nusabali

Candi Tebing Tegallinggah Resmi Jadi Daya Tarik Wisata

Peninggalan Abad XII, Situsnya Ditemukan Ahli Purbakala Asal Belanda

  • www.nusabali.com-candi-tebing-tegallinggah-resmi-jadi-daya-tarik-wisata

Berdasarkan kesepakatan, 70 persen penghasilan dari objek wisata Candi Tebing Tegallinggah masuk ke Pemkab Gianyar, sementara 30 persen lagi jadi hak Desa Adat Tegallinggah, Kecamatan Blahbatuh

GIANYAR, NusaBali

Pemkab Gianyar tetapkan Candi Tebing Tegallinggah di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar sebagai Daya Tarik Wisata (DTW). Penetapan Candi Tebing Tegallinggah sebagai DTW ini diresmikan Kepala Dinas Pariwisata Gianyar, AA Gde Putrawan, bertepatan dengan peringatan World Tourism Day (Hari Pariwisata Internasional), Jumat (27/9). Candi Tebing Tegallingah diperkirakan merupakan warisan abad XII, yang situsnya ditemukan kembali oleh ahli purbakala asal Belanda.

AA Gde Putrawan menyebutkan, penetapan DTW ini dilakukan karena selain memiliki nilai historis dan religius, Candi Tebing Tegallinggah juga sejak lama telah mampu menarik wisatawan. Belakangan, candi ini bahkan kerap dijadikan lokasi foto preweding

“Melihat potensinya dan sekaligus untuk menjaga kelestarian situs-situs purbakala yang terdapat di kawasan Candi Tebing Tegallinggah, maka Pemkab Gianyar melalui Dinas Pariwisata mengadakan kesepakatan bersama dan perjanjian kerjasama dengan Desa Adat Tegallinggah terkait diresmikannya DTW Candi Tebing Tegallinggah ini,” jelas Putrawan.

Dengan kerjasama ini, kata Putrawan, pengelolaan objek wisata Candi Tebing Teggalinggah nantinya dikolaborasikan antara Dinas Pariwisata Gianyar, Balai Cagar Budaya, dan penggiat pariwisata dari desa setempat. “Dengan diresmikannya DTW Candi Tebing Tegallinggah ini, tentu kami secara kedinasan sudah bisa memungut retribusi dari penjualan tiket masuk,” papar Putrawan.

Menurut Putrawan, sesuai perjanjian, sudah disepakati pembagian hasil nantinya 70 persen untuk pemerntah (Dinas Pariwisata Gianyar) dan 30 persen untuk Desa Adat Teggallinggah. “Semoga hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan dan memberikan manfaat secara ekonomi bagi masyarakat sekitar,” harap Putrawan.

Putrawan menegaskan, perjanjan kerjasama pengelolaan DTW Candi Tebing Tegallang ini berlaku selama 5 tahun ke depan. Jika jangka waktu perjanjian sudah berakhir, maka perjanjiannya akan diperbaharui lagi.

Disebutkan, dalam hal pengelolaan DTW Candi Tebing Tegallalang, Dinas Pariwisata sudah bersinergi dengan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) desa setempat, sehingga nantinya lebih leluasa melakukan penataan. Versi Putrawan, penataan objek wisata Candi Tebing Tegallalang sebenarnya sudah jalan sejak dulu, seperti parkir, toilet, dan beberapa sarana penunjang wisata lainnya. “Ini tinggal disesuaikan saja,” katanya.

Paparan senada juga disampaikan Bendesa Adat Tegallinggah, I Ketut Riman SPd. Menurut Ketut Riman, jauh sebelum peresmian destinasi oleh Dinas Pariwisata Gianyar, Desa Tegallingah sudah memiliki kelompok penggiat wisata yang tujuannya sebagai penunjang objek Candi Tebing Tegallalang.

Salah satunyanya, ada pengembangan wisata water tubing di jalur DAS (Daerah Airan Sungai) Pakerisan dan wisata treking di sekitar pesawahan. “Ke depan, kami juga rencananya akan melengkapi dengan wisata kuliner dan beberapa aktivitas wisata penunjang lainnya,” ungkap Ketut Riman.

Sementara itu, Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesra Setda Gianyar, I Wayan Suardana, mengatakan dengan diresmikannya DTW Candi Tebing Tegallinggah, akan berpengaruh besar terhadap perkembangan wisata di Desa Tegallinggah. Hal ini sesuai dengan program yang dicanangkan pemerintah pusat untuk mengembangkan desa-desa wisata, guna menggali berbagai potensi desa di bidang kepariwisataan.

“Saya berharap dengan diresmikan DTW Candi Tebing Tegallingah ini, akan memberikan kesan positif dari para wisatawan, yang pada akhirnya berkontribusi pada pengembangan pariwisata di Kabupaten Gianyar,” harap Wayan Suardana, Jumat kemarin.

Diwawancarai terpisah, penggiat pariwisata Desa Tegallinggah, IB Suadi Putra, mengatakan Candi Tebing Tegallinggah ini awalnya ditemukan oleh Krijsman, seorang ahli purbakala dari Belanda. Candi Tebing Tegallinggah ini diperkirakan sebagai bangunan peninggalan abad XII. “Candi Tebing Tegallinggah ini berkaitan erat dengan Candi Tebing di Objek Wisata Gunung Kawi, Desa/Kecamatan Tampaksiring yang terletak di DAS Pakerisan,” jelas Suadi Putra kepada NusaBali, Jumat kemarin.

Sesuai namanya, bangunan Candi Tebing Tegallinggah ini secara langsung dipahat pada dinding tebing. Awalnya, masyarakat menyangka kalau pahatan yang ada di dinding tebing tersebut merupakan sebuah pintu gerbang (gapura). Namun, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Krijsman di masa silam, ditemukan fakta berbeda.

“Peneliti dari Belanda itu (Karijsman, Red) menjumpai tangga yang bisa dipakai untuk menuju ke bagian atas candi. Di situ dia juga menemukan keberadaan candi secara lengkap di beberapa cerukan,” ungkap Suadi Putra.

Candi Tebing Tegallinggah ini memiliki desain yang unik. Proses pembuatan yang dilakukan secara langsung dengan pemahatan pada tebing, mengingatkan keberadaan Pura Gunung Kawi di Tampaksiring.

Hanya saja, Candi Tebing Tegallinggah terlihat sebagai bangunan pura yang masih setengah jadi. Bahkan, beberapa bagian dari candi ini kini hanya berupa reruntuhan, seperti gapura. Dengan kondisi seperti itu, para peneliti memperkirakan proses pengerjaan Candi Tebing Tegallinggah mengalami gangguan, termasuk karena bencana gempa bumi. Karena mengalami gangguan, proses pengerjaannya kemudian dihentikan secara total.

Candi Tebing Tegallinggah ini memiliki beberapa keunikan, termasuk adanya 7 ceruk dan 3 lingga. Konon, lingga yang ada di candi ini menggambarkan sosok Tri Murti dalam agama Hindu, yakni Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siwa. “Lingga di sini dikenal dengan sebutan Tri Lingga,” terang Suadi Putra. Sedangkan 7 ceruk yang ada di Candi Tebing Tegallinggah, selama ini menjadi lokasi favorit bagi pengunjung yang ingin melakukan pertapaan (semedi).

Selain itu, pada Candi Tebing Tegallinggah ini juga terdapat Pancoran Sudamala dengan airnya yang jernih. Pancoran Sudamala ini kerap digunakan untuk malukat (mandi suci). *nvi

Komentar