nusabali

Memiliki Nama Samaran Pak Jali, Gugur Dibom Belanda di Selanbawak

Kisah Pejuang I Gede Alit Saputra yang Diabadikan Menjadi Nama Lapangan di Tabanan

  • www.nusabali.com-memiliki-nama-samaran-pak-jali-gugur-dibom-belanda-di-selanbawak

Pemerintah diharapkan memberi perhatian kepada keluarga Alit Saputra, seperti jika dulu diikutkan saat upacara 17 Agustus dan hari pahlawan, tapi sekarang tidak lagi

TABANAN, NusaBali
Nama pejuang asal Tabanan I Gede Alit Saputra sudah tak asing bagi masyarakat Tabanan. Apalagi untuk mengenang namanya, lapangan yang berada di kawasan Banjar Dangin Carik, Desa Dajan Peken, Kecamatan/Kabupaten Tabanan diberi nama Lapangan Alit Saputra. Pun saat ini untuk mempercantik kawasan tersebut telah dibuatkan taman lengkap dengan Patung I Gede Alit Saputra.

Meskipun dari nama familiar, namun ternyata kisah perjuangan Alit Saputra belum banyak yang mengetahui. Ini tak terlepas dari keluarga yang juga minim mengetahui kisah perjuangan Alit Saputra. Sebab semasa hidup atau saat menyandang status militer Gede Alit Saputra jarang tinggal di rumah karena menjadi incaran penjajah untuk dibunuh.

Alit Saputra adalah putra Tabanan. Dia beralamat di Banjar Sakenan Baleran, Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan. Rumah keluarga Alit Saputra bernomor 8 berada di pusat kota Tabanan. Dari pantauan NusaBali, Selasa (21/11) rumah keluarga Gede Alit Saputra terlihat sederhana. Terdapat bangunan lengkap di lahan seluas 4 are tersebut. Cucu Gede Alit Saputra, yakni Gede Putu Erwan,49, mengakui tidak mengetahui persis kisah sang pejuang hingga dinobatkan menjadi pahlawan. Keluarga hanya mengetahui Gede Alit Saputra bersekolah di Jakarta dan memiliki nama samaran Pak Jali.

Foto: Suasana rumah pejuang Gede Alit Saputra di rumahnya Banjar Sakenan Baleran, Desa Dajan Peken, Tabanan. -DESAK SUMBERWATI

"Jangankan saya, anaknya atau bapak saya juga tidak mengetahui kenapa bisa menjadi tentara hingga dinobatkan menjadi pahlawan," ujarnya. Disebutkan keluarga minim mengetahui kisahnya itu karena Alit Saputra jarang di rumah. Kala itu rumah di Sakenan Baleran ini selalu diawasi Belanda dan dijaga 24 jam. Bahkan orang tua dari Gede Alit Saputra sering mendapat ancaman. "Ayah saya (anak Gede Alit Saputra) juga tidak mengetahui wajah bapaknya karena sejak usia 2 tahun sudah ditinggal," jelasnya.

Menurut Erawan, dia sendiri juga ingin mencari kisah kakeknya itu agar mendapat cerita lengkap dan bisa diceritakan ke anak cucu. Hanya saja sumber informasinya yang dituju kebanyakan telah meninggal. "Saya sering tanya bapak, kenapa kakek bisa jadi pahlawan, bilangnya tidak tahu. Termasuk saya tanya kepada saudaranya juga tidak tahu. Karena maklum kakek dulu memang jarang pulang, kalau pulang selalu menyelinap (diam-diam)," katanya.

Kendati demikian menurut sebagian orang sebelum menjadi angkatan, Gede Alit Saputra ini dulunya hobi berolah raga. Lapangan Alit Saputra ini menjadi tempat bermainnya. Selain itu, kakeknya ini meninggal karena markasnya di wilayah Banjar Manik Gunung, Desa Selanbawak, Kecamatan Marga dibom Belanda. Karena peristiwa itu makanya dibuatkan monumen di sana. "Waktu dibom itu dia bersama rekannya tiga orang," tuturnya.

Foto: Patung Kapten I Gede Alit Saputra (tengah) yang kini menghiasi Lapangan Alit Saputra di Banjar Dangin Carik, Desa Dajan Peken, Tabanan.

Disebutkan kakeknya ini dibom tahun 1947 oleh sekutu Belanda karena markasnya diketahui oleh mata-mata. Semasa itu Alit Saputra ini masuk pasukan TKR Sunda Kecil berpangkat kapten dengan jabatan Pimpinan Markas DPRI Tabanan. "Jenazah dari kakek kami ditemukan. Itu berdasarkan tanda luka di kaki karena ada dari keluarga kami yang mengetahui luka tersebut. Sehingga waktu itu jenazah sempat dibawa pulang lalu diupacarai," kata Erwan yang bekerja di vila wilayah Kabupaten Badung ini.

Dengan adanya keluarga darah pahlawan dia sendiri mengaku bangga akan perjuangan sang kakek. Apalagi untuk mengenang namanya sejumlah tempat familiar di Tabanan sudah diberikan nama Alit Saputra. Hanya saja untuk ke depannya dia ingin pemerintah juga memberi perhatian kepada keluarga Alit Saputra. "Waktu zaman Bupati Sugianto (Bupati Tabanan Kolonel Soegianto periode 1979-1989) kami selalu diundang ikut upacara 17 Agustus maupun hari pahlawan. Tapi selepas itu kami tidak lagi mendapat undangan ikut terlibat. Padahal dulu sering kami terlibat. Jadi harapannya kami tetap diperhatikan," ujar Erwan didampingi ibunya sekaligus menantu Gede Alit Saputra, yakni Ni Made Ertika.

Untuk diketahui pejuang Alit Saputra ini memiliki saudara tiga orang dengan orangtua I Gede Nyoman Sateng dan Ni Nyoman Seruni. Gede Alit Saputra memiliki dua orang anak hasil pernikahan dengan istrinya Ni Made Wati warga dari Banjar Sakenan Belodan, Dajan Peken, Kecamatan Tabanan. Dua anaknya itu, yakni Ni Made Salini dan I Gede Nyoman Nuradi. 7 des

Komentar