nusabali

Rindu Dua Dekade 8 Seniman Dibayar Tuntas Lewat 39 Bingkai Lukisan

  • www.nusabali.com-rindu-dua-dekade-8-seniman-dibayar-tuntas-lewat-39-bingkai-lukisan
  • www.nusabali.com-rindu-dua-dekade-8-seniman-dibayar-tuntas-lewat-39-bingkai-lukisan
  • www.nusabali.com-rindu-dua-dekade-8-seniman-dibayar-tuntas-lewat-39-bingkai-lukisan

GIANYAR, NusaBali.com – Lebih dua dekade tidak bertemu orang terkasih memang menyisakan kerinduan mendalam. Apalagi begitu banyak memori yang dibagi bersama selagi muda, membuat buah rindu ini harus dibayar tuntas.

Delapan seniman yang membangun memori bersama semasih berdarah muda ini sudah tidak bertemu lebih dari 20 tahun. Berbagi kebahagiaan, kesedihan, dan perjuangan selagi jadi mahasiswa seni di tanah Yogyakarta, membuat rindu yang mereka bawa harus diobati.

Made Wiradana, Ketut Tenang, Pande Ketut Taman, Teguh Ritma Iman, Putu Sutawijaya, I Made Sumadiyasa, I Made Mahendra Mangku, dan I Nyoman Ateng Adiana pada lebih dua dekade silam adalah sekelompok mahasiswa yang merantau bersama ke Yogyakarta.

Persahabatan dan kerinduan seniman yang semuanya adalah kelahiran Bali ini akhirnya bisa dirayakan pada Jumat (30/12/2022) malam lewat pameran Buah Rindu: Lewat 50 di Komaneka Fine Art Gallery Ubud, Gianyar.

Ide merayakan persahabatan oktet pelukis ini berasal dari obrolan santai mengenai kekonyolan mereka di masa muda, ketika rata-rata usia mereka saat ini sudah melewati tahun emas. Bertempat di rumah Putu Sutawijaya di Tabanan, terbesitlah ide untuk membuat pameran sekaligus ajang kumpul kembali sembari mengingatkan diri kepada akar saat dua dekade silam.

Made Wiradana sebagai yang paling senior sekaligus yang dituakan mengungkapkan pameran solo sudah beberapa kali digelar oleh masing-masing sahabatnya. Namun, untuk pameran bersama baru diadakan dua kali yakni pada tahun 1992 dan tahun 2000.

“Kami sudah 20 tahun tidak ketemu. Dari sebelas orang, kami tersisa delapan ini karena sudah ada yang mendahului, ada yang sudah tidak melukis, dan ada yang beralih profesi,” ujar Wiradana dijumpai di sela-sela pembukaan pameran.

Foto: Made Wiradana, pelukis paling senior di antara tujuh pelukis lainnya. -NGURAH RATNADI

Selama 20 tahun tersebut, banyak hal terjadi dan banyak hal telah berubah. Dari mahasiswa ‘kere’ menjadi pribadi yang sibuk dengan bisnis masing-masing, mulai dari tur luar negeri, mengurus galeri dan studio sendiri, serta lainnya. Pameran Buah Rindu: Lewat 50 tahun ini menjadi medium bagi Wiradana dan kawan-kawan untuk merekoneksi pribadi lama mereka yang muda, bebas, dan nakal.

Buah rindu yang diangkat sekawan ini pun tercermin secara luas pada sekitar 39 bingkai lukisan yang dipamerkan. Ada karya yang mencoba menengok ke belakang di mana gaya lukisan mereka masih realis namun saat ini sudah bergaya abstrak. Kemudian ada yang mencoba melukis on the spot di saat kebiasaan tersebut sudah lama tidak dilakukan.

Ada pula yang mencoba menggubah rindu akan romantisme momen pertemuan pertama dengan sang istri. Selain itu, diperlihatkan pula lukisan abstrak yang menggambarkan suasana hati selagi muda saat merantau di tanah Yogyakarta pada era 1980-an, dan konsep lukisan pertama yang pernah mereka buat.

“Setelah bertemu hari ini, rasanya luar biasa. Banyak bernostalgia ketika masih sekamar berbanyak, makan sepiring bersama, dan bayar indekos berpatungan,” ungkap pemenang penghargaan Kerthi Budaya Kota Denpasar tahun 2022.

Selain mengusung sentimen pribadi soal kerinduan, pria yang mengawali pameran solo dengan konsep imajinasi bentuk purba ini menyampaikan bahwa Buah Rindu: Lewat 50 ini pun membawa pesan lebih umum. Wiradana mengingatkan bahwa masa lalu adalah kekuatan dan tonggak masa kini. Hal tersebut seperti sejarah yang tidak boleh dilupakan.

Sementara itu, Komaneka Fine Art Gallery merupakan entitas bersejarah bagi kedelapan pelukis senior ini. Komaneka dapat dikatakan sebagai benefactor Wiradana dan kawan-kawan lantaran pameran pertama mereka diinisiasi dan difasilitasi galeri yang didirikan Koman Suteja pada 26 tahun silam ini.

Foto: Koman Suteja, pendiri Komaneka Fine Art Gallery. -NGURAH RATNADI

Galeri yang berlokasi di Jalan Monkey Forest ini sejak pendiriannya memosisikan diri sebagai batu loncatan para pelukis muda dan belum dikenal luas untuk diorbitkan.

Koman Suteja sendiri sudah sering bertemu dengan delapan serangkai pelukis yang mengisi galerinya saat ini untuk pameran Buah Rindu: Lewat 50. Pertemuan itu pun sudah berlangsung ketika mereka masih merantau di Yogyakarta. Wiradana cs dapat dikatakan sebagai produk Komaneka Fine Art Gallery yang sudah independen dan sukses dengan kemampuan masing-masing.

“Saya bersyukur karena dari tempat kami ini banyak dilahirkan pelukis-pelukis penting di Indonesia, di antaranya adalah yang delapan orang ini,” tutur Koman Suteja ketika ditemui di sela-sela pembukaan pameran yang akan berlangsung hingga 30 Januari 2023.

Hingga saat ini Koman Suteja masih aktif blusukan ke Yogyakarta, bertemu dengan seniman yang belum dikenal dan terkenal. Kebanyakan yang didekati oleh Koman adalah calon seniman yang masih berstatus mahasiswa. Melalui galeri Komaneka, para seniman yang masih dipandang sebelah mata ini dikenalkan dengan khazanah seni dan dunia ekshibisi sesungguhnya.

Foto: Tsuyako Iwanaga, pengunjung pameran. -NGURAH RATNADI

Dalam pameran selama sebulan ini, pecinta seni murni semacam lukisan bakal dimanjakan oleh puluhan karya dari delapan seniman yang sekarang sudah kaya pengalaman. Selama pembukaan pameran pada Jumat malam, beberapa ekspatriat ternyata sudah mengenali karya-karya Wiradana dan kawan-kawan. Tidak sedikit pula yang ingin menggali lebih dalam soal karya-karya tersebut langsung dengan sang kreator.

Seperti Tsuyako Iwanaga, seorang eksekutif perusahaan asal Jepang yang berbasis di Mas, Ubud. Tsuyako mengaku karya dari kedelapan seniman ini sangat berkarakter dan menurut pengalamannya cukup sulit ditemui di Negeri Matahari Terbit.

“Pameran ini sangat luar biasa. Banyak karya dari para seniman ini begitu indah dan berkumpul di dalam satu ruangan,” kata Tsuyako dijumpai usai mengobrol dengan salah satu seniman, I Made Sumadiyasa.

Tsuyako sendiri sangat tertarik dengan karya lukisan bernuansa abstrak namun berbentuk dan bercerita seperti karya Sumadiyasa yakni Rejang 1000. Sebuah karya terbaru yang terinspirasi dari gelaran budaya 1000 tahun Sahasra Warsa Desa Adat Batuan di Sukawati, Gianyar. *rat

Komentar