nusabali

Warga di Pengungsian Mulai Didera Sakit

  • www.nusabali.com-warga-di-pengungsian-mulai-didera-sakit

Balita dan lansia di lokasi pengungsian mulai mengalami sesak napas dan batuk-batuk. Bantuan masker dan oksigen sangat diperlukan. 

Pemkab Buleleng telah menyiapkan langkah taktis menghadapi pengungsi asal Karangasem. Lokasi penampungan akan ditambah di seluruh desa/kelurahan, sebisa mungkin tidak menggunakan tenda. Di setiap titik lokasi penampungan pengungsi, jumlah petugas kesehatan yang ditempatkan antara 2 – 4 orang. Khusus di lokasi pengungsian di Lapangan Desa Les, Kecamatan Tejakula, ditempatkan satu unit mobil pemadam yang bertugas menyiram debu tiap harinya.

Langkah taktis itu diambil dalam rapat koordinasi (rakor) melibatkan seluruh pimpinan OPD Pemkab Buleleng, para Camat, Perbekel/Lurah se-Buleleng, pimpinan DPRD Buleleng, dan pihak PLN serta pimpinan BUMD, Sabtu (23/9) pagi. Rakor yang digelar di ruang rapat Rumah Jabatan Bupati, dipimpin Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana, didampingi Sekda Buleleng Dewa Ketut Puspaka, dihadiri Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna bersama Ketua Komisi I Putu Mangku Mertayasa.

Bupati Agus Suradnyana langsung membentuk tim penanganan bencana Gunung Agung guna menangani kehadiran pengungsi. Bupati juga menunjuk Asisten Administrasi Pemerintahan Made Arya Sukerta selaku koordinator tim. Tim itu beranggota seluruh OPD dengan tugas masing-masing sesuai dengan tanggungjawabnya. “Kita akan menyiapkan seluruh keperluan warga yang mengungsi. Buleleng dan Karangasem punya ikatan khusus karena banyak juga warga Karagasem sudah menjadi warga Buleleng. Kita harus tangani secara komprehensif,” ujarnya.

Bupati Agus Suradnyana meminta BPBD menangani segala keperluan di tempat pengungsian baik itu tenda, matras, dan keperluan lainnya. Sedangkan untuk pelayanan kesehatan ditugaskan Dinas Kesehatan menyiapkan tenaga medisnya. Bupati juga menunjuk Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk rutin membersihkan sampah di lokasi pengungsian. “Kesehatan dan kebersihan ini penting, karena kita tidak tahu sampai kapan situasi ini terjadi, dan berapa jumlah pengungsi, kita juga tidak bisa prediksi, ini akan terus bertambah. Jadi kita harus siapkan langkah-langkah yang konkret. Dan saya berharap warga yang mengungsi ke Buleleng jangan membawa hewan ternak peliharaan seperti sapi,” tegasnya.

Penanganan para pengungsi juga melibatkan PDAM yang ditugaskan memasok kebutuhan air bersih bagi para pengungsi. Bupati juga meminta Dinas Pemadam Kebakaran menyiapkan satu unit mobil tangki yang khusus menyiram debu di lokasi pengungsian di Desa Les. 

“Saya ke sana kasihan dengan warga pengungsi, cuacanya sangat panas, apalagi kalau berada di dalam tenda, Saya minta ada satu unit mobil tangki standby tiap hari untuk nyiram areal agar tidak berdebu dan lebih sejuk,” tandasnya.

Untuk mengantisipasi kehadiran para pengungsi dengan jumlah banyak, Bupati Agus Suradnyana juga meminta seluruh camat mendata lokasi-lokasi di wilayahnya yang bisa dijadikan titik penampungan. Para camat diminta berkoordinasi dengan para kepala desa dan lurah untuk menentukan lokasi titik penampungan. “Kalau memungkinkan jangan pakai tenda, sebisa mungkin penempatannya memakai balai banjar atau gedung serba guna, tentu MCK-nya harus tersedia,” imbuh Agus Suradnyana.

Sementara relawan Komando Relawan Gunung Agung (Korga) Karangasem membagikan bantuan, namun ternyata secara teknis kurang efektif. Mulanya relawan Korga Karangasem yang dikoordinatori I Wayan Gede Susila mencoba memanggil pengungsi yang tersebar di 11 tenda di Lapangan Umum Desa Ulakan. Setelah berdatangan, kemudian dibagikan bantuan odol, sampo, sabun, dan lain-lainnya. Ternyata pengungsi berdesakan sehingga sulit dikendalikan. Maka pembagian bantuan dihentikan.

Karenanya, Perbekel Ulakan I Nengah Dipta menginstruksikan kepada pengungsi agar kembali memasuki tenda pengungsian. Kemudian disarankan setiap tenda ada koordinatornya, yang tugasnya mendata jumlah pengungsi, kemudian bantuan diserahkan koordinator yang tinggal di tiap tenda pengungsian.

Akhirnya sebanyak 1.489 pengungsi di Lapangan Desa Ulakan, tertangani. Hanya saja pelayanan pembagian makanan sering molor. 

“Kami akui belum berpengalaman menangani pengungsi. Makanya diubah caranya, agar bantuan diserahkan koordinator pengungsi,” kata Nengah Dipta.

Sedangkan kondisi pengungsi lainnya, arus pengungsi masih membeludak dari Karangasem menuju Klungkung, melalui jalur Objek Wisata Bukit Jambul, Desa Pesaban, Kecamatan Rendang. Sedangkan membeludaknya pengungsi Jumat (22/9) malam setelah ditetapkan status awas, memacetkan jalur Jalan Sudirman, Jalan Ahmad Yani, Objek Wisata Candidasa hingga berakhir di Banjar Yehmalet, Desa Antiga, Kecamatan Manggis.

Walau telah memasuki hari kedua status awas, ternyata ada 10 pengungsi terbengkalai dari Banjar Perangsari Kaja, Desa Duda Utara, Kecamatan Selat yang tidak dapat jemputan.

Relawan dari Desa Pesaban, Kecamatan Rendang, I Putu Daniarta, berupaya memberikan pelayanan kepada yang mengungsi di Desa Pesaban, dengan memanfaatkan balai desa. 

Sedangkan informasi keberadaan pengungsi di Pos Tanggap Bencana Karangasem dikoordinasikan Sekda I Gede Adnya Muliadi, tercatat 15.142 pengungsi tersebar di 125 titik, di 7 kabupaten/kota sejak ditetapkannya status awas. Di Kabupaten Badung pengungsi di 5 titik, sebanyak 35 jiwa; Bangli sebanyak 17 titik, 465 jiwa; Buleleng 10 titik sebanyak 2.423 jiwa; Denpasar sebanyak 6 titik sebanyak 343 jiwa; Gianyar sebanyak 9 titik sebanyak 182 jiwa; Karangasem 54 titik sebanyak 7.852 jiwa; Klungkung 21 titik sebanyak 3.590 jiwa; Tabanan 3 titik sebanyak 252 jiwa. 

Sedangkan informasi dari pos pengamatan gunung api Gunung Agung di Banjar Rendang Dangin Pasar, Desa/Kecamatan Rendang, selama Sabtu (23/9) pukul 00.00 hingga pukul 18.00 Wita, tercatat 341 gempa vulkanik dalam, dengan durasi 8-34 detik, dan 63 kali gempa vulkanik dangkal dengan durasi 10-20 detik), dengan suhu udara 25-28 derajat Celcius dan kelembaban udara 75-86 persen. 

Tidak ingin ada pengungsi yang tercecer, Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta memantau sekaligus mendata jumlah pengungsi di beberapa posko pada Sabtu (23/9) pagi.

Selain memantau pengungsi di Gor Swecapura, Desa Gelgel, Kecamatan Klungkung, pemantauan juga dilakukan di posko yang tersebar di beberapa Balai Banjar di Klungkung. Hingga sore sekitar pukul 15.00 Wita rekapitulasi data pengungsi di wilayah Klungkung mencapai 8.525 jiwa dari 1.608 KK dengan rincian pengungsi pria dewasa 3.369 orang, perempuan 3.178 orang.

Pelajar SD 559 orang, SMP 302 orang, SMA/SMK 273 orang, lansia 367 orang, dan balita 464 orang. Mereka tersebar di 70 titik pengungsian, sementara posko utama di GOR Swecapura.

Dinas Sosial Bangli membuka dapur umum dan logistik di halaman kantor Dinas Sosial. Ribuan nasi bungkus sudah disalurakan di titik-titik pengungsian. Di beberapa lokasi pengungsian sudah bisa memasak sendiri sehingga dinas hanya menyerahkan logistik. 

Kepala Dinas Sosial Bangli I Nengah Sukarta, menjelaskan untuk sementara makanan yang diberikan kepada pengungsi berupa nasi bungkus. Namun beberapa hari ke depan akan diupayakan untuk perlengkapan masak di masing-masing lokasi pengungsian, sehingga pangungsi bisa masak secara mandiri. 

Sebanyak 1.270 bungkus nasi disalurkan di seluruh titik pengungsian. Untuk pengungsi mandiri yang tinggal di rumah kerabat belum semua menerima bantuan nasi. Dikatakan pula, bagi pengungsi yang lokasi jauh, akan lebih efektif bila memasak secara mandiri, dikhawatirkan bila menunggu nasi bungkus pengungsi keburu kelaparan. “Jarak yang jauh juga jadi pertimbangan, kami akan upayakan bisa segera ada fasilitas memasak,” imbuhnya. 

Sementara pengungsi di Kabupaten Gianyar, Ni Ketut Jenek, penderita lumpuh asal Banjar Tegal Panti, Desa Tulamben, Kecamatan Kubu Karangasem, sementara waktu tinggal di tempat kos milik I Made Murtawa, 75, di Banjar Jungut Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar.

Ni Ketut Jenek sempat menolak ketika diajak mengungsi oleh suaminya, I Nyoman Jenek. “Semua keluarga ngajak ngungsi, tapi saya sempat bilang tinggal saja,” ujarnya.

Namun pihak keluarga tentu tak tega meninggalkan Ni Ketut Jenek sendirian menghadapi bencana. Sehingga dengan sedikit bujuk rayu, akhirnya Ni Ketut Jenek mau ikut. Sebuah mobil disewa untuk mengangkut sanak keluarganya ke Sukawati. Rombongan pengungsi yang turut serta mengajak sekitar 16 orang dari 3 KK ini tiba di Sukawati pada Jumat (22/9) malam.

Untuk menurunkan Ni Ketut Jenek dari kendaraan pun memerlukan tenaga ekstra. Bahkan menurut Ni Ketut Artini, bibinya ini harus diangkut menggunakan sebuah kursi panjang. “Metut tyang niki di atas kursi, lalu sama-sama diangkat menuju kamar,” jelasnya.

Setibanya di kamar pengungsian sementara, barulah Ni Ketut Jenek merasa sedikit lega. Meskipun masih banyak kegundahan dalam diri yang ia alami. Terutama ketika harus pergi meninggalkan tanah kelahiran dan 13 hewan ternak jenis sapi. “Masih ada sapi di rumah. Kalau memungkinkan, saya sudah minta izin untuk dibawa ke sini. Kalau tidak ya mau bagaimana lagi,” ungkapnya.

Dikisahkan mengenai sakit lumpuhnya, telah diderita sejak setahun terakhir. Tidak ada penyakit medis yang bisa ia jelaskan. Sebab Ni Ketut Jenek tidak pernah berobat secara medis bahkan ke Puskesmas pun tidak. “Saya hanya berobat ke balian. Tidak pernah ke medis, takut bayar mahal. Sedangkan saya tidak punya banyak uang,” ucapnya.

Bersama Ni Ketut Jenek, turut serta sekitar 16 orang dari 3 KK yang masih ada hubungan keluarga. Keberadaan para pengungsi inipun langsung diatensi dari pihak Perbekel Desa Batuan I Nyoman Netra beserta jajaran. Pihaknya menyarankan para pengungsi untuk memanfaatkan tenda pengungsian yang disiapkan oleh Pemkab Gianyar untuk Kecamatan Sukawati yang dipusatkan di Lapangan Sutasoma. Tempat tersebut dinilai respresentatif bagi ratusan pengungsi yang tersebar di Sukawati, khususnya Desa Batuan. “Saya masih keliling untuk mengecek keberadaan para pengungsi di Batuan. Sementara yang berhasil kami catat, sebanyak 30 orang di Banjar Puaya, 23 orang di Banjar Pekandelan, 26 orang di Banjar Jungut, dan 11 orang di Banjar Peninjoan. Mereka memilih tinggal kos bersama saudara yang memang berasal dari sini,” tuturnya.

Dijelaskan Netra, bahwa Lapangan Sutasoma yang sudah dipermak untuk rencana relokasi Pasar Seni Sukawati ini bisa menampung sekitar 2.000-an orang. “Pemerintah juga menyiapkan dapur umum, ada toilet, sumber air, dan fasilitas kesehatan. Jadi jika ada pengungsi sakit bisa langsung berobat di sana tanpa harus bolak balik rumah sakit,” tegasnya.

Kisah pilu lainnya dialami keluarga Ni Nyoman Sulami, 32, asal Banjar Tegal Panti Desa Tulamben, Kecamatan Kubu. Keponakannya, I Wayan Putra, 25, terpaksa harus menunda acara pernikahannya lantaran seisi kampung bubar melakukan pengungian. Sementara Wayan Putra pilih mengungsi ke wilayah Nusa Dua, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, di tempat tinggal kerabatnya. “Rencananya menikah pas hari ini (Sabtu kemarin), tanggal 23 September. Sebelumnya, di rumah juga sudah melakukan persiapan. Tapi setelah diumumkan status Gunung Agung awas, rencana itu ditunda,” jelasnya. Wayan Putra rencananya akan meminang seorang gadis asal Desa Tembok, Buleleng. “Pihak keluarga cewek sudah tahu kondisinya seperti ini. Jadi, kalau ke depan situasinya aman, acara pernikahan akan dilanjutkan,” jelasnya.

Nyoman Sulami mengungsi bersama seorang anaknya dan 9 orang kerabatnya di rumah kos milik Wayan Suweca di Banjar Peninjoan, Desa Batuan. “Kebetulan di sini ada saudara yang kos, jadi ke sini. Tapi suami saya tidak ikut, pilih jaga ternak di rumah,” ucapnya. 

Anak sematawayangnya, I Wayan Kamaryasa, 11, yang masih duduk di kelas 4 SDN 4 Tulamben pun terpaksa tak sekolah. “Sementara masih diam saja di sini. Kalau misalnya terlalu lama, saya mau cari pekerjaan sampingan untuk bekal ngungsi,” tuturnya.

Tak terkecuali Polsek Sukawati didatangi 11 orang pengungsi yang dikoordinatori oleh I Komang Suranadi, 39, asal Banjar Batusesa, Desa Bukcabe, Kecamatan Rendang. Ke-11 pengungsi ini rencananya akan direlokasi ke bangunan di Lapangan Sutasoma Sukawati. *k19, k16, wa, nvi, e

Komentar