nusabali

Ada Penyembuhan Black Magic di Perayaan HUT PGRI

  • www.nusabali.com-ada-penyembuhan-black-magic-di-perayaan-hut-pgri
  • www.nusabali.com-ada-penyembuhan-black-magic-di-perayaan-hut-pgri
  • www.nusabali.com-ada-penyembuhan-black-magic-di-perayaan-hut-pgri
  • www.nusabali.com-ada-penyembuhan-black-magic-di-perayaan-hut-pgri
  • www.nusabali.com-ada-penyembuhan-black-magic-di-perayaan-hut-pgri
  • www.nusabali.com-ada-penyembuhan-black-magic-di-perayaan-hut-pgri

MANGUPURA, NusaBali.com – Perayaan HUT Ke-77 dan Hari Guru Nasional tahun 2022 di Kabupaten Badung sedikit berbeda dari biasanya. Tidak hanya menghadirkan kegiatan normatif seperti jalan santai dan pembagian doorprize, ternyata disediakan pula panggung bagi yang ingin berkonsultasi masalah penyakit akibat desti.

Pada Minggu (20/11/2022) pagi di halaman parkir Kantor Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Badung nampak sebuah panggung yang dikerumuni peserta perayaan. Panggung tersebut berisi sekitar 50 orang berpakaian adat serba putih yang duduk berhadapan dengan beberapa guru anggota PGRI Kabupaten Badung.

Ada yang berteriak, ada pula yang merasa kesakitan ketika bagian tubuh para guru itu disentuh. Namun, ada juga yang terlihat biasa saja dan tidak merasakan apa pun. Kegiatan ini merupakan bentuk praktik penyembuhan non-medis yang digelar PGRI Kabupaten Badung bersama Yayasan Siwa Murti Bali.

“Konsultasi non-medis ini kami sediakan untuk memberikan kesempatan kepada para guru agar dapat mengecek kesehatan mereka secara non-medis. Mungkin mereka stres di sekolah, itu agar bisa dideteksi dan kembali beraktivitas dengan baik,” jelas Ketua PGRI Kabupaten Badung, Drs I Wayan Tur Adnyana MPd, 61, dijumpai di sela-sela kegiatan.

Tur Adnyana beranggapan bahwa 85 persen masyarakat Bali adalah beragama Hindu dan sebagian besar masih percaya dengan desti alias black magic. Oleh karena itu, PGRI Kabupaten Badung mencoba memfasilitasi.

Menurut I Nengah Murjana, 59, Kepala SD No 2 Taman, Kecamatan Abiansemal yang menyempatkan diri mencoba pengobatan non-medis ini mengaku penasaran untuk mencoba. Sebab, Murjana merasa ragu apakah ada sesuatu di dalam tubuhnya lantaran sebelumnya ia pernah mengalami keadaan yang kurang mengenakan soal desti.

“Dulu pernah (terkena desti), kaki saya ini bengkak. Kemudian, saya berkonsultasi kepada orang pintar untuk mencabut (penyakit). Dan tadi, waktu dicek di sini, memang katanya sudah bersih,” ujar Murjana sembari mengingatkan rekannya bahwa di zaman yang sudah modern ini hal-hal non-medis memang tidak bisa dipungkiri masih ada.

Berbeda dengan Murjana, AA Istri Mirah Berlian, 49, dari TK Adhyaksa Kejati Bali mengaku tidak pernah ada permasalahan non-medis. Namun, Gung Mirah sama-sama penasaran untuk mencoba dan mengecek ada tidaknya sesuatu dalam tubuhnya.

“Tadi dicek saja. Kakinya dipijat, dan yang ini (lengan) memang sakit, juga ada rasa sakit di jari, kalau yang lain tidak. Tadi katanya bersih, tidak ada (masalah non-medis),” kata Gung Mirah.

Gung Mirah berharap apabila ada rekannya yang akhirnya ditemukan sesuatu pada proses pengobatan oleh para sisya Siwa Murti ini agar diberikan arahan. Dengan demikian, rekannya itu dapat melanjutkan pengobatan dan menemukan kesembuhan lahir dan batin.

Sementara itu, Pinih Sepuh Yayasan Siwa Murti, Ida Rsi Agung Yoga Sidhi Bang Pinatih dari Griya Agung Padangsambian mengatakan bahwa praktik penyembuhan ini merupakan bagian dari Ayurweda khususnya dalam bentuk ajaran Siwa Siddhanta dan Tantrayana. Ida Rsi Agung menjelaskan bahwa sebelum adanya pengobatan medis seperti masa sekarang, pengobatan semacam inilah yang berkembang di masa lalu.

“Siwa Siddhanta merupakan konsep yang diturunkan Ida Mpu Kuturan yang turun ke Bali akibat banyaknya permasalahan yang disebabkan oleh 9 sekte kemudian sekte-sekter berselisih itu disatukan. Dalam praktik ini Siwa Siddhanta ditunjukkan melalui keberadaan upakara untuk memohon anugerah,” tutur Ida Rsi Agung saat dijumpai mengatensi sisya Siwa Murti Kota Denpasar dan Badung terlibat dalam pengobatan non-medis.

Kemudian, lanjut Ida Rsi Agung, ajaran Tantrayana terdapat pada proses pembangkitan kekuatan Siwa dalam diri. Kekuatan Siwa tersebut adalah Dewata Nawa Sanga yang merupakan bagian dari Sadha Siwa. Kekuatan tersebut, dikatakan Ida Rsi Agung, ada dan tidur dalam tubuh manusia. Energi ini dapat dihidupkan dengan Tantrayana guna memantik Kundalini.

Sisya Siwa Murti sendiri sudah mampu menghidupkan energi yang tertidur tersebut. Sebabnya, apabila energi yang sudah terpantik tersebut disalurkan kepada tubuh seseorang yang terkena desti maka efeknya adalah berteriak karena rasa kesakitan. Dijelaskan oleh Ida Rsi Agung, orang yang terkena desti, dalam tubuhnya didominasi oleh Daiwi Sampad dengan energi negatif Asuri Sampad.

“Ketika disalurkan energi positif, energi negatif ini akan melawan. Oleh karena itu, apabila seseorang yang terkena black magic pasti akan bereaksi atas energi yang disalurkan,” tutur Ida Rsi Agung.

Untuk ‘menyembuhkan’ orang yang terkena desti, energi negatif tersebut dinetralkan dengan energi positif yang disalurkan sehingga ada keseimbangan dalam tubuh. Keseimbangan inilah yang memberikan kesembuhan bagi seseorang yang terkena penyakit non-medis.

Sisya Siwa Murti pun tidak sembarangan melaksana praktik salah satu bentuk usada Bali ini. Hanya dengan jiwa yang dekat dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan dengan menjaga perkataan, pikiran, serta perbuatan (Tri Kaya Parisudha) atau dengan bertapa semadi yang dapat menjadi penyalur energi Sadha Siwa. Selain itu, sebelum segala sesuatunya dimulai di lapangan, sebuah pejati sebagai simbol kosmik dijapa mantra guna memohon anugerah.

Ada pula nyuh bungkah, di mana buah kelapa gading ini dimaknai sebagai sumber air yang abadi. Tidak peduli cuaca, iklim, dan kondisi lingkungan, kering atau basah, malam dengan rembulan Sang Hyang Chandra maupun siang dengan terik Sang Hyang Surya, selalu ada air di dalamnya.

Nyuh bungkah dalam proses praktik Siwa Siddhanta dan Tantrayana ini digunakan sebagai Tirta Sanjiwani yang dipercikkan untuk membersihkan orang yang cuntaka atau mala (kotor) akibat disusupi desti.

Kata Ida Rsi Agung, kegiatan ini bukan pertama kalinya dilakukan dengan PGRI Kabupaten Badung. Yayasan Siwa Murti sudah berkolaborasi dengan persatuan guru tingkat kabupaten yang dipimpin Tur Adnyana itu beberapa kali sebelumnya. *rat

Komentar