nusabali

Bali Rahayu Bebas Pasung

  • www.nusabali.com-bali-rahayu-bebas-pasung

PHDI menyebut pemasungan terhadap penderita gangguan jiwa dalam ajaran agama Hindu adalah perbuatan Himsa (menyakiti).

Peradah Gelar Diskusi dan Pameran Foto Terpasung

DENPASAR, NusaBali
Prihatin dengan keadaan orang yang mengalami gangguan jiwa dengan kondisi dipasung, DPP Perhimpunan Pemuda Hindu (Peradah) Bali menggelar diskusi terbuka, pemutaran film, lokakarya dan pameran foto bertema ‘Bali Rahayu Bebas Pasung’ di Gedung PHDI Provinsi Bali, Senin (2/5).

"Kegiatan ini untuk mengkampanyekan Bali Rahayu Bebas Pasung, sebab masih banyak penderita gangguan jiwa di Bali yang keluarganya memilih jalan memasung mereka," ujar Ketua DPP Peradah Bali, Ida Ayu Made Purnamaningsih.

Kegiatan ini dilakukan bekerja sama dengan Suryani Institut for Mental Health. Dalam acara tersebut, Prof LK Suryani mengungkapkan, sebanyak 350 kasus pasung yang mampu dia data, 85 orang diantaranya sudah bisa dibebaskan. Melihat banyaknya kasus pasung di ‘Pulau Surga’ ini, Prof Suryani terus mengetuk semua elemen di jajaran pemerintahan maupun lembaga lainnya agar segera bertindak. Pasalnya, pihaknya mengaku melakukan penanganan terhadap orang yang dipasung karena rasa keterpanggilan, sedangkan untuk mewujudkan Bali bebas pasung sangat perlu peran dari para pemangku kebijakan. "Masih banyak pekerjaan sebenarnya. Bicara Bali Bebas Pasung 2017, kalau mau semua bergerak, akhir 2016 inipun bisa terwujud. Tapi kalau tidak ada pergerakan, mau 10 tahun lagi pun tidak akan terwujud Bali bebas pasung. Pertanyaannya, mau ndak," kata Prof Suryani.

Bahkan Prof Suryani mengaku kegiatan penanganan orang terpasung yang selama ini dilakukannya dengan mendatangi langsung ke rumah pasien, dianggap ilegal. Sebab, kata dia, seharusnya pasien yang datang ke tempat prakteknya. Bukan dirinya praktek ke lapangan yang mana datang ke rumah pasien dan memberikan obat.

"Tapi saya katakan, ini saya lakukan karena keterpanggilan. Saya tidak ada sama sekali memungut bayaran, bahkan saya anggap ini bukan praktek. Saya percaya Tuhan akan membayarnya di tempat yang lain. Akibat kami mendatangi pasien gangguan jiwa ini, seolah kami dianggap yang punya tugas menyelesaikan ini. Padahal kan ini harus menjadi perhatian pemerintah. Makanya saya katakan bisa ndak kita kerjasama ini," tanyanya.

Pemutaran film dokumenter kemarin mengisahkan proses penanganan penderita gangguan jiwa, bahkan ada yang hingga sembuh dilakukan ruwatan oleh keluarganya dengan upacara ritual keagamaan. Selain pemutaran film, dilangsungkan juga diskusi terbuka dengan beberapa instansi terkait seperti Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, RS Jiwa Bali, kalangan akademisi, anggota legislatif, dan PHDI Bali.

Sementara Wakil Direktur RS Jiwa Bali, dr Dewa Gede Basudewa mengatakan, saat ini sudah ada sedikitnya enam dokter psikiater yang disiapkan untuk memberikan penanganan. Untuk yang terpasung, RSJ Bali menerima 118 pasien, dengan

54 orang telah dikembalikan, serta 12 dijemput keluarga. "Penanganan yang dikategorikan cukup berat biasanya dilakukan isolasi terlebih dahulu, begitu juga dilakukan terapi. Lama rawat inap selama 2 bulan," katanya.

Lanjutnya, selain kasus terpasung, kasus gangguan jiwa lainnya juga cukup tinggi. Kini, terdapat 337 pasien yang menempati ruangan di RSJ Bali dari total 400 ruangan. Artinya, sebanyak 85 persen melakukan rawat inap. Pihaknya mengaku memerlukan bantuan seperti puskesmas untuk menjadi rujukan pertama dalam menangani pasien gangguan jiwa. "Namun tentunya standar obat puskesmas tentu sama dengan RSJ. Kita perlu kebijakan regulasi dalam hal ini," ucapnya.

Peradah Bali juga menggelar pameran foto yang bertajuk ‘Gangguan Jiwa di Pasung’ karya fotografer Rudi Waisnawa. Sebanyak 20 foto bertema penderita gangguan jiwa yang dipasung di Bali mengambarkan bagaimana penderitaan dari seorang penderita gangguan jiwa dipasung dengan mengunakan rantai dan diikat tali. Fotografer Rudi Waisnawa mengaku terpanggil untuk mendokumentasikan kenyataan tersebut guna mengetuk perhatian masyarakat. Baginya, foto adalah argumentasi dan opini. "Ada satu sisi baik yang bisa kita lakukan dengan mendokumentasikan ini, bahwa inilah kenyataan yang sebenarnya terjadi. Dari sini saya belajar, kalau mau membantu harus riil, tidak bisa hanya dengan teori," katanya.

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali Prof Dr Gusti Ngurah Sudiana MSi mengatakan pemasungan terhadap penderita gangguan jiwa dalam ajaran agama Hindu adalah perbuatan Himsa (menyakiti). "Perbuatan memasung gangguan jiwa adalah perbuatan dosa menurut ajaran agama. Sebagai sesama manusia harus melakukan tindakan terhadap penderita gangguan jiwa agar tidak sampai dipasung," ucapnya. 7 i

Komentar