nusabali

Putri Koster Wujudkan Impian Luncurkan Trilogi Puisi Merah

Di Tengah Kesibukan Jadi Istri Gubernur dengan Jabatan Ketua TP PKK Provinsi Bali dan Ketua Dekranasda Provinsi Bali

  • www.nusabali.com-putri-koster-wujudkan-impian-luncurkan-trilogi-puisi-merah

Trilogi Puisi Merah karya Putri Suastini Koster terdiri dari tiga buku antologi puisi, masing-masing berjudul Bunga Merah (2017), Rumah Merah (2018), dan Merah Putih (2019)

DENPASAR, NusaBali

Sosok Ni Putu Putri Suastini, 55, selama ini dikenal sebagai seniwati multitalenta dan pembaca puisi yang memukau di panggung. Dalam berbagai kesibukannya mendampingi Gubernur Bali I Wayan Koster, Ketua TP PKK Provinsi Bali dan Ketua Dekranasda Provinsi Bali ini kerap unjuk kepiawaian membaca puisi. Kemampuannya pun semakin lengkap ketika Putri Suastini Koster berhasil menyelesaikan Trilogi Puisi Merah, yang sudah diluncurkan 2 tahun lalu.

Buku Trilogi Puisi Merah tersebut diberikan Putri Suastini Koster kepada pada undangan yang hadir dalam peluncuran buku kumpulan puisi berjudul ‘Blengbong’ yang didedikasikan untuk mahaguru penyair Umbu Landu Paranggi, di halaman Gedung Kriya Taman Budaya Provinsi Bali, Jalan Nusa Indah Denpasar, Selasa (25/5) malam. Kebetulan, malam itu Putri Koster didaulat pihak Jatijagat Kampung Puisi Bali untuk melaunching buku Blengbong berisi kumpuan puisi dari para Penyair Post Budaya didikan Umbu Landu Paranggi.

Putri Koster mengakui beberapa teman mendorongnya untuk meluncurkan buku antologi puisi. Dorongan tersebut timbul lantaran sering melihat keterlibatan Putri Koster dalam acara-acara pembacaan puisi.

"Saya buatnya satu per satu. Jadi, sebenarnya saya bukan penulis puisi, tetapi ada teman-teman seperti Denok Kristiyanti yang mendorong untuk melatih bikin puisi. Karena selama ini kan seringnya baca puisi orang," kenang Putri Koster saat ditemui NusaBali seusai peluncuran buku Blengbong, Selasa malam.

Menurut Putri Koster, keinginan menuangkan puisi ke dalam tulisan sudah dilakoninya sejak tahun 2011. Ketika pembacaan puisi di Jogjakarta, salah seorang teman menyarankannya untuk membuat akun facebook. Putri Koster yang awalnya paranoid dengan media sosial, justru memanfaatkan media facebook (FB) untuk mengunggah sebagian karya-karya puisinya. Sebagian puisinya lagi disimpan di laci ruang kerja dan komputer.

"Tidak bagus memang karya puisinya. Tetapi, saya mencoba menuangkan apa yang ada di pikiran menjadi tulisan. Awal-awal masih jelek puisinya. Bu Denok yang bantu mengedit. Saat ingin membukukan puisi, ada juga Wayan Suardika yang membantu mengedit dan mengkurasi puisi supaya layak untuk dibaca," kenang tokoh perempuan kelahiran Desa Padangsambian Kaja, Kecamatan Denpasar Barat, 27 Januari 1966, yang menikah ke Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini.

Ada pun Trilogi Puisi Merah karya Putri Koster terdiri dari tiga buku antologi puisi, masing-masing berjudul Bunga Merah (2017), Rumah Merah (2018), dan Merah Putih (2019). Versi Putri Koster, ada semacam benang merah yang didapatkan dari ketiga judul buku tersebut, yakni diikat dengan kata ‘Merah’.

Putri Koster mengakui, warna merah merupakan warna kesukaannya. Filosofi kata merah bisa berarti darah yang bisa memiliki arti kiasan cukup banyak. Misalnya saja, tumpah darah yang berarti tempat kelahiran, titik darah penghabisan yang berarti perjuangan hingga napas terakhir.

Kata merah juga berarti berani, membara, dan semangat yang tidak kunjung padam. "Merah bagi saya artinya semangat. Semangat apa yang ada di pikiran, semangat kemanusiaan, dan semangat cinta tanah air," kata jebolan SMAN 1 Denpasar dan Fakultas Ekonomi Unud ini.

Menurut Putri Koster, antologi puisi berjudul Bunga Merah adalah antologi puisi perdananya yang berisi endapan catatan puitiknya tentang banyak hal. Meski hanya sebagai ibu rumah tangga, namun kegiatan budaya dan sosialnya membuat Putri Koster melihat dan merasakan banyak hal, yang kemudian diungkapkan secara kontemplatif melalui ratusan puisinya.

Sedangkan antologi puisi Rumah Merah, menghadirkan tema besar tentang kemanusiaan yang bagi Putri Koster sangat berarti dalam hidupnya. Selain di bidang sastra, dia juga sangat peduli pada kegiatan kemanusiaan terutama perhatiannya kepada anak-anak dan pendidikan. Inilah yang sesungguhnya mewarnai puisi-puisi dalam antologi puisi Rumah Merah.

Sementara, antologi puisi Merah Putih karya Putri koster nampak lebih memberi aksen pada kehidupan berbangsa. Putri merasa harus menuangkan sejumlah pengalaman puitiknya yang berkaitan dengan rasa kebangsaan, seperti situasi di ranah politik kekuasaan dan kecintaan pada tanah air.

Tiga buku kumpulan puisi ini adalah ekspresi literasi Putri Koster yang sambung menyambung menjadi satu, yang menggambarkan perjalanan atas rasa indrawi nurani dan intuisinya terhadap realitas yang ditemui dalam hidupnya.

Tokoh perempuan yang sempat menjadi jawara Lomba Pidato Tingkat Nasional ini mengakui, dalam menuntaskan Trilogi Puisi Merah, tidak ada target khusus. Puisi-puisi yang dibuatnya ditulis ketika sempat ataupun sedang waktu senggang di sela kesibukannya mendampingi Gubernur Bali. Setelah peluncuran Trilogi Puisi Merah ini, Putri Koster mengaku akan terus menulis puisi hingga membukukannya kembali.

"Pokoknya, sesempatnya saja. Saya nggak ada target sebelumnya. Setiap ada inspirasi, saya tulis di facebook. Kalau sudah ada 100, saya jadikan buku antologi puisi lagi. Semoga akhir tahun ini ada lagi, karena sudah terkumpul beberapa puisi," tandas ibu dua anak perempuan dari pernikahannya dengan Gubernur Koster ini.

Putri Suastini Koster sendiri sejak remaja sudah aktif dalam seni sastra dan teater. Dia pernah bergabung dalam Teater Angin, Sanggar Macan Tutul, Teater Mini Badung, Teater Agustus, hingga Sanggar Putih. Dia dikenal sebagai pembaca puisi dengan karakter yang kuat dan sering menjuarai lomba baca puisi.

Putri Koster juga dikenal sebagai aktivis. Antara lain, sempat jadi pengurus KNPI Bali dan Pemuda Pancasila Bali. Dia pun sempat dilamar menjadi caleg oleh PDIP, namun ditolaknya karena pilih mengikuti sang suami, Wayan Koster, ke Jakarta. *ind

Komentar