhana. Berupa tatakan gelas, yang cara pembuatannya dipelajari secara otodidak.

Berawal dari keisengan, karyanya itu rupanya diminati oleh wisatawan manca negara, yang berlibur di Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak.

"Pertama nyoba bikin karena iseng saja, karena banyak limbah kulit kerang dan tidak dimanfaatkan. Petani budidaya kan hanya mengambil mutiaranya kemudian kulitnya dibuang. Begitu saya bikin bentuk gelas ternyata laku dijual, ada wisatawan di Pemuteran yang menawar," ujarnya, Senin (23/1).

Zubaidi pun memutuskan untuk menambah bentuk kerajinannya, seperti jam dinding, bingkai kaca, piring, mangkuk, kotak tisu, anting, hingga ikan arwana. Harga kerajinannya itu dijual dengan harga bervariasi, mulai dari Rp 50 ribu hingga Rp 5 juta tergantung besar kecilnya bentuk dan tingkat kerumitannya.

Kerajinan limbah kulit kerang tiram itu terjual hingga ke Eropa dan Australia. Namun penjualannya diakui Zubaidi masih melalui pengepul. Sebab Zubaidi belum mempunyai galeri sendiri untuk memasarkan karyanya. Akibat penjualan melalui pengepul, omzet yang didapatkan pun belum maksimal. Namun ia bisa meraup untung hingga sekitar Rp 5 juta per bulan.

"Saya belum punya galeri. Jadi penjualannya masih lewat pengepul. Nanti pengepulnya yang menitipkan di galeri-galeri yang ada di Denpasar, Ubud, Kuta, atau luar negeri. Kalau lewat pengepul,  harga bisa tiga kali lipat lebih mahal. Tapi ada beberapa tamu yang datang ke rumah saya, untu melihat secara langsung proses pembuatannya," katanya.

Ia menyebutkan, membuat kerajinan dari limbah kulit kerang tiram ini dimulai dari pembuatan kerangka dari bahan fiber dan resin. Selanjutnya kulit kerang bagian dalam dibersihkan dengan menggunakan mesin gerinda. Setelah itu kulit dipotong-potong, lalu ditempel pada kerangka.

"Setelah semua tertempel, diamplas lagi hingga halus. Selama ini saya kerja sendiri. Untuk membuat model ikan arwana biasanya butuh waktu dua hari. Perajin kulit kerang di Desa Pemuteran sekarang ada sekitar 15 orang. Kami membentuk kelompok namanya Kelompok Sari Mutiara," jelasnya.

Dalam sebulan, ia mampu menghabiskan hingga 1 kuintal kulit kerang. Namun tidak seluruhnya dapat digunakan untuk kerajinan. Sebab ada beberapa kulit yang ditemukan dalam keadaan rusak atau tidak mulus. Kulit kerang itu dibeli oleh Zubaidi dari petani yang ada di Desa Penyabangan, Banyupoh dan Sumberkima.

Menurutnya, jika ada permintaan khusus, Zubaidi juga kerap membeli kulit kerang dari Selandia Baru yang memiliki warna unik seperti pelangi. "Kerang Selandia Baru  mahal, sekitar Rp 300 ribu per kilo. Kalau kerang lokal dulu cuma Rp 10 ribu per kilo. Sekarang juga sudah naik jadi Rp 70 ribu per kilo, karena sudah banyak yang mengolah jadi kerajinan tangan," tutupnya. *mz

Komentar