nusabali

BI-Satpol PP Sidak Money Changer di Kuta

Wisatawan Sempat Komplain Ada Money Changer 'Nakal'

  • www.nusabali.com-bi-satpol-pp-sidak-money-changer-di-kuta

Dalam sidak petugas menemukan 8 tempat usaha money changer yang melanggar, baik pelanggaran dokumen maupun pemanfaatan akses publik.

MANGUPURA, NusaBali
Petugas gabungan dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Badung bersama Bank Indonesia (BI) melakukan sidak tempat usaha money changer alias tempat penukaran mata uang asing di wilayah Kecamatan Kuta, Badung pada, Kamis (16/6). Dalam sidak ini, petugas menemukan 8 tempat usaha money changer yang melanggar, baik dari dokumen maupun pelanggaran pemanfaatan akses publik.

Kasatpol PP Kabupaten Badung, I Gusti Agung Ketut Suryanegara mengatakan sidak yang dilakukan tersebut bagian dari pendampingan terhadap petugas Bank Indonesia yang merupakan leading sector penertiban money changer. Meski demikian, sidak itu juga bagian dari tindaklanjut adanya sejumlah laporan dari desa adat yang kerap mendapat keluhan masyarakat maupun wisatawan terkait ulah oknum pengelola money changer.

"Sejumlah usaha money changer ini berulah seiring meningkatnya kunjungan wisata mancanegara (Wisman). Sehingga langsung ditindaklanjuti. Bisa dibilang penentuan lokasi ini berdasarkan informasi dan indikasi kejadian di lapangan. Kalau di Legian dan Seminyak memang ada usaha money changer yang mulai beroperasi, tapi tidak sebanyak di Kuta," ungkap Agung Suryanegara, Kamis kemarin.

Menurut dia, sasaran sidak kemarin berada di wilayah Jalan Pantai Kuta dan Jalan Wana Segara. Dari lokasi Jalan Pantai Kuta, petugas mendapatkan adanya 3 (tiga) usaha yang melakukan pelanggaran menyangkut ketertiban umum, yaitu menaruh papan rate usaha di akses publik. Sedangkan di Jalan Wana Segara, petugas mendapatkan 5 usaha yang melanggar terkait dokumen usaha yang berkaitan dengan BI. Atas hal itu sejumlah papan rate penukaran mata uang usaha terkait disita sementara waktu, sampai nantinya mereka mengikuti aturan yang berlaku.

"Untuk yang menyangkut pelanggaran Perda Ketertiban Umum itu kami yang menangani dengan pembinaan. Kami minta usaha itu tidak melakukan hal itu lagi. Sedangkan yang menyangkut ranah BI kita persilakan BI yang menanganinya, karena kewenangan itu tidak ada di kami," ungkap Agung Suryanegara.

Kendati demikian, sejumlah papan rate usaha yang masih berurusan dengan BI akan tetap disita di Kantor Satpol PP BKO Kuta. Ketika nantinya usaha itu mendapatkan rekomendasi dari BI, barulah mereka diperbolehkan mengambil asetnya itu. Dia berharap dengan penertiban tersebut, semua usaha money changer di Kuta bisa mentaati aturan yang berlaku serta ikut menjaga nama baik pariwisata Bali.

"Jangan sampai ada komplain yang ditimbulkan oleh aksi nakal oknum terkait yang bisa mencoreng pariwisata Bali di tengah upaya pemulihan pasca pandemic Covid-19," harap Agung Suryanegara. Sementara Kepala Unit Sistem Pembayaran, Perizinan dan Pengawasan BI Wilayah III Bali-Nusa Tenggara, Ni Putu Sulastri mengatakan sidak tersebut merupakan langkah mengawali kegiatan yang sempat vakum sejak 2019 akibat pandemi. Semula sidak tersebut dilaksanakan secara terjadwal dua kali dalam setahun.

Ke depan sidak serupa diakuinya akan kembali dilakukan seiring geliat pariwisata. Dari sidak kemarin, pihaknya mendapati adanya 8 usaha money changer yang melanggar ketentuan BI. Pelanggaran tersebut menyangkut perizinan usaha, seperti tidak memiliki izin, izin usaha telah dicabut namun masih beroperasi, kantor cabang yang sudah tutup tapi digunakan oleh pihak lain, serta perizinan masih berproses namun sudah beroperasi. "Atas hal itu mereka akan dilakukan pemanggilan agar melakukan klarifikasi," jelas Sulastri.

Dijelaskannya, saat ini ketentuan tentang usaha Money Changer mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/20/PBI/DKSP tanggal 7 Oktober 2016. Dalam aturan itu pendidikan pengurus, komisaris dan direktur usaha money changer minimal harus Diploma III. Selain itu izin usaha money changer berlaku sampai 5 tahun dan harus diperpanjang.

Petugas supervisor, pelaksana, penilai, dan direksi juga diwajibkan harus mempunyai sertifikasi dari LPP yang materinya difasilitasi oleh BI sesuai ketentuan berlaku. "Untuk yang perizinannya masih berproses, mereka memang sempat melakukan komplain. Tapi kita jelaskan dan berikan pemahaman. Usaha itu baru memiliki akte saja, syarat yang lain belum. Ada beberapa persyaratan lain yang harus dipenuhi, seperti bukti setoran, NPWP perusahaan, pemilik, pengurus, fiskal, slik OJK, Ijazah minimal D3, Surat Penyataan BI, Neraca, SOP dan sebagainya. Jadi masih panjang," pungkas Sulastri. *dar

Komentar