Siswi Tenggelam di Sungai Dikenal Penurut, Akan Berkumpul Orangtua Setelah Tamat SD
Malam Sebelum Kejadian, Orangtua dan Adik Korban Sangat Gelisah
Sejak kecil korban tenggelam, Ni Putu Pusparini tinggal bersama neneknya di Kelurahan Sangkaragung, Kecamatan Jembrana, karena ayahnya bekerja di Denpasar.
NEGARA, NusaBali
Kepergian siswi kelas VI SDN 2 Sangkaragung, Ni Putu Pusparini, 12, yang tewas tenggelam di Sungai Samblong, Kelurahan Sangkaragung, Kecamatan/Kabupaten Jembrana, Jumat (2/9), meninggalkan luka mendalam bagi keluarga. Selama hidupnya, bocah asal Banjar Mekarsari, Desa Manistutu, Kecamatan Melaya, yang tinggal bersama keluarga neneknya di Sangkaragung, dikenal sebagai sosok anak yang penurut.
Orangtua korban, I Gede Putra Yasa, 38, dan Ni Wayan Sukerti, 29, saat ditemui di rumah duka, di Banjar Mekarsari, Desa Manistutu, Kecamatan Melaya, Sabtu (3/9), mengatakan putrinya Pusparini merupakan anak sulung. Korban memiliki seorang adik perempuan, Ni Kadek Suciantari, 6, yang masih kelas I di SDN 2 Manistutu. Saat ini, kebetulan ibu korban Ni Wayan Sukerti juga sedang hamil usia 5 bulan yang merupakan adik nomor dua korban atau calon anak ketiga.
“Orangnya (korban) penurut. Selalu nurut sama keluarga. Kalau dibilangin pasti ikut. Tidak pernah neko-neko, apalagi melawan kalau diberitahu,” ucap Putra Yasa.
Menurut Putra Yasa, korban memang sejak kecil diajak tinggal bersama keluarga ibunya (nenek korban), Ni Made Winantri, 67, yang telah menikah kembali dengan ayah tirinya (kakek tiri korban), I Wayan Putra, 68, di Sangkaragung. Korban pun dititipkan kepada neneknya, karena Putra Yasa sempat bekerja di Denpasar. “Dulu waktu di Denpasar saya kerja di bengkel dan buruh bangunan. Karena sudah diajak di Sangkaragung, jadi di sekolahkan di sana (Sangkaragung),” ujar Putra Yasa yang kini sehari-hari membuka bengkel motor di rumahnya.
Sejak bekerja di rumah, kata Putra Yasa, dia dan istrinya selalu menengok anaknya ke Sangkaragung. Ketika liburan ataupun hari raya, korban pun sering diajak pulang ke Manistutu. Baik dijemput oleh Putra Yasa ataupun diantar langsung oleh kakek bersama nenek korban. “Hampir setiap minggu saya pasti tengok. Kalau hari Sabtu juga diajak pulang. Terus hari Minggu sore kembali balik ke Sangkaragung karena besoknya harus sekolah,” kenang Putra Yasa.
Putra Yasa mengaku, saat korban naik ke kelas V tahun lalu, dirinya sempat berusaha memindahkan sekolah anaknya dari SDN 2 Sangkaragung ke SDN 2 Manistutu. Dirinya berusaha mengusulkan itu, agar korban bisa satu sekolah dengan adiknya di SDN 2 Manistutu. Namun dari pihak sekolah menyatakan tanggung ketika dipindahkan saat kelas V, dan menyarankan agar dipindahkan setelah tamat SD atau ketika masuk SMP. “Saya memang rencana mau ajak tinggal kembali di sini. Karena tidak bisa dipindah saat kelas V, maunya pindah setelah tamat SD. Mau kami sekolahkan di SMPN 3 Melaya,” kata Putra Yasa.
Putra Yasa mengaku tidak menyangka kalau putrinya akan mengalami peristiwa naas itu. Namun saat Kamis (1/9) malam atau malam sebelum kejadian, Putra Yasa bersama istri termasuk anak keduanya, sangat gelisah. Mereka pun sulit tidur karena merasakan hawa yang sangat panas. “Tumben hawanya sangat panas. Saya sama istri, bahkan anak saya baru bisa tidur sekitar pukul 5 subuh (pukul 05.00),” ujar Putra Yasa.
Namun saat dihantui kegelisahan itu, Putra Yasa maupun istrinya mengaku tidak berpikir macam-macam. Begitu juga tidak ada firasat akan terjadi sesuatu kepada anaknya. Hal itu karena selama ini, anaknya diketahui sangat sehat. “Saya pikir pas malam itu mungkin karena cuaca yang tidak bagus. Makanya saya pun terkejut pas dengar ada kejadian begitu. Saya sendiri diberi kabar sekitar pukul setengah 4 sore (pukul 15.30 Wita), saat sudah ditemukan meninggal,” ucap Putra Yasa.
Terkait peristiwa yang dialami anaknya itu, Putra Yasa menyatakan berusaha tegar. Dirinya maupun istrinya hanya berusaha untuk ikhlas melepas kepergian korban. “Walaupun terus menangis, anak saya tidak akan kembali. Mungkin sudah jalannya seperti itu,” ujar Putra Yasa dan istrinya yang tampak berusaha menahan kesedihan.
Sesuai dengan hasil rembuk keluarga, jenazah korban akan diaben di Setra Desa Adat Manistutu pada Soma Umanis Bala, Senin (12/9). Sedangkan untuk prosesi nyiraman layon di rumah duka, rencananya dilaksanakan sehari sebelumnya pada Redite Kliwon Bala, Minggu (11/9).
Seperti diberitakan sebelumnya, bocah Ni Putu Pusparini, 12, diketahui tenggelam di Sungai Samblong, Kelurahan Sangkaragung, Kecamatan/Kabupaten Jembrana, pada Jumat (2/9) sekitar pukul 13.00 Wita. Peristiwa maut itu terjadi setelah korban tercebur bersama 3 orang temannya tercebur ke sungai saat bermain perosotan di pinggir sungai setempat. Saat itu, kondisi sungai diketahui sedang pasang dan jasad korban ditemukan pada sekitar pukul 14.00 Wita. *ode
Orangtua korban, I Gede Putra Yasa, 38, dan Ni Wayan Sukerti, 29, saat ditemui di rumah duka, di Banjar Mekarsari, Desa Manistutu, Kecamatan Melaya, Sabtu (3/9), mengatakan putrinya Pusparini merupakan anak sulung. Korban memiliki seorang adik perempuan, Ni Kadek Suciantari, 6, yang masih kelas I di SDN 2 Manistutu. Saat ini, kebetulan ibu korban Ni Wayan Sukerti juga sedang hamil usia 5 bulan yang merupakan adik nomor dua korban atau calon anak ketiga.
“Orangnya (korban) penurut. Selalu nurut sama keluarga. Kalau dibilangin pasti ikut. Tidak pernah neko-neko, apalagi melawan kalau diberitahu,” ucap Putra Yasa.
Menurut Putra Yasa, korban memang sejak kecil diajak tinggal bersama keluarga ibunya (nenek korban), Ni Made Winantri, 67, yang telah menikah kembali dengan ayah tirinya (kakek tiri korban), I Wayan Putra, 68, di Sangkaragung. Korban pun dititipkan kepada neneknya, karena Putra Yasa sempat bekerja di Denpasar. “Dulu waktu di Denpasar saya kerja di bengkel dan buruh bangunan. Karena sudah diajak di Sangkaragung, jadi di sekolahkan di sana (Sangkaragung),” ujar Putra Yasa yang kini sehari-hari membuka bengkel motor di rumahnya.
Sejak bekerja di rumah, kata Putra Yasa, dia dan istrinya selalu menengok anaknya ke Sangkaragung. Ketika liburan ataupun hari raya, korban pun sering diajak pulang ke Manistutu. Baik dijemput oleh Putra Yasa ataupun diantar langsung oleh kakek bersama nenek korban. “Hampir setiap minggu saya pasti tengok. Kalau hari Sabtu juga diajak pulang. Terus hari Minggu sore kembali balik ke Sangkaragung karena besoknya harus sekolah,” kenang Putra Yasa.
Putra Yasa mengaku, saat korban naik ke kelas V tahun lalu, dirinya sempat berusaha memindahkan sekolah anaknya dari SDN 2 Sangkaragung ke SDN 2 Manistutu. Dirinya berusaha mengusulkan itu, agar korban bisa satu sekolah dengan adiknya di SDN 2 Manistutu. Namun dari pihak sekolah menyatakan tanggung ketika dipindahkan saat kelas V, dan menyarankan agar dipindahkan setelah tamat SD atau ketika masuk SMP. “Saya memang rencana mau ajak tinggal kembali di sini. Karena tidak bisa dipindah saat kelas V, maunya pindah setelah tamat SD. Mau kami sekolahkan di SMPN 3 Melaya,” kata Putra Yasa.
Putra Yasa mengaku tidak menyangka kalau putrinya akan mengalami peristiwa naas itu. Namun saat Kamis (1/9) malam atau malam sebelum kejadian, Putra Yasa bersama istri termasuk anak keduanya, sangat gelisah. Mereka pun sulit tidur karena merasakan hawa yang sangat panas. “Tumben hawanya sangat panas. Saya sama istri, bahkan anak saya baru bisa tidur sekitar pukul 5 subuh (pukul 05.00),” ujar Putra Yasa.
Namun saat dihantui kegelisahan itu, Putra Yasa maupun istrinya mengaku tidak berpikir macam-macam. Begitu juga tidak ada firasat akan terjadi sesuatu kepada anaknya. Hal itu karena selama ini, anaknya diketahui sangat sehat. “Saya pikir pas malam itu mungkin karena cuaca yang tidak bagus. Makanya saya pun terkejut pas dengar ada kejadian begitu. Saya sendiri diberi kabar sekitar pukul setengah 4 sore (pukul 15.30 Wita), saat sudah ditemukan meninggal,” ucap Putra Yasa.
Terkait peristiwa yang dialami anaknya itu, Putra Yasa menyatakan berusaha tegar. Dirinya maupun istrinya hanya berusaha untuk ikhlas melepas kepergian korban. “Walaupun terus menangis, anak saya tidak akan kembali. Mungkin sudah jalannya seperti itu,” ujar Putra Yasa dan istrinya yang tampak berusaha menahan kesedihan.
Sesuai dengan hasil rembuk keluarga, jenazah korban akan diaben di Setra Desa Adat Manistutu pada Soma Umanis Bala, Senin (12/9). Sedangkan untuk prosesi nyiraman layon di rumah duka, rencananya dilaksanakan sehari sebelumnya pada Redite Kliwon Bala, Minggu (11/9).
Seperti diberitakan sebelumnya, bocah Ni Putu Pusparini, 12, diketahui tenggelam di Sungai Samblong, Kelurahan Sangkaragung, Kecamatan/Kabupaten Jembrana, pada Jumat (2/9) sekitar pukul 13.00 Wita. Peristiwa maut itu terjadi setelah korban tercebur bersama 3 orang temannya tercebur ke sungai saat bermain perosotan di pinggir sungai setempat. Saat itu, kondisi sungai diketahui sedang pasang dan jasad korban ditemukan pada sekitar pukul 14.00 Wita. *ode
Komentar