nusabali

Disel Astawa Protes Atas Pemecatan Keponakannya

  • www.nusabali.com-disel-astawa-protes-atas-pemecatan-keponakannya

Situasi di SMAN 1 Kuta, Badung mendadak panas, Selasa (6/10) pagi. Gara-garanya, anggota Fraksi PDIP DPRD Dapil Badung, I Wayan Disel Astawa, datang ke SMAN 1 Kuta sembari mencak-mencak.

Disel Astawa pun mempertanyakan sistem poin dalam menilai pelanggaran yang di-lakukan siswa. Sebab, tidak objektif kalau karena diakumulasikan pelanggaran dari Kelas I sampai Kelas III. “Kalau nanti ada 1.000 siswa pelanggarannya sampai 180 poin, apa mau dikeluarkan semua?” tanya mantan Calon Wakil Bupati (Cawabup) Badung di Pilkada 2010 ini.

Sementara, Guru Wali Kelas Kelas, Dewa Gede Arga, sempat membela diri bahwa tidak ada pemecatan terhadap siswa atas nama Wayan Jagadhita. “Tidak ada pemecatan, Pak. Istilahnya cuma dikembalikan ke orangtua siswa. Saya sendiri orang baru di sini (SMAN 1 Kuta). Ini keputusan sekolah. Surat pindahnya besok (hari ini) kita keluarkan segera,” dalih Dewa Arga.

Kontan saja Disel Astawa tidak terima dengan pembelaan sang Guru Wali Kelas, Dewa Arga. “Itu sama saja dipecat namanya. Dikeluarkan dan dipecat, sama saja. Undang-undang Dasar 1945 menggariskan pemerintah wajib menyediakan dan memfasilitasi warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Anak kami ini mau sekolah, kok tidak dikasi sekolah? Mau pindah sekolah, surat pindahnya digantung, sampai sekarang nggak dikasi,” sergah Disel Astawa.

Disel Astawa sangat menyayangkan sikap Kasek SMAN 1 Kuta yang tidak ada ke-bijaksanaan. Sebab, ada siswa lain yang melakukan pelanggaran dengan akumulasi poin pelanggaran lebih berat, namun dibiarkan. “Anak kami dipecat menjelang masa ujian. Saya dapat informasi dari siswa di sini, ada siswa yang pelanggarannya lebih berat, tapi tidak dapat tindakan apa pun. Ini kan diskriminatif namanya,” tegas Disel Astawa yang juga mantan anggota DPRD Badung.

Sedangkan ayah dari siswa wayan Jagadhita, Made Ambara, menilai pemecatan anaknya dari SMAN 1 Kuta lantaran sejumlah pelanggaran, tidak manusiawi. “Anak saya diperlakukan kayak teroris saja. Jangankan siswa yang melanggar, narapidana saja dibina oleh negara,” protes Made Ambara.

Dia pun menuding SMAN 1 Kuta sangat tidak objektif. “Anak kami (Wayan Jagadhita) siswa berprestasi, sebagai pimpinan sanggar seni di desa adat, dia taat sembahyang dan menyamabraya, Di sekolah pun, dia mewakili sekolahnya dalam bidang seni tabuh. Kenapa jeleknya saja dinilai?” lanjut orangtua siswa yang juga dikenal sebagai aktivis Lingkungan ini.

Selanjutnya...

Komentar