nusabali

Warga Bangun Panyengker Pura, Temukan Sejumlah Arca di Bawah Pohon Jepun

  • www.nusabali.com-warga-bangun-panyengker-pura-temukan-sejumlah-arca-di-bawah-pohon-jepun

Sabtu (21/11), tim dari Balai Arkeologi Denpasar menghentikan sementara proses ekskavasi karena terkendala dana. Kemarin, tim dan warga menggelar upacara pecaruan ayam brumbun dan pemlaspasan alit.

Adapula dari Dinasti Ming (abad 14-17), dan Dinasting Qing (17-20) dan uang kepeng Vietnam (abad 14-17). Telah ditemukan juga 332 uang kepeng peninggalan Dinasti Song (abat 13), Dinasti Ming (abad 14-17), dan Dinasting Qing (17-20), dan uang kepeng Vietnam (14-17). “Sekarang uang kepengnya sudah disimpan oleh desa adat. Karena kalau disimpan sembarangan takutnya malah hilang,” kata Oka Astawa.

Karena proses penggalian terbatas oleh waktu, sementara ini hasil galian ditimbun ulang dengan tanah. Agar hasil galian tidak rusak, tim sengaja melapisinya dengan plastik warna hitam. Penimbunan lubang galian dilakukan, Jumat (20/11) dan selanjutnya, Sabtu (21/11) kemarin ditutup dengan upacara pembersihan.

Sementara, Kelian Adat Banjar Buangga I Made Cawi, membenarkan bila di areal Pura Gelang Agung terdapat peninggalan citus cagar budaya yang kini sedang coba diungkap Balar Denpasar. Ia pun mengiyakan bila awalnya masyarakat sama sekali tak menyangka bila di bawah tanah areal pura terdapat bangunan candi kuno. “Masyarakat ketika itu tidak menyangka. 

Tahu-tahu dibilang peninggalan situs kuno,” katanya saat dikonfirmasi.
Menurut dia, masyarakat saat ini penasaran bangunan apa sesungguhnya yang ada di bawah tanah Pura Gelang Agung. Masyarakat sangat mengharapkan penggalian dilanjutkan bila memungkinkan.

“Hari ini (Sabtu kemarin) kan terakhir, jadi tadi pukul 08.00 masyarakat bersama tim peneliti melakukan upacara pecaruan ayam brumbun dan pemelaspasan alit. Saya juga sampaikan tadi agar penelitian ini dilanjutkan. Karena ini harapkan masyarakat juga,” kata Made Cawi.

Pura Gelang Agung, imbuh Made Cawi, diempon oleh sekitar 45 KK atau seratusan jiwa. Biasanya krama melakukan upacara atau pujawali setiap enam bulan sekali, tepatnya setiap Buda Umanis Julungwangi. Begitu pun pada saat hari-hari suci lainnya, pura yang berjarak sekitar 1 kilometer dari pemukiman pendudukan ini ramai dikunjungi krama yang hendak melakukan upacara persembahyangan. 

“Tapi setiap hari ada saja yang sembahyang. Dan pemangku juga siap kapapun bila ada masyarakat yang ingin melakukan persembahyangan,” tandasnya.

Komentar