nusabali

Etika Berbusana ke Pura Masih Sering Dilanggar

  • www.nusabali.com-etika-berbusana-ke-pura-masih-sering-dilanggar

List (selebaran) tentang etika dan tata cara berbusana sembahyang ke pura, mrajan dan sejenisnya, telah diedarkan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali sejak beberapa tahun yang lalu.

SINGARAJA, NusaBali

Namun isi selebaran ini hingga kini belum sepenuhnya dilaksanakan oleh krama Bali. Beberapa krama bahkan masih lazim melakukan pelanggaran dengan memakai pakaian yang tak sesuai dengan imbauan dan edaran telah disosialisasikan selama ini. Pelanggaran tata cara berbusana ke pura selama ini cenderung dilakukan oleh krama istri (ibu-ibu dan remaja putri atau wanita, Red). Kondisi ini tiada lain sebagai akibat dari perkembangan mode pada busana wanita. Mode  busana perempuan lebih variatif dan dinamis dibandingkan dengan busana pria. Berbagai macam model dan variasi kebaya dan motif kain baru pun muncul dan dipromosikan hampir setiap bulan. Sehingga peluang pelanggaran etiket berbusana ala Bali ke pura terjadi lebih potensial di kalangan wanita.

Seperti masih menggunakan lengan pendek pada kebaya saat persembahyangan, menggunakan kain brokat transparan dan seksi (kebaya jala ikan), menggunakan kamben gantut (pendek) hingga mengurai rambut saat persembahyangan.

Namun demikian tak lantas pelanggaran yang dilakukan oleh krama lanang (laki-laki, Red) nihil. Tata cara menggunakan kamben atau kain juga sering kali asal-asalan. Antara lain, kamben terlalu pendek sehingga kerap disebut dengan istilah ‘kamben ngejuk kucit’ atau pun kepanjangan dengan istilah gaya nyapu jagat. Kondisi tersebut hingga kini masih menjadi perhatian serius dari sejumlah kalangan.

Ketua Bagian Organisasi Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI) Kabupaten Buleleng Ni Made Cantiari mengatakan, meski masih ada pelangaran yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, namun sudah ada perubahan ke arah yang lebih baik. Gaya berpakaian termasuk busana ke pura yang disesuaikan dengan trend terkini biasanya berlangsung musiman. Upaya PHDI maupun WHDI dan berbagai organisasi lainnya untuk menanamkan tata cara busana ke pura yang baik dan sopan, sudah mulai ada peningkatan.

“Ini kan sedang ditata, tetapi sudah ada perubahan ke arah yang lebih baik, jadi tidak separah empat lima tahun yang lalu. Sekarang masih ada saja yang melanggar cuman tidak banyak. Bahkan di kantoran pegawainya juga sudah mulai pakai busana yang lebih sederhana dan sopan,” jelas dia. Cantiari pun mengatakan pelanggaran masih akan tetap ada selama masih ada pedagang yang menjual belikan bahan pakaian yang belum sesuai dengan himbauan.

Namun pihaknya tak sema-mata menyalahkan pedagang dan juga perkembangan dunia fashion saat ini. Hal itu disebutnya sesuatu yang wajar. Dia pun menilai jika penggunaan pakaian adat yang banyak tersedia sudah jadi dan siap pakai saat ini, memiliki nilai kepraktisan dan lebih ekonomis di kalangan generasi muda. Hanya saja untuk mengubah mindset masyarakat menggunakan busana adat ke pura yang baik dan sopan harus dimulai dari lingkungan terkecil yakni keluarga.

Upaya sosialisasi yang sudah getol dilakukan organisasi keagamaan tidak akan ada hasilnya jika ibu-ibu memberikan contoh dna berani menegur langsung anak remaja putrinya saat berpakaian tak sesuai dengan imbauan. “Kami sudah datang ke desa-desa, sekolah dan organisasi masyarakat yang ada. Kuncinya ada di ibu-ibu sebagai contoh anak-anaknya. Kalau ibunya sudah menanamkan disiplin sejak dini, pasti bisa diikuti. Nah ini secara bertahap kita lakukan,” imbuhnya.

Dia yang juga seorang guru tak menjelaskan masyarakat boleh saja menggunakan pakaian adat dan busana ke pura dengan berbagai bahan dan model. Hanya saja harus disesuiakan dengan situasi kondisi dan tempat pemakaiannya. “Kalau yang model lengan pendek atau brokat tipis itu boleh saja, cuman tidak untuk ke pura. Lebih cocok dipakai saat acara pesta atau kundangan, silahkan saja,” ungkap dia.

Untuk menyempurnakan tata cara pakaian ke pura itu, papar Cantiari, juga harus didukung oleh semua pihak. Termauk organisasi-organisasi pemuda yang ada di Bali. Seperti Peradah, KMHDI, sekaa gong wanita, Sekaa Rejang Renteng hingga Sekaa Teruna di desa adat masing-masing.*k23

Komentar