nusabali

Asupan O2 Lewat Hiperbarik

  • www.nusabali.com-asupan-o2-lewat-hiperbarik

Mungkin belum banyak yang paham tentang manfaat terapi hiperbarik. Hiperbarik sejatinya adalah terapi menghirup oksigen murni dalam ruangan bertekanan.

Terapi ini awalnya ditujukan untuk para penyelam yang menderita caisson disease akibat penyelaman. Tetapi belakangan terapi itu populer untuk mengatasi berbagai penyakit, termasuk stroke.

Menurut ahli saraf Dr Andreas Harry, Sp.S(K), caisson disease ini dialami oleh para penyelam yang mendadak naik dari kedalaman air. Dalam keadaan itu, terdapat gas-gas abnormal masuk ke pembuluh darah. Hal ini dapat menyebabkan emboli atau hambatan di pembuluh darah. Penyelam yang menderita penyakit ini dapat mengalami kram, tuli, lumpuh atau koma. Terapi hiperbarik ini memberikan asupan oksigen memadai untuk tubuh. Dalam kasus caisson disease atau penyakit dekompresi, gas-gas abnormal itu dihilangkan dengan oksigen. Untuk orang kebanyakan, pemberian oksigen itu mungkin berlebihan.

"Pada dasarnya, olah raga untuk orang kebanyakan sudah cukup memadai memberi pasokan oksigen," katanya.
Dalam kasus luka diabetes yang tak kunjung sembuh, terapi hiperbarik membantu mempercepat kesembuhan luka. Oksigen dari terapi hiperbarik ini meningkatkan jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah. Pasokan oksigen tambahan itu membantu membuat bakteri penyebab luka diabetes jadi mati dan infeksi pun berhenti.
Tambahan oksigen itu pula membuat molekul gula di tubuh jadi lebih menghasilkan energi. "Tubuh jadi lebih segar dan bertenaga," tambahnya.

Menurut Sekretaris II Ikatan Dokter Hiperbarik Indonesia Erick Supondha, seperti diwartakan Harian Kompas (15/3) hiperbarik menggabungkan oksigen murni dan tekanan udara di dalam ruang udara bertekanan tinggi (RUBT) atau hyperbaric chamber. Selama terapi, pasien berada di RUBT sambil menghirup oksigen murni lewat alat bantu napas, dipantau perawat dan operator.

Terapi tersebut bisa meningkatkan efektivitas pengobatan. Terapi ini, katanya, bisa mengobati keracunan karbon monoksida, dekompresi, juga membantu mengobati penyakit lain, seperti luka akibat diabetes, stroke, patah tulang.


Namun demikian, menurut Andreas untuk kasus penyakit stroke, hiperbarik tak bermanfaat. "Sel-sel neuron di otak yang sudah mati karena serangan stroke itu tidak bisa dihidupkan kembali. Terapi oksigen tidak akan dapat menghidupkannya lagi," tegasnya.

Selain itu, bukti-bukti penelitian pun kurang untuk mendukung khasiat hiperbarik ini bagi penyakit-penyakit seperti HIV/AIDS, alergi, Alzheimer's, artritis, asma, autisme, kanker, sirosis, depresi, fibromyalgia, hepatitis, migren, multiple sclerosis, cedera olahraga.
Kendati termasuk terapi yang aman, hiperbarik punya sejumlah risiko, antara lain myopia karena perubahan lensa mata temporer, cedera telinga tengah karena pecah gendang dan cairan bocor karena perubahan tekanan udara. "Lingkungan kaya oksigen memang berisiko menyebabkan kebakaran dalam keadaan tertentu," katanya.

Ajang balap motor dunia pernah dikejutkan saat pebalap Valentino Rossi sembuh lebih cepat pasca-insiden patah kaki di Sirkuit Mugello, Italia, tiga tahun lalu. Dari rekomendasi dokter untuk rehat enam bulan setelah operasi, Rossi hanya membutuhkan enam minggu untuk kembali ke arena.
“Dua hingga tiga kali terapi hiperbarik per hari membuat kondisi saya cepat pulih. Selama terapi, saya duduk nyaman sembari melakukan latihan kecil fisik untuk memulihkan kebugaran fisik,” kata Rossi.
Keberhasilan metode pengobatan yang dilakukan Rossi menginspirasi pebalap motor dunia lainnya melakukan hal yang sama. Pebalap motor asal Inggris, Cal Crutchlow, hanya perlu tiga minggu untuk memulihkan cedera bahunya.

Hiperbarik adalah terapi pengobatan menggabungkan oksigen murni dan tekanan udara 1,3-6 atmosfer (ata) di dalam ruang udara bertekanan tinggi (RUBT) alias Hyperbaric Chamber.
Berbeda dengan oksigen biasa yang diangkut darah, oksigen bertekanan udara tinggi mudah larut ke seluruh jaringan tubuh yang ada cairan, dari darah, sistem getah bening, saraf, hingga tulang. Semakin banyak oksigen terserap, akan semakin baik bagi kemandirian tubuh dalam memperbaiki jaringan yang rusak.

Tim dokter hiperbarik Indonesia Erick Supondha mengatakan, terapi pengobatan ini awalnya populer sebagai bentuk pengobatan penyakit dekompresi akibat penyelaman tahun 1960-an. Gangguan itu disebabkan akumulasi nitrogen saat menyelam yang membentuk gelembung udara serta menyumbat aliran darah dan saraf. Gejalanya antara lain mati rasa, kelumpuhan, kehilangan kesadaran, bahkan bisa menyebabkan kematian.

Seiring perkembangan ilmu kedokteran, terapi ini efektif mengobati beragam penyakit hingga menunjang gaya hidup sehat. Dicontohkan, kerusakan jaringan kulit dan darah akibat luka bakar atau diabetes bisa diminimalkan dengan terapi ini. Oksigen bertekanan tinggi efektif memicu sel dan jaringan rusak memperbaiki diri sendiri sehingga kerap digunakan untuk memperhalus kulit dan kebugaran tubuh.

Sebelum melakukan terapi hiperbarik biasanya orang akan diperiksa pembuluh darah menggunakan metode transcutaneous oxygen pressure (TcPo2) dan ultrasonografi doppler. Tujuannya melihat kondisi saraf dan pembuluh darah yang bisa diperbaiki sehingga target penyembuhan dan metode pengobatan bisa dilakukan lebih terencana. Hiperbarik tidak bisa menghidupkan jaringan pembuluh darah yang sudah mati. Pemeriksaan juga bermanfaat untuk melihat indikator keberhasilan terapi hiperbarik.
Calon pasien juga diperiksa kesehatannya. Jika terdeteksi ada gelembung udara dalam paru atau menggunakan alat pacu jantung, disarankan tidak mengikuti terapi. Penderita sinusitis dan asma biasanya mendapatkan pertimbangan klinis dokter.
Terapi ini dijamin tidak menggunakan obat dan operasi. Pasien hanya perlu duduk santai dalam RUBT sembari menonton film atau mendengarkan musik.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 120/Menkes/SK II/2008 tentang Standar Pelayanan Medik Hiperbarik, ada lima RUBT yang diizinkan untuk terapi. RUBT Monoplace untuk pasien individu dengan kasus infeksi dan perawatan intensif.

RUBT Multiplace digunakan bersama 4-12 pasien. Ruangan ini dilengkapi dengan ruang perawatan intensif dan tempat bagi perawat. Masker udara wajib digunakan.
Selain itu, ada perangkat RUBT yang bisa dipindah-pindah (portable). RUBT ini berukuran kecil, kerap digunakan dalam operasi militer, penelitian, dan terapi khusus. Ada pula RUBT untuk latihan penyelaman serta RUBT untuk bayi baru lahir dan hewan. Meski berbeda bentuk dan ukuran, standarnya sama. Ada perawat dan operator hiperbarik yang memantau ketat proses terapi.

Diingatkan, penggunaan terapi hiperbarik tetap harus mengutamakan rambu-rambu tertentu. Untuk menyesuaikan dengan kondisi tubuh, terapi hiperbarik tidak bisa diberikan terus-menerus.

Setelah melakukan lima kali terapi pertama, pasien harus berhenti dua hari sebelum melanjutkan terapi. Pasien harus beristirahat selama seminggu apabila telah menjalani 20 kali terapi ini.

Calon pasien juga diminta melakukan verifikasi kelayakan RUBT sebelum melakukan terapi hiperbarik. Tidak semua dari 28 unit hiperbarik di Indonesia menerapkan standar kelayakan. Secara fisik, bisa dilihat dari keterangan ketebalan baja RUBT, jenis masker, keran saluran oksigen dan udara, hingga kelayakan kerja pembuat RUBT.
Jika tidak menerapkan standar yang benar, potensi efek merugikan, seperti penyakit dekompresi, keracunan gas, dan trauma, bisa terjadi.

Di waktu mendatang diharapkan terapi hiperbarik bisa diterapkan di banyak daerah di Indonesia, khususnya yang memiliki risiko menyebabkan gangguan dekompresi tinggi, seperti daerah wisata bahari atau dihuni masyarakat dengan mata pencarian sebagai penyelam tradisional. Saat ini, beberapa daerah seperti Derawan, Kalimantan Timur, atau Raja Ampat, Papua Barat, sudah meminta rekomendasi pembuatan RUBT.

Dan diharapkan metode ini dapat dilirik perusahaan asuransi. Terapi hiperbarik terbukti menyembuhkan beragam penyakit dalam waktu relatif singkat dengan efek samping minimal. Dengan waktu relatif singkat, biaya pengobatan akan lebih murah.

”Seorang pasien dengan luka bakar hingga 60 persen yang mendapat terapi hiperbarik hanya memerlukan waktu 1,5-2 bulan untuk pulih. Sebelumnya, ia pernah menjalani operasi dan makan beragam obat, tetapi hasilnya tidak memuaskan,” katanya.

Ada 3 manfaat terapi oksigen hiperbarik, pertama untuk pengobatan utama, di antaranya penyakit penyelaman (Decompression Sickness dan Emboli Gas Arteri), keracunan gas (CO, HCN, H2S), mempercepat pelepasan gas beracun, dan meningkatkan kadar oksigen.

Kedua, manfaat klinis di antaranya untuk luka yang sulit sembuh seperti luka penderita kencing manis, luka terinfeksi, gas gangren, infeksi tulang, crush injury, compartment syndrome, luka bakar, luka pascaoperasi dan transplantasi.

Manfaat klinis lainnya seperti meningkatkan sistem pertahanan tubuh untuk mengatasi infeksi dan pembentukan cabang-cabang pembuluh darah baru untuk mengatasi penyumbatan dan kerusakan pembuluh darah.

Ada juga pengobatan kencing manis, gangguan saraf seperti stroke dan neuropati, gangguan telinga seperti tuli mendadak dan telinga berdenging, gangguan keseimbangan seperti vertigo, penyempitan pembuluh darah mata, gangguan saluran cerna seperti tukak lambung, mengatasi infeksi jamur dan alergi.

Terakhir, adalah meningkatkan kebugaran dan kecantikan. Sebab, terapi ini dapat meningkatkan kadar oksigen seluruh tubuh, mempercepat penyembuhan pada kelelahan fisik, dan meningkatkan pembentukan jaringan kolagen untuk kelenturan. Bahkan, terapi ini bermanfaat untuk kecantikan kulit dan memperbaiki pola tidur. */beragam sumber

Komentar