nusabali

Mengubah Perilaku Warga Sulit, Perda KTR Tidak Berjalan Optimal

Lebih Dekat dengan Balita Stunting, Pengaruh Lingkungan dan Kebijakan Pemerintah di Buleleng

  • www.nusabali.com-mengubah-perilaku-warga-sulit-perda-ktr-tidak-berjalan-optimal

Dalam hal pengawasan dan penegakan Perda KTR, pemerintah masih mengedepankan upaya persuasif, juga berupaya melakukan upaya promotif dan inovatif.

SINGARAJA, NusaBali

Penerapan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Perda Nomor 2 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dinilai belum maksimal. Pemerintah Kabupaten Buleleng mengusulkan pembentukan perda itu pada 2015 lalu. Alih-alih menerapkannya, pemerintah justru abai menerapkan aturan tersebut.

Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna menyebut Perda KTR sudah ketok palu pada 2015 lalu. Bahkan sudah direvisi pada 2018. Tapi hingga kini perda itu tidak diterapkan. Pemenuhan sarana penunjang sebagaimana perintah perda, belum disediakan. Contohnya area merokok pada fasilitas umum.

Sejauh ini pemerintah baru bisa menyediakan imbauan berupa papan plat yang bertuliskan Kawasan Tanpa Asap Rokok. “Padahal dalam Perda sejumlah hal harus disiapkan, misal smooking area. Ini belum jalan sama sekali,” jelas Supriatna. Menurutnya, DPRD sebagai lembaga kontrol sudah sering mengingatkan pemerintah. Seluruh produk perda harus ditindaklanjuti oleh instansi terkait. Terutama pemenuhan sarana fisik, insfrastruktur penunjang, hingga SDM yang mengawasi penerapan Perda.

Sayangnya upaya legislatif mengingatkan eksekutif, dianggap angin lalu. Penegakan perda tak dilakukan. Bukan hanya pada Perda KTR. Tapi juga pada perda lainnya.

“Kalau memang ada kendala harus dicarikan solusi. Kami siap mengawal anggaran jika memang benar-benar diperlukan. Semisal kebutuhan SDM di Satpol PP. Kalau memang diperlukan kenapa tidak. Kami di DPRD selalu support,” tegas pria yang juga Sekretaris DPC PDIP Kabupaten Buleleng ini.

Supriatna pun tidak menginginkan pembentukan perda menjadi sia-sia. Apalagi anggaran yang dikeluarkan untuk membuat perda tidak sedikit. Supriatna menegaskan ukuran produktif atau tidaknya legislatif di sebuah daerah, bukan dinilai dari jumlah perda yang dihasilkan. Tetapi lebih pada efektivitas perda yang membawa perubahan di masyarakat. “Produktif tidaknya bukan dari berapa jumlah perdanya. Kalau tidak jalan buat apa ada banyak perda tetapi tidak ada artinya,” kata politisi asal Buleleng timur ini.

Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Buleleng, dr Sucipto, membantah tudingan bahwa Perda KTR tidak berjalan. Perda pengendalian rokok ini sudah berjalan dan sudah dilihat sejumlah perubahan di masyarakat. Meskipun capaian dan pengaruh perda diakui Sucipto belum maksimal.

Hanya saja pembentukan Perda KTR di Buleleng sedikit terlambat. Padahal pencemaran lingkungan oleh asap rokok dan perilaku merokok masyarakat semakin tak terkendali. Sucipto menyebut, anak sekolah dasar juga mulai mencicipi rokok.

“Perda KTR ini merupakan program nasional sebagai upaya pemerintah mengurangi perokok dan juga rokok di Indonesia. KTR ini bukan melarang orang merokok tetapi mengatur tempat yang tepat untuk merokok,” jelas Sucipto. Sucipto menegaskan Perda KTR sudah berjalan. Pemerintah telah menyiapkan tempat khusus merokok. Termasuk menentukan dan memasang tanda KTR. Baik itu di lembaga pemerintah maupun fasilitas umum yang dikelola pemerintah.

Ia mengklaim penerapan Perda KTR di Buleleng sudah membawa perubahan yang cukup signifikan. Hal itu dilihat dari perubahan perilaku perokok. Ia mencontohkan pegawai pemerintahan sudah mulai menempatkan diri ketika merokok. Mereka tak lagi merokok di tempat sembarangan atau di dalam ruangan.

“Teman-teman kalau saya lihat merokoknya pasti di belakang atau di kantin, tempat terbuka. Tidak lagi seperti dulu, di ruangan. Memang masih ada satu dua pelanggaran, karena mengubah perilaku memang agak sulit. Tidak bisa instan,” ucap Sucipto. Sementara dalam hal pengawasan dan penegakan Perda KTR, pemerintah masih mengedepankan upaya persuasif. Selain itu, Dinkes juga berupaya melakukan upaya promotif dan inovatif.

Salah satunya lewat Puskesmas Buleleng III. Di fasilitas layanan kesehatan tersebut, Dinkes membuka klinik Upaya Berhenti Merokok (UBM). Klinik ini didirikan pada 2019 silam. Tujuannya mengurangi perokok aktif di masyarakat. “Harapan pemerintah tentu agar masyarakat tidak merokok. Memang mencapai angka nol masih sulit, karena merokok menyebabkan ketergantungan,” katanya.

Klinik UBM di Puskesmas III Buleleng selama ini membantu masyarakat yang ingin berhenti merokok melalui terapi. Sayangnya program inovasi ini selama masa pandemi macet. Petugas medis sedang berfokus dalam penanganan Covid-19.

Di sisi lain, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Buleleng, Ida Bagus Suadnyana tak menampik bahwa penegakan Perda KTR belum maksimal. Alasan utamanya karena pandemi Covid-19. Selain itu, menurut Suadnyana, Satpol PP Buleleng memiliki keterbatasan personel. Jumlah personel yang ada tidak sebanding dengan banyaknya tugas pengawasan dan penertiban.

“Kalau kondisi normal kami masih bisa lakukan dengan membagi tim-tim kecil. Sekarang personil habis untuk penanganan covid-19,” kata Suadnyana yang merangkap jabatan Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Setda Buleleng. Keterbatasan pengawasan dan penegakan perda diakuinya tidak hanya terjadi pada Perda KTR saja. Tetapi juga Perda-Perda lainnya. Seperti Perda Ketertiban Umum dan Perda Pengelolaan Sampah.

“Pedagang di trotoar misalnya, kami selama pandemi ini hanya imbauan saja tidak berani menerapkan sanksi. Kami paham kondisi ekonomi sekarang.  Jadi serba salah. Sehingga lebih mengedepankan pembinaan secara persuasif saja,” ucap mantan Kadisdukcapil ini. Namun Suadnyana mengklaim Perda KTR telah memberikan perubahan cukup signifikan. Secara kasat mata, masyarakat lebih tertib saat merokok. “Mereka tidak lagi merokok sembarangan. Tidak di dekat anak-anak. Lebih banyak merokok di ruang terbuka,” imbuhnya.

Lebih lanjut Suadnyana mengatakan, penegakan Perda KTR tak bisa dibebankan pada pemerintah semata. Namun juga perlu dukungan dan kesadaran masyarakat. Contohnya, tidak merokok pada ruang tertutup atau merokok dekat dengan anak dan ibu hamil. “Kami tetap optimis dengan adanya peratuan sebagai kontrol, perokok dipaksa untuk tidak merokok sembarangan. Kemudian terpaksa merokok pada tempatnya. Seiring berjalannya waktu akan menjadi terbiasa mengurangi atau tidak merokok,” kata  Suadnyana. *k23

Komentar