nusabali

Disambut Reda Hujan, Disaksikan Ratusan Warga

Melihat Pemasangan Patung Tokoh Pariwisata, Tjokorda Agung Sukawati di Pasar Ubud, Gianyar

  • www.nusabali.com-disambut-reda-hujan-disaksikan-ratusan-warga

Memperkuat penghargaan atas jasa almarhum Tjokorda Gde Agung Sukawati, Bupati Mahayastra bersiap usulkan sebagai tokoh pariwisata budaya nasional.

GIANYAR, NusaBali

Pemkab Gianyar berhasil memasang patung tokoh pariwisata Ubud, Gianyar, almarhum Tjokorda Gde Agung Sukawati di barat laut, Pasar

Ubud, Kelurahan/Kecamatan Ubud, Gianyar, Kamis (30/3) pagi. Beberapa menit sebelum pemasangan, kawasan Catus Pata Ubud, termasuk Pasar Ubud dan Puri Agung Ubud, diguyur hujan. Namun hujan reda hingga cuaca terang saat patung mulai diangkat dengan alat berat jenis crane truck.

Proses pemasangan patung tokoh asal Puri Agung Ubud ini berjalan lancar. Pantauan di lokasi, kegiatan diawali kedatangan lanjut mensetting crane truck oleh tim kerja penggarap patung di lokasi sekitar pukul 05.10 Wita. Selanjutnya, tim istirahat sambil menunggu undangan yang akan menyaksikan pemasangan. Antara lain, Wagub Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati alias Cok Ace,  Bupati Gianyar Made ‘Agus’ Mahayastra, Sekda Gianyar I Dewa Gde Alit Mudiarta bersama pimpinan OPD terkait, beberapa anggota DPRD Gianyar, dan ratusan warga masyarakat.

Kegiatan langka ini dihadiri Panglingsir Puri Agung Ubud Tjokorda Gde Putra Sukawati alias Cok Putra dan adiknya, Prof Dr Tjokorda Gde Raka Sukawati SE MM alias Cok De, serta cucu-cucu almarhum. Terlihat pula, Ketua Listibya (Majelis Pertimbangan Kebudayaan) Kabupaten Gianyar Anak Agung Rai (pemilik Museum Arma Ubud), pematung I Gede Sarantika, dan timnya. Sekitar pukul 08.00 Wita, saat cuaca terang pascahujan, tim penggarap patung dari Desa Mas, Kecamatan Ubud, Gianyar, dikoordinir pematung, I Gede Sarantika,39, mulai mengangkat patung dengan berat sekitar 700 kg tersebut. Patung dapat dipasang dengan baik dan mantap pada tatakan (pondasi), disambut tepuk tangan warga. Prosesi dicermati detail oleh Wagub Cok Ace didampingi Bupati Mahayastra, tokoh Puri Agung Ubud Cok Putra, Cok De, dan ratusan pasang mata. Di sela-sela kegiatan, Bupati Mahayastra mengatakan, pemasangan patung tersebut telah direncanakan sekitar dua tahun lalu. Namun, baru bisa diwujudkan setelah beberapa kali berkonsultasi dengan tokoh Puri Agung Ubud.

Tokoh dimaksud yakni anak-anak almarhum, Cok Putra dan adiknya yakni Cok Ace yang Wagub Bali, dan Cok De. Dirinya menyampaikan kebanggaan tentang sosok almarhum. Karena di era serba sulit sebelum kemerdekaan atau belum ada kebebasan, sekitar tahun 1930-an, almarhum mampu merintis dan membangun pariwisata di Bali melalui Ubud. Oleh karena itu, dirinya mempertanyakan jika di era sekarang yang sudah maju, generasi kini tidak mampu melanjutkan perjuangan almarhum.

“Terpenting sekarang, pariwisata Ubud harus dijaga. Ubud sudah terkenal. Tapi, bagaimana pondasi pariwisata yang dirintis beliau harus dijaga. Menjaga itu jauh lebih berat,” jelas Ketua DPC PDIP Kabupaten Gianyar ini.

Guna memperkuat penghargaan atas jasa-jasa almarhum, Bupati Mahayastra menyatakan tengah bersiap mengusulkan almarhum sebagai tokoh pariwisata budaya nasional ke pusat. Menyitir pidato Gubernur Bali Wayan Koster dalam sebuah kesempatan, jika bicara pariwisata budaya Bali  bermula dari Ubud, baru ke tempat-tempat lain.

“Sehingga sangat tepat, kalau bicara pariwisata nasional itu episentrumnya Bali. Tapi, kalau bicara pariwisata Bali episentrumnya Ubud, melalui seni budaya,” jelas bupati asal Desa Melinggih, Kecamatan Payangan, Gianyar ini. Wagub Cok Ace yang juga anak almarhum, menyampaikan terimakasih atas apresiasi Bupati Gianyar dan jajaran hingga terbangunnya patung ini. Menyimak postur, gestur, dan ekspresi, patung tersebut, dirinya memaknai tentang pandangan ayahandanya pada masa silam tentang Bali, khususnya Ubud ke depan.

Pemaknaan itu didapatkan pula dari penyimakan pelbagai tulisan dan cerita-cerita para tetua tentang perjuangan almarhum dalam merintis dan membangun pariwisata budaya Bali, terutama di Ubud, yang dinikmati masyarakat kini dan nanti. Cok Ace mengakui, beberapa kali meninjau proses pembuatan patung ini pada studio seniman lokal di Banjar Batan Ancak, Desa Mas, Kecamatan Ubud. Beberapa kali pula dirinya memberikan masukan pada sisi ekspresi wajah ayahanda yang khas. “Secara anatomi, postur, dan ekspresi, patung ini kemiripannya 95 persen ayah saya. Wajahnya mirip adik (Cok De,Red),” jelasnya.

Pematung sosok Tjokorda Gde Agung Sukawati, I Gede Sarantika mengatakan, tinggi patung 3,20 meter (dari kaki-destar) dan lebar sekitar 1 meter. Patung berbahan perunggu berat sekitar 700 kg, dibuat selama sebulan. Teknisnya, diawali pembuatan miniatur, lanjut pembahasan model, hingga cetak di Jawa Tengah. “Proses buat model patung ini paling menantang, karena membutuhkan kesepakatan antaran seniman dan pihak tokoh Puri Agung Ubud,” ujar sarjana Seni Rupa dan Desain Undiksha Singaraja ini. Dia bersyukur karena pembuatan wajah patung sekali jadi. Karena ada banyak dokumen tentang profil almarhum yang dapat diamati, terutama foto-foto dari banyak angle.

“Saya garap patung ini berlima. Kami upayakan yang terbaik,” ujar seniman muda asal Desa Mas, Kecamatan Ubud, kelahiran 1 November 1984 ini. Sebagaimana diketahui, Tjokorda Gde Agung Sukawati merupakan salah seorang tokoh terpenting yang merintis pembangunan Ubud selama masa kepemimpinannya di Puri Saren Agung Ubud. Maka, Ubud dikenal luas sebagai salah satu pusat seni budaya dan kawasan wisata terkemuka di Bali. Almarhum memiliki visi untuk mengembangkan seni-budaya di Ubud dan memperkenalkan seni-budaya Bali secara luas ke dunia luar. Menjadi pengayom sejumlah seniman Bali, termasuk seniman terbesar Bali sepanjang masa, I Gusti Nyoman Lempad.        

Menjadi tuan rumah dan mendukung kegiatan sejumlah seniman ekspatriat, terutama para pelukis, antara lain Walter Spies (menetap di Ubud sejak 1927), Rudolf Bonnet (menetap di Ubud sejak 1929), Antonio Blanco (menetap di Ubud sejak 1952), Arie Smit (menetap di Ubud sejak 1956), dan lain-lain. Menjadi tuan rumah dan mendukung kegiatan sejumlah seniman Indonesia dari luar Bali, antara lain Affandi, Srihadi Soedarsono, Soedjojono, Dullah, Sapto Hudojo, Abbas Alibasyah, dan lain-lain.

Membantu Prof Purbocaroko sebagai pakar Fakultas Sastra Universitas Udayana dan juga membantu Dr Goris di bidang sejarah Bali. Mendirikan perkumpulan seniman Pita Maha pada tahun 1936 bersama-sama dengan Walter Spies, Rudolf Bonnet, Tjokorda Gde Raka Sukawati, dan I Gusti Nyoman Lempad.       

Mendirikan perkumpulan seniman, Golongan Pelukis Ubud, pada tahun 1951 bersama-sama dengan Rudolf Bonnet, I Gusti Nyoman Lempad, dan Anak Agung Gde Sobrat. Mendirikan Yayasan Ratna Wartha, organisasi nirlaba yang bergerak di bidang seni-budaya dan pendidikan, pada 1 Oktober 1953. Yayasan ini nantinya mengelola Museum Puri Lukisan, dan lain-lain. Almarhum lahir di Puri Saren Agung Ubud, 31 Januari 1910 dan wafat pada 20 Juli 1978, dipalebon pada 31 Januari 1979. *lsa

Komentar