Getaran Bom Korut Terasa hingga Sumatera
Bom menghasilkan gempa berkekuatan 6,3 skala Richter
PADANG PANJANG, NusaBali
Guncangan berkekuatan 6,3 skala Richter yang diduga berasal dari uji coba nuklir ke-6 mengguncang Korea Utara. Guncangan itu terjadi hanya beberapa jam setelah Pyongyang mengklaim mengembangkan bom hidrogen canggih dengan kekuatan destruktif yang hebat.
"Kekuatannya 10 atau 20 kali atau bahkan lebih banyak dari yang sebelumnya. Skala itu sampai pada tingkat di mana ada yang bisa mengatakan tes bom hidrogen," terang Kune Y Suh, seorang profesor teknik nuklir di Seoul National University.
Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Silaing Bawah, Padang Panjang, Sumatera Barat, Rahmat Triyono menyebutkan, jika sinyal pengujian bom hidrogen yang dilakukan Korea Utara ternyata tertangkap alat seismograph di kantornya.
Sebelumnya, pemerintah Korea Utara memang mengakui telah melakukan uji coba bom hidrogen yang menghasilkan gempa berkekuatan 6,2 skala richter. Saking besarnya kekuatan ledakan hingga getarannya terasa hingga ke wilayah Indonesia.
"Sinyal tercatat di Seismograph pada pukul 10.38 WIB, dengan kekuatan 6,2 SR. Kekuatan ini setara dengan gempa yang terjadi pada 1 September 2017 di Mentawai," kata Rahmat Triyono, Minggu 3 September 2017 seperti dilansir vivanews.
Indikasi ledakan bom hidrogen Korea Utara itu, lanjut Rahmat, terjadi pada pukul 10.29 WIB, yang kemudian tercacat di seismograph pukul 10.38 WIB. Pusat getaran, terpantau di wilayah Kirju, Timur Laut Korea Utara, dengan getaran kuat selama 30 detik dan perlahan berkurang hingga berdurasi empat menit.
Indikasi getaran yang diduga kuat dipicu oleh aktivitas uji coba senjata itu, tambah Rahmat, dapat dibedakan dari bentuk sinyal yang tertangkap. Jika sinyal akibat gempa maka akan terlihat adanya gelombang sekunder. Sementara, sinyal bom hidrogen tidak muncul gelombang sekundernya.
"Untuk hasil analisa otomatis BMKG Padang Panjang terpantau kedalaman sekitar 10 km, nanti kita akan coba analisa manual dulu untuk hasil yang sebenarnya," kata Rahmat.
Dugaan akan adanya uji coba nuklir itu muncul setelah pemimpin Korut Kim Jong Un memantau pengembangan bom hidrogen atau bom H yang bisa dimasukkan dalam rudal balistik antarbenua, Minggu pagi.
Kim seperti dilansir kompas menyatakan bahwa mereka telah bisa membuat seluruh komponen dari dalam negeri untuk menghasilkan bom H.
Masih belum diketahui apakah Korut benar-benar berhasil membuat misil dengan menanamkan bom H pada senjata mereka.
Pusat Administrasi Gempa di China mendeteksi guncangan kedua dengan kekuatan diperkirakan sebesar M4,6. Situs mereka menyebutkan bahwa getaran itu diduga berasal dari kedalaman nol kilometer dan terjadi delapan menit setelah guncangan pertama.
China menduga getaran itu merupakan ledakan. Mereka masih berkoordinasi untuk memastikan sumber getaran tersebut.
Dari pemantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Pusat, ledakan terjadi pada koordinat 41,29 LU dan 128,94 dengan kedalaman 1 km tepatnya di wilayah Negara Korea Utara. Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono mengatakan pemantauan uji coba nuklir yang dilakukan BMKG ini merupakan implementasi dari perjanjian yang sudah diteken pemerintah Indonesia.
"Sebagai negara anggota perjanjian non-proliferasi nuklir dan telah menandatangani ratifikasi pelarangan uji coba nuklir bawah tanah, Indonesia berkewajiban ikut melakukan pemantauan uji coba nuklir melalui sistem monitor seismik yang dioperasikan BMKG," ungkapnya. *
"Kekuatannya 10 atau 20 kali atau bahkan lebih banyak dari yang sebelumnya. Skala itu sampai pada tingkat di mana ada yang bisa mengatakan tes bom hidrogen," terang Kune Y Suh, seorang profesor teknik nuklir di Seoul National University.
Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Silaing Bawah, Padang Panjang, Sumatera Barat, Rahmat Triyono menyebutkan, jika sinyal pengujian bom hidrogen yang dilakukan Korea Utara ternyata tertangkap alat seismograph di kantornya.
Sebelumnya, pemerintah Korea Utara memang mengakui telah melakukan uji coba bom hidrogen yang menghasilkan gempa berkekuatan 6,2 skala richter. Saking besarnya kekuatan ledakan hingga getarannya terasa hingga ke wilayah Indonesia.
"Sinyal tercatat di Seismograph pada pukul 10.38 WIB, dengan kekuatan 6,2 SR. Kekuatan ini setara dengan gempa yang terjadi pada 1 September 2017 di Mentawai," kata Rahmat Triyono, Minggu 3 September 2017 seperti dilansir vivanews.
Indikasi ledakan bom hidrogen Korea Utara itu, lanjut Rahmat, terjadi pada pukul 10.29 WIB, yang kemudian tercacat di seismograph pukul 10.38 WIB. Pusat getaran, terpantau di wilayah Kirju, Timur Laut Korea Utara, dengan getaran kuat selama 30 detik dan perlahan berkurang hingga berdurasi empat menit.
Indikasi getaran yang diduga kuat dipicu oleh aktivitas uji coba senjata itu, tambah Rahmat, dapat dibedakan dari bentuk sinyal yang tertangkap. Jika sinyal akibat gempa maka akan terlihat adanya gelombang sekunder. Sementara, sinyal bom hidrogen tidak muncul gelombang sekundernya.
"Untuk hasil analisa otomatis BMKG Padang Panjang terpantau kedalaman sekitar 10 km, nanti kita akan coba analisa manual dulu untuk hasil yang sebenarnya," kata Rahmat.
Dugaan akan adanya uji coba nuklir itu muncul setelah pemimpin Korut Kim Jong Un memantau pengembangan bom hidrogen atau bom H yang bisa dimasukkan dalam rudal balistik antarbenua, Minggu pagi.
Kim seperti dilansir kompas menyatakan bahwa mereka telah bisa membuat seluruh komponen dari dalam negeri untuk menghasilkan bom H.
Masih belum diketahui apakah Korut benar-benar berhasil membuat misil dengan menanamkan bom H pada senjata mereka.
Pusat Administrasi Gempa di China mendeteksi guncangan kedua dengan kekuatan diperkirakan sebesar M4,6. Situs mereka menyebutkan bahwa getaran itu diduga berasal dari kedalaman nol kilometer dan terjadi delapan menit setelah guncangan pertama.
China menduga getaran itu merupakan ledakan. Mereka masih berkoordinasi untuk memastikan sumber getaran tersebut.
Dari pemantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Pusat, ledakan terjadi pada koordinat 41,29 LU dan 128,94 dengan kedalaman 1 km tepatnya di wilayah Negara Korea Utara. Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono mengatakan pemantauan uji coba nuklir yang dilakukan BMKG ini merupakan implementasi dari perjanjian yang sudah diteken pemerintah Indonesia.
"Sebagai negara anggota perjanjian non-proliferasi nuklir dan telah menandatangani ratifikasi pelarangan uji coba nuklir bawah tanah, Indonesia berkewajiban ikut melakukan pemantauan uji coba nuklir melalui sistem monitor seismik yang dioperasikan BMKG," ungkapnya. *
Komentar