nusabali

Dulu Ngamuk, Kini Bisa Berkebun, Bikin Kerajinan, hingga Melukis

  • www.nusabali.com-dulu-ngamuk-kini-bisa-berkebun-bikin-kerajinan-hingga-melukis

Aneka hasil kreativitas para penderita gangguan jiwa di Rumah Berdaya Kota Denpasar rata-rata bernilai ekonomis, bahkan sempat ikut meramaikan acara Denfest, 28-31 Desember 2016

Melongok Kehidupan Puluhan Penderita Gangguan Jiwa di Rumah Berdaya Kota Denpasar

DENPASAR, NusaBali
Tidak semua penderita gangguan jiwa yang sempat masuk RSJ Bangli harus mendapat stigma negatif. Buktinya, penderita gangguan jiwa yang menghuni Rumah Berdaya Kota Denpasar di Jalan Hayam Wuruk Denpasar, kini bisa hidup dan beraktivitas secara normal. Bahkan, mereka bisa berkebun, bikin kerajinan, hingga melukis, padahal dulunya sempat ngamuk-ngamuk.

Saat ini, ada sekitar 30 penderita gangguan jiwa yang disebut ‘Orang dengan Skizofrenia’ (ODS) yang diberdayakan di Rumah Berdaya Kota Denpasar tersebut. Dulunya, para ODS ini sering ngamuk-ngamuk. Namun sekaang, mereka bisa beraktivitas layaknya orang normal. Aktivitas mereka, mulai dari menyapu halaman, mencuci sepeda motor, berkebun, membuat kerajinan, mengolah barang bekas menjadi barang bernilai ekonomi, melukis, hingga nyablon kaos.

Menurut Ketua Rumah Berdaya Kota Denpasar, I Nyoman Sudiasa, cikal bakal ber-dirinya Rumah Berdaya ini dimulai 1,5 tahun silam. Berawal dari acara kumpul-kumpul para ODS yang satu nasib menjadi pasien dari Dokter Psikologi RSUD Wangaya, Denpasar, dr I Gusti Rai Putra Wiguna. Mereka rutin ngumpul seminggu sekali untuk sekadar ngobrol. Nyoman Sudiasa sendiri adalah penderita gangguan jiwa yang sempat dirawat di RSJ Bangli tahun 2001.

“Seminggu sekali, kami berkumpul di rumah Dokter Rai Putra Wiguna. Kami ngumpul-ngumpul hanya sekadar ngobrol biasa, supaya tidak merasa hidup sendiri. Nah, kebetulan Dokter Rai Putra punya teman seniman, namanya Budi Agung Kuswara, yang perhatian kepada kita. Kemudian, mereka ingin kita berkreativitas,” kenang Nyoman Sudiasa saat NusaBali berkunjung ke Rumah Berdaya Kota Denpasar, Senin (2/1).

Menurut Sudiasa, kreativitas perdana para ODS di bawah naungan Rumah Berdaya Kota Denpasar ini dimulai dengan berkesenian, yaitu melukis di studio salah seorang seniman di kawasan Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati, Gianyar. Selain melukis, Sudiasa dan teman-temannya sesama ODS juga diajak bernyanyi, ngobrol, dan saling tukar pikiran. “Di sana juga kita belajar nyablon dan mengemas dupa,” papar penyandang ODS asal Banjar Baledana, Desa Titab, Kecamatan Busungbiu, Buleleng ini.

Namun, seiring berjalannya waktu, para ODS ini mulai mengalami kesulitan untuk bolak-balik Denpasar-Batubulan setiap Minggu. Setelah 6 bulan berjalan, muncul kemudian pemikiran supaya tempat berkreativitas mereka dipusatkan di Kota Denpasar.

“Masalahnya, kita (para ODS) kebanyakan dari Denpasar, dokternya juga dari Denpasar. Bahkan, seniman juga tinggal di Sanur (Denpasar Selatan). Nah, kenapa tidak tempat itu didekatkan saja?” cerita Sudiasa.

“Maka, kami diajak berkunjung ke rumah Walikota Denpasar untuk meminta salah satu bangunan pemerintah yang nganggur. Astungkara, kami diberikanlah tempat ini (Rumah Berdaya yang lokasinya di sebelah tenggara SPBU Tanjung Bungkak, Jalan Hayam Wuruk Denpasar, Red),” lanjut suami dari Ni Putu Sri Ayu Astuti ini.

Di Rumah Berdaya Kota Denpasar ini, kata Sudiasa, kegiatan para ODS semakin intensif. Awalnya, mereka bertemu sepekan sekali setiap Minggu. Namun, kini justru justru, liburnya di Minggu, sementara kumpul setiap hari mulai Senin hingga Sabtu. Para ODS yang jumlahnya mencapai 30 orang ini tidak tinggal menetap di Rumah Berdaya Kota Denpasar, melainkan setiap hari pulang dan pergi layaknya anak sekolahan.

Tiba di Rumah Berdaya Kota Denpasar pagi hari sekitar pukul 08.00 Wita, lalu sorenya sekitar pukul 18.00 Wita mereka dijemput keluarga untuk kembali ke rumah masing-masing. “Mereka ada yang diantar jemput oleh keluarga, ada juga yang kita jemput dan antar pulang. Kebetulan, ada satu mobil pemberian Pemkot Denpasar untuk antar jemput,” jelas Sudiasa.

Hanya saja, lanjut Sudiasa, satu mobil ini diakui tidaklah cukup untuk antar jemput 30 ODS yang tinggal tersebar di 4 kecamatan se-Denpasar. Makanya, mobil operasional tersebut hanya diefektifkan antar jemput para ODS yang tinggal di wilayah Renon (Denpasar Selatan) dan Sanur (Denpasar Selatan). “Untuk wilayah Kecamatan Denpasar Timur, Denpasar Utara, dan Denpasar Barat, kita usahakan jemput dengan sepeda motor,” papar Sudiasa.

Sudiasa memaparkan, tidak seluruh 30 ODS yang bernaung di Rumah Berdaya Kota Denpasar hadir setiap hari. Namun, kehadiran mereka disesuaikan dengan kemampuan dan kemauan masing-masing. “Rumah Berdaya ini kan bukan perusahaan yang mengharuskan karyawannya hadir semua setiap hari. Jadi, setiap hari ada saja yang tidak datang,” jelas ayah dari Ni Putu Putri Indah Melati, 18, dan Ni Made Cindy Sepia Yanti, 15 ini.

Sementara itu, aneka hasil kreativitas para ODS di Rumah Berdaya Kota Denpasar ini terbukti bernilai ekonomis. Bahkan, kelompok Rumah Berdaya ini sempat ikut meramaikan Denpasar Festival (Denfest), 28-31 Desember 2016 lalu. “Apresiasi dari masyarakat cukup tinggi. Misalnya, kemasan dupa yang kami buat dari botol plastik bekas, laris manis saat Denfest,” tutur Sudiasa.

Sudiasa cukup merasakan manfaat positif setelah memberdayakan diri di Rumah Berdaya Kota Denpasar. Meski diakui setiap hari masih rutin minum obat sekali sehari, Sudiasa tampak seperti orang normal. Bahkan, dia mampu mengingat semua kejadian pahit yang dideritanya tahun 2001, sehingga dikirim keluarganya ke RSJ Bangli.

Sudiasa mengisahkan, dirinya memang sosok pendiam, sehingga setiap emosi selalu dipendam sendiri. Giliran emosi memuncak, dia tak bisa mengendalikan diri, hingga pernah ngamuk di tempatnya bekerja sebagai kepala gudang sebuah kontraktor vila di kawasan Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. “Hari saat saya ngamuk itu juga, saya dibawa ke Bagian Psikiatri RS Sanglah. Saya sempat dirawat selama 4 hari, Entah kenapa, sampai di rumah kumat lagi. Maka, saya pun dikirim ke kampung halaman di Buleleng,” ungkap Sudiasa.

Di kampung halamannya, yakni Banjar Baledana, Desa Titab, Kecamatan Busungbiu, Buleleng, Sudiasa bukannya mendapatkan ketenangan, namun justru semakin beringas. “Namanya orang desa, waktu itu tidak percaya medis, tapi pilih berobat alternatif. Sudah ke mana-mana saya diajak berobat, tapi nggak mempan, bahkan cenderung semakin parah, sampai pernah saya telanjang keliling kampung. Pokoknya lost of control. Makanya, saya diajak ke RSJ Bangli dan dirawat selama 7 hari,” kenangnya.

Meski sakit, Sudiasa tetap bisa bersyukur karena istri tercintanya setia mendampingi. “Setiap hari saya ditemani, pagi, siang, sore. Saya sendiri merasa prihatin melihat istri saya repot. Maka itu, muncul niat supaya saya bisa segera sembuh dan bekerja untuk menghidupi keluarga.”

Sudiasa menceritakan, sepulang dari RSJ Bangli, dia merasakan kondisikan mulai membaik, meski harus rutin minum obat. Setelah merasa lebih baik, Sudiasa yang masuk keluarga miskin kembali pilih merantau ke Denpasar untuk bekerja serabutan dan sekaligus menjalani rawat jalan di RSUD Wangaya.  Akhirnya, dia sempat diterima kerja di garmen, kemudian pindah ke perusahaan gas.

Saat bekerja di perusahaan gas inilah Sudiasa bertemu dengan dr I Gusti Rai Putra Wiguna, ketika rawat jalan di RSUD Wangaya. Dari situ, mereka akrab sampai akhirnya Sudiasa dinobatkan sebagai Ketua Rumah Berdaya Kota Denpasar. Banyak hal positif yang dia dapatkan dalam 6 bulan terakhir berkarya di Rumah Berdaya Kota Denpasar. “Saya menjadi lebih percaya diri, merasa dihargai, dan pikiran terbuka,” tandas Sudiasa.

Sudiasa berharap masyarakat mau peduli dengan para ODS, terutama pihak keluarga. “Sebaiknya didukung supaya ODS bisa cepat pulih. Pemerintah juga kami harapkan peduli, jangan sampai Rumah Berdaya Kota Denpasar ini hangat-hangat tai ayam. Karena keberadaan rumah ini sangat penting bagi kami,” pintanya. * nvi

Komentar