nusabali

Wisata teBA Majelangu, Wisata Edukasi di Desa Budaya Kertalangu

  • www.nusabali.com-wisata-teba-majelangu-wisata-edukasi-di-desa-budaya-kertalangu

DENPASAR, NusaBali.com – Desa Budaya Kertalangu Denpasar Timur,  menambah daya tarik dengan memperkenalkan Wisata Edukasi Subak teBA Majelangu sejak 2020.  Bagaimana sebenarnya konsep wisata ini?

Di Wisata Edukasi Subak teBA Majelangu ini, anak-anak diperkenalkan dengan alam, seperti hewan, tanaman, dan budaya Bali. “Agar anak-anak mendapatkan pendidikan dini tentang alam, mengingat di era globalisasi dan digital saat ini, anak-anak cenderung beraktivitas dengan gadget, sehingga mencegah hal tersebut, maka hadirlah teBA Majelangu ini,” jelas I Made Suena, Perbekel Desa Kesiman Kertalangu, Senin (23/8/2021).

FOTO: Anak-anak belajar membajak sawah secara langsung di Desa Budaya Kertalangu. -IST

Salah satu kegiatan di teBA Majelangu adalah kegiatan membajak sawah dengan cara tradisional menggunakan sapi. “Anak-anak dipersilakan mencoba membajak sawah dengan sistem tradisional, dan langsung belajar menanam padi juga,” tambahnya.

Adapun arti nama teBA Majelangu sendiri adalah ‘Tempat Belajar Alam Majelangu'. Terinspirasi dari sebuah kerajaan yang ada di Kesiman Kertalangu yang bernama Kerajaan Majelangu yang lokasinya sekarang digunakan sebagai bangunan SMP Negeri 14 Denpasar.

Di kawasan wisata edukasi ini berdiri 11 patung semut yang memiliki makna dan filosofi tersendiri. “Dulu dikisahkan runtuhnya Kerajaan Majelangu disebabkan oleh semut. Lalu kenapa jumlahnya 11? Karena terdapat 11 dusun yang ada di Desa Kesiman Kertalangu ini,” kata Suena.

Semut, lanjut Suena,  memiliki filosofi gotong-royong. Jadi dapat dikatakan 11 patung semut tersebut menyimbolkan gotong royong 11 dusun untuk mewujudkan teBA Majelangu.

Wisata Edukasi Subak teBA Majelangu ini dihadirkan bukan hanya menyerap sekolah-sekolah bukan hanya dari Desa Kesiman Kertalangu saja, melainkan juga sekolah-sekolah di Bali, hingga ruang lingkup nasional. “Respons masyarakat sangat baik, terbukti dengan partisipasi setiap sekolah yang ada di Desa Kesiman Kertalangu, terlibat dalam menyusun kurikulum sekolah alam,” tuturnya.

Desa Budaya Kertalangu sendiri berdiri pada tahun 2008 sekaligus mempertahankan ruang terbuka hijau kota. “Selain itu  guna menghindari alih fungsi lahan persawahan aktif seluas 80 hektare,” ujar Suena.

Sebelum kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), Desa Budaya Kertalangu mendapat kunjungan 200 hingga 250 orang per harinya. Namun karena PPKM, desa wisata ini belum dibuka kembali.

“Dampak dari segi ekonomi tentu ada. Namun desa juga melihat dampak positif dari aspek kesehatannya, di mana dengan ditutupnya Desa Budaya Kertalangu diharapkan dapat mewujudkan kesehatan dan keamanan bersama terutama untuk masyarakat Desa Kesiman Kertalangu,” ujarnya.

Suena pun berharap agar masa pandemi segera berakhir, agar penerapan Wisata Edukasi Subak teBA Majelangu yang berlokasi di Desa Budaya Kertalangu, dapat beroperasi dengan maksimal, memberikan edukasi tentang alam sejak dini kepada anak-anak sekolah di sekitar Desa Kesiman Kertalangu.

“Semoga pandemi segera berakhir. Dan jika berkenan, harapan saya nantinya teBA Majelangu dapat diresmikan langsung oleh Walikota Denpasar,” harap Suena. *rma

Komentar