Petani Lirik Bawang sebagai Alternatif
Tour Kopi Jeda
DENPASAR,NusaBali
Pelaku bisnis sekaligus pelaku pariwisata Bali tetap berupaya bertahan di tengah rajaman pandemi Covid-19.
Yang penting bagaimana produktif, dimasa sulit saat ini. Karena itulah mereka tidak tabu beralih bisnis.
Seperti yang dilakukan I Komang Sukarsana, petani kopi asal Desa Songan, Kecamatan Kintamani, Bangli.
Gara-gara pandemi Covid-19, bisnis tour kopi-nya terpaksa jeda. Tidak ada wisatawan yang tour, menikmati suasanana perkebunan sambil minum kopi.
Kondisi tersebut sudah berlangsung 10 bulan ketika pandemi Covid-19 mulai mendera Bali, pada Februari (2020).
“Otomatis tur kopi berhenti sementara,” kata Sukarsana, Rabu (6/1). Untuk bisnis kopi sementara bertumpu pada penjualan produk kopi saja.
Beruntung kondisi tanah dan cuaca di Kintamani memberi alternatif. Tekstur tanah berpasir menjadi kesempatan petani di Kintamani ramai-ramai menanam bawang. Dipastikan cakupannya puluhan hektare.
“Di kelompok kami saja ada 10 hektare,” ungkap Sukarsana. Belum petani dan kelompok lainnya, yang melakoni hal yang sama.
Berbeda di tempat lain, musim hujan pantang untuk menanam palawija. Sebaliknya dengan di kawasan Kintamani. Tekstur tanah gembur berpasir, menyebabkan air hujan terserap langsung ke bawah. Tidak menyebabkan becek. “Inilah kesempatan menanam bawang,” ungkap Sukarsana.
Makanya sejak November 2020 lalu, petani di kawasan Kintamani khususnya banyak menanam bawang. Awal Januari ini sudah banyak yang panen. “Astungkara, masih ada alternatif di saat pandemi ini,” ujar Sukarsana.
Dia pun bersyukur, apalagi harga bawang relatif stabil. Sementara harga di tempat di kawasan Desa Songan dan sekitarnya, harga perkilo antara Rp 17.000 sampai Rp 18.000. “Ndak besok, bisa jadi harganya berubah,” kata Sukarsana. *K17
Gara-gara pandemi Covid-19, bisnis tour kopi-nya terpaksa jeda. Tidak ada wisatawan yang tour, menikmati suasanana perkebunan sambil minum kopi.
Kondisi tersebut sudah berlangsung 10 bulan ketika pandemi Covid-19 mulai mendera Bali, pada Februari (2020).
“Otomatis tur kopi berhenti sementara,” kata Sukarsana, Rabu (6/1). Untuk bisnis kopi sementara bertumpu pada penjualan produk kopi saja.
Beruntung kondisi tanah dan cuaca di Kintamani memberi alternatif. Tekstur tanah berpasir menjadi kesempatan petani di Kintamani ramai-ramai menanam bawang. Dipastikan cakupannya puluhan hektare.
“Di kelompok kami saja ada 10 hektare,” ungkap Sukarsana. Belum petani dan kelompok lainnya, yang melakoni hal yang sama.
Berbeda di tempat lain, musim hujan pantang untuk menanam palawija. Sebaliknya dengan di kawasan Kintamani. Tekstur tanah gembur berpasir, menyebabkan air hujan terserap langsung ke bawah. Tidak menyebabkan becek. “Inilah kesempatan menanam bawang,” ungkap Sukarsana.
Makanya sejak November 2020 lalu, petani di kawasan Kintamani khususnya banyak menanam bawang. Awal Januari ini sudah banyak yang panen. “Astungkara, masih ada alternatif di saat pandemi ini,” ujar Sukarsana.
Dia pun bersyukur, apalagi harga bawang relatif stabil. Sementara harga di tempat di kawasan Desa Songan dan sekitarnya, harga perkilo antara Rp 17.000 sampai Rp 18.000. “Ndak besok, bisa jadi harganya berubah,” kata Sukarsana. *K17
1
Komentar