nusabali

Lokasi Dikenal Tenget, Ada Palinggih yang Didirikan Seorang Balian

Sisi Lain Objek Wisata Telaga Tirta Nadi dan Pura Taman Beji Selanbawak, Marga, Tabanan

  • www.nusabali.com-lokasi-dikenal-tenget-ada-palinggih-yang-didirikan-seorang-balian

Di palinggih ini ada dua patung yang menjadi pangulun (penunggu) sungai, yaitu Men Gelah, Men Geloh, dan I Geleh, lanang-istri (berwujud laki-laki dan perempuan)

TABANAN, NusaBali
Pura Taman Beji Dalem Selanbawak yang terkenal dengan nama Pancoran Solas dan kolam renang Telaga Tirta Nadi di Desa Selanbawak, Kecamatan Marga, Tabanan, memang indah menyatu dengan alam di sekitarnya. Di kawasan ini pula terdapat kisah magis yang menyelimuti tujuan wisata yang sempat jadi primadona di Kecamatan Marga, Tabanan ini.

Meskipun kolam renang Telaga Tirta Nadi diluluhlantahkan oleh blabar ageng (air bah) yang menerjang aliran Tukad Yeh Sungi pada Oktober 2022 silam, jejak-jejak wisata spiritual dari kawasan ini tetap menarik ditelisik. Salah satunya adalah keberadaan sebuah palinggih yang didirikan seorang JeroMangku Dasaran atau secara awam dikenal sebagai balian (dukun).

Ketika NusaBali memantau perkembangan wisata air kolam renang Telaga Tirta Nadi yang ada di kawasan Pura Taman Beji itu pada, Selasa (19/9) lalu, seorang warga kebetulan tengah nunas (memohon) tirta panglukatan di pancoran solas. Sambil bertanya-tanya soal kondisi terkini tujuan wisata itu, ia juga membagikan kisah-kisah yang hanya diketahui warga sekitar.

Ketut Sulendra, 51, adalah seorang seniman topeng yang dijumpai NusaBali di lokasi. Ia berasal dari Banjar Beng, Desa/Kecamatan Marga, Tabanan. Sebuah desa yang berbatasan langsung dengan Desa Selanbawak, lokasi beji dari Pura Dalem Desa Adat Selanbawak itu. Kawasan beji ini, kata Sulendra, adalah taman bermain bagi dirinya dan rekan-rekan sepermainannya dulu ketika masih belia. Sebelum ada jembatan penghubung kedua desa, hanya ada jembatan bambu yang dipasang di atas Tukad Yeh Sungi. Untuk itu, ia menjadi salah satu saksi hidup perkembangan kawasan beji yang sebelum diterjang blabar sempat jadi tujuan wisata yang sedang naik daun.

Foto: Pancoran Solas di kawasan Telaga Tirta Nadi Selanbawak. -NGURAH RATNADI

"Saat blabar itu, ada satu palinggih di atas gundukan yang memecah aliran sungai ini tidak tersentuh blabar. Itu posisinya di sana," kata Sulendra sembari menunjuk ke arah gundukan tanah di tengah aliran sungai yang berada di atas lokasi Telaga Tirta Nadi. Sekitar tahun 1970-an ketika Sulendra masih berusia SD, palinggih ini dibangun oleh sosok yang bernama JeroMangku Dasaran Damek. 'Orang pintar' yang berasal dari Selanbawak. Namun, ada alasan khusus mengapa palinggih yang hampir tidak terlihat oleh orang baru itu didirikan kala itu. "Beliau dulu tidak mau ngiring (mengabdi atau ditunjuk oleh niskala menjadi Dasaran). Akhirnya Beliau sakit-sakitan. Kemudian diminta membangun palinggih di sana. Sejak saat itu beliau sembuh dan akhirnya ngiring," tutur Sulendra sembari mengunyah kapur sirih.

Kata Sulendra, sosok Mangku Damek ini dulu sempat bekerja sebagai juru sapuh (petugas kebersihan) di Taman Pujaan Bangsa Margarana. Dia dikatakan sudah wafat sekitar tahun 1993 silam. Hingga kini palinggih itu masih dirawat oleh keluarga dan diupacarai meskipun belum ada sosok yang melanjutkan posisi Mangku Damek.

"Di palinggih ini ada dua patung yang menjadi pangulun (penunggu) sungai di sini yaitu Men Gelah, Men Geloh, dan I Geleh. Jadi lanang-istri (berwujud laki-laki dan perempuan)," imbuh Sulendra yang sejak kecil punya ikatan khusus dengan kawasan beji ini sebab ia kerap membersihkan area pura sebelum mandi di kawasan sungai ini. Beberapa kali dulu, sambung Sulendra, palinggih ini memang sempat dikunjungi bagi yang matamba (berobat). Salah satu yang matamba adalah temannya sendiri. Sebab, ketika bermain bareng di kawasan beji ini, kawannya itu pernah berbicara yang tidak-tidak dan akhirnya jatuh sakit. Kawannya itu baru sembuh ketika nangkil ke palinggih yang didirikan Mangku Damek.

Kawasan beji ini memang sangat penting bagi warga kedua desa, terutama kalangan tua. Sebab, pernah menjadi akses satu-satunya warga yang ingin berbelanja ke pasar, bersekolah, dan lain-lain di pusat Kecamatan Marga. Di samping itu, Sulendra mengungkapkan kawasan ini memang dikenal tenget (keramat) di masa lalu.

"Sungai ini dulu memang dikenal tenget sekali. Siang bolong, pukul 12.00, saat matahari tepat di atas kepala, kalau ada yang berani mandi, ada kain kasa terbentang di sungai," ujar Sulendra mencoba merangkai dan mengingat pengalaman pribadi dan kisah dari warga sekitar. Soal keberadaan palinggih dan kisah yang dijelaskan Sulendra, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Selanbawak yang mengelola wisata di kawasan beji pun membenarkan. Kata Ketua Pokdarwis Ketut Daryanta, palinggih ini merupakan warisan dari panglingsir keluarga Wayan Loter yang merupakan warga Desa Selanbawak.

"Sampai saat ini masih dijaga oleh keluarga Beliau. Piodalannya itu pada Buda Umanis Ukir dan digelar sendiri oleh keluarga. Untuk patambaan juga memang ada (yang melakukan). Dulu seseorang dari Marga, istrinya sakit, kemudian atas petujuk diminta sembahyang di sana dan sekarang sudah sembuh," tegas Daryanta.
Bagi pengunjung yang baru datang ke tempat ini, palinggih ini memang samar. Sebab, tidak berupa palinggih pada umumnya. Strukturnya didominasi tanah dan lokasinya rendah. Ada sebuah batu dikelilingi wastra poleng (hitam-putih) dan dua patung tertaman bagian belakangnya. Palinggih ini dikeliling pohon dengan penanda tumbuhan bambu kuning. 7 ol1

Komentar