'Pemberantasan Rabies Bisa Tiru Penanganan Covid'
Satu hal yang bisa diadopsi dari sistem penanganan Covid-19 adalah peran aktif desa adat dan desa dinas sekaligus masyarakat itu sendiri.
DENPASAR, NusaBali
Ketua TP PKK Provinsi Bali Ny Putri Suastini Koster mengatakan rabies sudah terlalu lama menjadi momok di tengah masyarakat Bali. Rabies muncul sejak tahun 2008 dan hingga saat ini penyakit yang menular melalui hewan berdarah panas seperti anjing, kucing, dan kera tersebut masih menghantui masyarakat Bali. Ny Putri Koster memandang perlu adanya satu sistem seperti yang dilakukan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19.
“Kita menjadi daerah yang terbaik dalam penanganan Covid-19 dan mendapat apresiasi pemerintah pusat. Oleh karenanya saya berharap penanganan rabies juga memiliki tata cara dan pola yang hampir serupa, sehingga rabies tidak lagi menjadi momok yang nantinya secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkat wisatawan,” ujarnya saat tampil sebagai narasumber pada dialog 'Penangulangan Rabies Berbasis Keluarga' secara Live di RRI Denpasar, Kamis (26/1).
Ny Putri Koster menyebut, satu hal yang bisa diadopsi dari sistem penanganan Covid-19 adalah peran aktif desa adat dan desa dinas sekaligus masyarakat itu sendiri. “Kita buat sistem berbasis desa adat yang mensinergikan semua kekuatan, mulai dari desa adat, desa dinas, termasuk masyarakat itu sendiri harus peka terhadap hewan pembawa rabies. Karena jika berjalan secara parsial, maka ini tidak akan tertangani dengan maksimal,” tegasnya.
Selebihnya, Ny Putri Koster juga menyinggung pentingnya pemberdayaan keluarga dalam penanggulangan rabies. Keluarga sebagai basis terkecil dari masyarakat dan berinteraksi langsung dengan hewan peliharaan khususnya anjing, harus memiliki pemahaman yang baik terkait tata laksana pencegahan rabies. “Edukasi harus terus kita lakukan dan kami dari PKK akan intens memberi sosialisasi yang berkaitan tersebut,” imbuhnya.
Selanjutnya, pendamping orang nomor satu di Bali ini, juga mengajak masyarakat pecinta untuk rajin-rajin memperhatikan kesehatan hewan peliharaan dengan baik. “Jika kita senang dengan hewan peliharaan, maka jangan tampilan fisiknya saja yang diutamakan, namun lebih kepada kesehatannya juga harus diperhatikan agar bebas dari paparan rabies,” sarannya sembari berharap agar regulasi yang bekaitan dengan tata laksana masuknya anjing ras ke Bali diimplementasikan dengan baik. Dengan demikian, ia berharap Bali secepatnya bisa menjadi daerah yang bebas dari penyebaran rabies.
Selain Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali, juga hadir dua pembicara lainnya, yakni Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali I Wayan Sunada dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Dr dr Nyoman Gede Anom MKes.
Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali I Wayan Sunada menjelaskan saat ini populasi anjing di Bali tercatat sebanyak 620 ribu ekor dan ironisnya sebagian masuk kategori anjing liar. Untuk mengendalikan penyebaran rabies, Distanpangan akan fokus pada gerakan vaksinasi anjing yang dilakukan secara massif.
“Ketersediaan vaksin saat ini mencapai 120 ribu dosis, dan pada bulan Februari akan dipasok lagi sebanyak 30 ribu dosis. Jumlah itu sangat memadai untuk mengintensifkan gerakan vaksinasi,” terangnya.
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Dr dr I Nyoman Gede Anom MKes, mengungkapkan pada tahun 2022 terdapat 34.858 korban gigitan anjing dan 680 korban yang terindikasi virus rabies. Jumlah korban meninggal sebanyak 22 korban jiwa akibat virus rabies. Apabila dilihat secara menyeluruh, sejak tahun 2008 terdapat 192 korban jiwa yang meninggal akibat virus rabies.
“Ketika digigit anjing, segera cuci luka pada air mengalir dengan menggunakan deterjen. Karena virus penyebab rabies terbukti akan mati oleh sabun. Setelah itu tambahkan antiseptik lanjut periksa ke pusat layanan kesehatan untuk mendapat penanganan, termasuk vaksinasi,” pesannya. *cr78
“Kita menjadi daerah yang terbaik dalam penanganan Covid-19 dan mendapat apresiasi pemerintah pusat. Oleh karenanya saya berharap penanganan rabies juga memiliki tata cara dan pola yang hampir serupa, sehingga rabies tidak lagi menjadi momok yang nantinya secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkat wisatawan,” ujarnya saat tampil sebagai narasumber pada dialog 'Penangulangan Rabies Berbasis Keluarga' secara Live di RRI Denpasar, Kamis (26/1).
Ny Putri Koster menyebut, satu hal yang bisa diadopsi dari sistem penanganan Covid-19 adalah peran aktif desa adat dan desa dinas sekaligus masyarakat itu sendiri. “Kita buat sistem berbasis desa adat yang mensinergikan semua kekuatan, mulai dari desa adat, desa dinas, termasuk masyarakat itu sendiri harus peka terhadap hewan pembawa rabies. Karena jika berjalan secara parsial, maka ini tidak akan tertangani dengan maksimal,” tegasnya.
Selebihnya, Ny Putri Koster juga menyinggung pentingnya pemberdayaan keluarga dalam penanggulangan rabies. Keluarga sebagai basis terkecil dari masyarakat dan berinteraksi langsung dengan hewan peliharaan khususnya anjing, harus memiliki pemahaman yang baik terkait tata laksana pencegahan rabies. “Edukasi harus terus kita lakukan dan kami dari PKK akan intens memberi sosialisasi yang berkaitan tersebut,” imbuhnya.
Selanjutnya, pendamping orang nomor satu di Bali ini, juga mengajak masyarakat pecinta untuk rajin-rajin memperhatikan kesehatan hewan peliharaan dengan baik. “Jika kita senang dengan hewan peliharaan, maka jangan tampilan fisiknya saja yang diutamakan, namun lebih kepada kesehatannya juga harus diperhatikan agar bebas dari paparan rabies,” sarannya sembari berharap agar regulasi yang bekaitan dengan tata laksana masuknya anjing ras ke Bali diimplementasikan dengan baik. Dengan demikian, ia berharap Bali secepatnya bisa menjadi daerah yang bebas dari penyebaran rabies.
Selain Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali, juga hadir dua pembicara lainnya, yakni Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali I Wayan Sunada dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Dr dr Nyoman Gede Anom MKes.
Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali I Wayan Sunada menjelaskan saat ini populasi anjing di Bali tercatat sebanyak 620 ribu ekor dan ironisnya sebagian masuk kategori anjing liar. Untuk mengendalikan penyebaran rabies, Distanpangan akan fokus pada gerakan vaksinasi anjing yang dilakukan secara massif.
“Ketersediaan vaksin saat ini mencapai 120 ribu dosis, dan pada bulan Februari akan dipasok lagi sebanyak 30 ribu dosis. Jumlah itu sangat memadai untuk mengintensifkan gerakan vaksinasi,” terangnya.
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Dr dr I Nyoman Gede Anom MKes, mengungkapkan pada tahun 2022 terdapat 34.858 korban gigitan anjing dan 680 korban yang terindikasi virus rabies. Jumlah korban meninggal sebanyak 22 korban jiwa akibat virus rabies. Apabila dilihat secara menyeluruh, sejak tahun 2008 terdapat 192 korban jiwa yang meninggal akibat virus rabies.
“Ketika digigit anjing, segera cuci luka pada air mengalir dengan menggunakan deterjen. Karena virus penyebab rabies terbukti akan mati oleh sabun. Setelah itu tambahkan antiseptik lanjut periksa ke pusat layanan kesehatan untuk mendapat penanganan, termasuk vaksinasi,” pesannya. *cr78
1
Komentar