10 Anak ODHA Meninggal dalam 15 tahun
Sebanyak 2.307 orang di Buleleng terindikasi HIV/AIDS, sedangkan yang mau mendapat pendampingan hanya 1.300 orang.
SINGARAJA, NusaBali
Sepuluh ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) berusia anak-anak yang didampingi Yayasan Cita Usada Indonesia (YCUI) Buleleng meninggal dunia. Mereka rata-rata mendapatkan penyakit mematikan tersebut warisan dari orangtuanya.
Konselor YCUI Buleleng, Ricko Wibawa ditemui Senin (4/12) kemarin menjelaskan bahwa selama ini jumlah kasus pengidap HIV/AIDS di Buleleng memang terus meningkat setiap tahunnya. Bahkan menurut rilis dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali, di Buleleng ada 2.307 orang penderita. Angka tersebut adalah angka komulatif sejak tahun 1999 sampai dengan Oktober 2017.
“Dari data yang kami dapatkan, memang masih didominasi oleh usia produktif, yakni usia 19-30 tahun,” katanya. Hanya saja dari jumlah total, yang mau didampingi hanya 1.300 ODHA saja. Selebihnya masih menjaga privasi mereka dan menolak untuk mendapatkan pendampingan.
Dari data tersebut sejak tahun 2001 YCUI Buleleng juga mendampingi 35 orang anak. Hanya saja sampai saat ini yang masih ada hanya 25 orang. Sepuluh sisanya sudah meninggal dunia akibat infeksi yang ditimbulkan oleh virus HIV.
Pendampingan yang dilakukan juga ada yang bersumber dari laporan masyarakat. Timnya akan turun ke lapangan untuk melakukan pendekatan kepada keluarga yang diidikasi mengidap HIV. Jika berkenan akan dilakukan pendampingan pemeriksaan dan pendampingan pelayanan psikologis. Mereka juga akan dibantu penjaminan kesehatannya berupa bantuan susu, vitamin dan kebutuhan lainnya untuk menjaga gizi mereka. Termasuk juga biaya kesehatan dan pendidikan khusus bagi anak-anak.
Peningkatan jumlah penderita HIV di Buleleng yang banyak mencuat belakangan ini juga disebut Ricko terjadi karena kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri semakin meningkat. Selain juga faktor pelayanan pemeriksaan yang semakin dekat sehingga masyarakat dapat memilih dimana mereka memeriksakan diri.
Program pemerintah yang mewajibkan ibu hamil dan penderita TBC untuk melakukan tes HIV juga disebut sebagai faktor penyebab. Dengan situasi tersebut pihaknya sebagai relawan bersama pemerintah terus melakukan upaya pencegahan, yang dimulai dengan melakukan sosialisasi mulai dari anak-anak SMP, yang memiliki potensi prilaku seks menyimpang. Selain itu mereka juga diedukasi tentang alat reporduksi dan cara menjaganya. *k23
Sepuluh ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) berusia anak-anak yang didampingi Yayasan Cita Usada Indonesia (YCUI) Buleleng meninggal dunia. Mereka rata-rata mendapatkan penyakit mematikan tersebut warisan dari orangtuanya.
Konselor YCUI Buleleng, Ricko Wibawa ditemui Senin (4/12) kemarin menjelaskan bahwa selama ini jumlah kasus pengidap HIV/AIDS di Buleleng memang terus meningkat setiap tahunnya. Bahkan menurut rilis dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali, di Buleleng ada 2.307 orang penderita. Angka tersebut adalah angka komulatif sejak tahun 1999 sampai dengan Oktober 2017.
“Dari data yang kami dapatkan, memang masih didominasi oleh usia produktif, yakni usia 19-30 tahun,” katanya. Hanya saja dari jumlah total, yang mau didampingi hanya 1.300 ODHA saja. Selebihnya masih menjaga privasi mereka dan menolak untuk mendapatkan pendampingan.
Dari data tersebut sejak tahun 2001 YCUI Buleleng juga mendampingi 35 orang anak. Hanya saja sampai saat ini yang masih ada hanya 25 orang. Sepuluh sisanya sudah meninggal dunia akibat infeksi yang ditimbulkan oleh virus HIV.
Pendampingan yang dilakukan juga ada yang bersumber dari laporan masyarakat. Timnya akan turun ke lapangan untuk melakukan pendekatan kepada keluarga yang diidikasi mengidap HIV. Jika berkenan akan dilakukan pendampingan pemeriksaan dan pendampingan pelayanan psikologis. Mereka juga akan dibantu penjaminan kesehatannya berupa bantuan susu, vitamin dan kebutuhan lainnya untuk menjaga gizi mereka. Termasuk juga biaya kesehatan dan pendidikan khusus bagi anak-anak.
Peningkatan jumlah penderita HIV di Buleleng yang banyak mencuat belakangan ini juga disebut Ricko terjadi karena kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri semakin meningkat. Selain juga faktor pelayanan pemeriksaan yang semakin dekat sehingga masyarakat dapat memilih dimana mereka memeriksakan diri.
Program pemerintah yang mewajibkan ibu hamil dan penderita TBC untuk melakukan tes HIV juga disebut sebagai faktor penyebab. Dengan situasi tersebut pihaknya sebagai relawan bersama pemerintah terus melakukan upaya pencegahan, yang dimulai dengan melakukan sosialisasi mulai dari anak-anak SMP, yang memiliki potensi prilaku seks menyimpang. Selain itu mereka juga diedukasi tentang alat reporduksi dan cara menjaganya. *k23
1
Komentar