Polsek Ubud Dalami Karcis di Desa Adat Nagi
Menurut Ketua Komisi I DPRD Gianyar, setiap pungutan atau retrebusi harus ada izin, tidak boleh sembarangan.
GIANYAR, NusaBali
Polsek Ubud, Gianyar turun tangan mendalami polemik karcis masuk ke wewidangan Desa Adat Nagi, Desa Petulu, Kecamatan Ubud, Gianyar. Kapolsek Ubud, Kompol I Gusti Ngurah Yudistira beserta jajaran mendatangi Prajuru Desa Adat Nagi, Selasa (11/10). Polsek Ubud turun tangan karena karcis sekali lewat di jalan swadaya Desa Adat Nagi menimbulkan berbagai tanggapan di masyarakat. “Masih kami dalami,” ungkap Kompol Gusti Ngurah Yudistita, Rabu (12/10).
Ketua Komisi I DPRD Gianyar I Nyoman Amertayasa, juga merencanakan turun ke Desa Adat Nagi agar tidak terjadi kesimpangsiuran pemberlakuan karcis sekali melintas di jalan swadaya desa adat. “Tiyang masih di Sulawesi, kurang jelas dengan permasalahan di Desa Adat Nagi. Pulang dari Sulawesi, tiyang akan turun agar tahu lebih jelas duduk persoalannya,” ujar Amertayasa. Apakah di jalan swadaya desa adat boleh melakukan pungutan? Amertayasa mengatakan bahwa setiap pungutan atau retrebusi harus ada izin, tidak boleh sembarangan. “Intinya kami akan turun untuk melihat kondisinya,” ujar politisi asal Ubud ini.
Sementara Dinas Perhubungan Gianyar bersikap datar atas pungutan tiket masuk Desa Adat Nagi. Plt Kadishub Gianyar I Wayan Suamba mengaku tidak mendapatkan informasi resmi adanya karcis retribusi di Desa Adat Nagi. Apalagi pada kop tiket tertulis adat dan berisikan pararem. “Itu ranah adat,” ujarnya. Menurut Suamba, parkir dengan tarif Perda harus ada MoU dengan desa adat. Parkir sesuai Perda yakni kendaraan roda empat Rp 2.000 dan motor Rp 1.000.
Sebelumnya, beredar di media sosial foto karcis dengan tarif Rp 20.000 untuk kendaraan roda empat atau mobil yang melintas di wewidangan Desa Adat Nagi, Desa Petulu, Kecamatan Ubud, Gianyar. Karcis itu dibuat berdasarkan Pararem Nomor 06/DAN/VII/2022. Bendesa Adat Nagi, I Nyoman Sudana, menegaskan karcis hanya berlaku untuk kendaraan dengan tujuan vila tertentu. Penerapan karcis ini hanya untuk pemakaian jalan di Desa Adat Nagi yang dibangun di atas pelaba Pura Desa. “Jalan yang kami kenakan karcis adalah jalan swadaya milik desa adat dengan sertifikat nomor 417,” tegas Sudana, Minggu (9/10).
Sebagai pemilik lahan dan pembuat jalan, Desa Adat Nagi punya hak menentukan siapa saja yang boleh dan tidak boleh menggunakan jalan swadaya tersebut. “Pada gapura sudah tertulis nama investor yang boleh lewat. Para investor, driver, suplier dengan tujuan vila yang tidak bekerja sama dengan Desa Adat Nagi kami kenakan karcis sekali lewat,” jelas Sudana. Tarif karcis bervariasi. Sepeda motor Rp 5.000, mobil Rp 20.000, truk engkel Rp 50.000, dan truk roda enam Rp 100.000. *nvi
Ketua Komisi I DPRD Gianyar I Nyoman Amertayasa, juga merencanakan turun ke Desa Adat Nagi agar tidak terjadi kesimpangsiuran pemberlakuan karcis sekali melintas di jalan swadaya desa adat. “Tiyang masih di Sulawesi, kurang jelas dengan permasalahan di Desa Adat Nagi. Pulang dari Sulawesi, tiyang akan turun agar tahu lebih jelas duduk persoalannya,” ujar Amertayasa. Apakah di jalan swadaya desa adat boleh melakukan pungutan? Amertayasa mengatakan bahwa setiap pungutan atau retrebusi harus ada izin, tidak boleh sembarangan. “Intinya kami akan turun untuk melihat kondisinya,” ujar politisi asal Ubud ini.
Sementara Dinas Perhubungan Gianyar bersikap datar atas pungutan tiket masuk Desa Adat Nagi. Plt Kadishub Gianyar I Wayan Suamba mengaku tidak mendapatkan informasi resmi adanya karcis retribusi di Desa Adat Nagi. Apalagi pada kop tiket tertulis adat dan berisikan pararem. “Itu ranah adat,” ujarnya. Menurut Suamba, parkir dengan tarif Perda harus ada MoU dengan desa adat. Parkir sesuai Perda yakni kendaraan roda empat Rp 2.000 dan motor Rp 1.000.
Sebelumnya, beredar di media sosial foto karcis dengan tarif Rp 20.000 untuk kendaraan roda empat atau mobil yang melintas di wewidangan Desa Adat Nagi, Desa Petulu, Kecamatan Ubud, Gianyar. Karcis itu dibuat berdasarkan Pararem Nomor 06/DAN/VII/2022. Bendesa Adat Nagi, I Nyoman Sudana, menegaskan karcis hanya berlaku untuk kendaraan dengan tujuan vila tertentu. Penerapan karcis ini hanya untuk pemakaian jalan di Desa Adat Nagi yang dibangun di atas pelaba Pura Desa. “Jalan yang kami kenakan karcis adalah jalan swadaya milik desa adat dengan sertifikat nomor 417,” tegas Sudana, Minggu (9/10).
Sebagai pemilik lahan dan pembuat jalan, Desa Adat Nagi punya hak menentukan siapa saja yang boleh dan tidak boleh menggunakan jalan swadaya tersebut. “Pada gapura sudah tertulis nama investor yang boleh lewat. Para investor, driver, suplier dengan tujuan vila yang tidak bekerja sama dengan Desa Adat Nagi kami kenakan karcis sekali lewat,” jelas Sudana. Tarif karcis bervariasi. Sepeda motor Rp 5.000, mobil Rp 20.000, truk engkel Rp 50.000, dan truk roda enam Rp 100.000. *nvi
1
Komentar