nusabali

Pabrik Ekstasi Rumahan Digerebek Polisi

Sehari Produksi 200 Butir, Dijual Rp 290.000 Per Butir

  • www.nusabali.com-pabrik-ekstasi-rumahan-digerebek-polisi

DENPASAR, NusaBali
Satuan Narkoba Polresta Denpasar gerebek pabrik ekstasi rumahan milik Sam To, 48, di Jalan Tukad Balian Denpasar Selatan.

Keberadaan pabrik ekstasi rumahan ini terbongkar setelah Sam To, yang merupakan residivis kasus narkoba, ditangkap polisi seusai tempel ekstasi hasil buatannya di halte bus Jalan Bypass Ngurah Rai kawasan Sidakarya, Kecamatan Denpasar Selatan, Rabu (14/7) sore pukul 16.00 Wita. Dari tangan tersangka, polisi menyita 280 butir ekstasi.

Kapolresta Denpasar, Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan, mengatakan pengungkapan kasus ini dilakukan di dua lokasi TKP. Lokasi pertama adalah di halte bus Jalan Bypass Ngurah Rai Sidakarya, di mana teraangka Sam To disergap. Sedangkan lokasi kedua adalah di kos tempat tinggal tersangka Sam To di Jalan Tukad Balian Denpasar Selatan.

Menurut Kombes Jansen, sebelum disergap, terangka Sam To---yang sudah lama menjadi target operasi Tim Sat Narkoba Polresta Denpasar---datang dari Perumahan Kertha Petasikan Sidakarya, Denpasar Selatan mengendarai sepeda motor menuju ke halte bus Jalan Bypass Ngurah Rai Sidakarya. Saat itu, polisi membuntutinya dari belakang.

Setibanya di halte bus, tersangka Sam To membuang sebuah benda yang belakangan diketahui adalah gelas plastik ukuran kecil warna putih dibalut lakban warna hitam, yang di dalamnya berisi 5 butir ekstasi. Setelah membuang gelas plastik tersebut, tersangka langsung tancap gas.

Tak mau buang waktu, polisi pun lakukan pengejaran. Akhirnya, tersangka Sam To berhasil ditangkap dalam jarak sekitar 300 meter dari halte bus. "Kemudian, tersangka dibawa ke kosnya di Jalan Tukad Balian Denpasar Selatan,” jelas Kombes Jansen saat jumpa pers di Mapolresta Denpasar, Jalan Gunung Sanghyang Nomor 110 Padangsambian, Denpasar Barat, Kamis (22/7) pagi.

Di tempat kos tersangka Sam To, petugas kembali menemukan 275 butir pil ekstasi. Tersangka mengakui barang haram itu dibuat sendiri. Setelah dilakukan penggeledahan, ditemukanlah alat cetak manual dari kayu dan besi untuk pabrik ekstasi rumahan. “Juga ditemukan berbagai jenis obat yang dijadikan bahan dasar pembuatan ekstasi," papar Kombes Jansen, yang kemarin didampingi Kasat Narkoba Polresta Denpasar, AKP Lisa Lusiano Araujo.

Selanjutnya, tersangka Sam To bersama barang buktinya dikeler ke Mapolresta Denpasar untuk dilakukan pemeriksaan dan pengujian barang bukti. Hasil uji laboratorium, 280 butir ekstasi hasil buatan tersangka Sam To sama seperti ekstasi pabrikan umumnya.

Beragam jenis obat yang digunakan tersangka untuk membuat ekstasi, antara lain, hexymer-trihexyphenydyl, master stimulan, yarindo, obat gemuk, infitamol, obat tenggorokan, wang lin shu pian, dan power caps box. Juga digunakan beras merah sebagai pewarna ekstasi. Sekian jenis bahan dari obatan-obatan itu diramu hingga menjadi butir-butir ekstasi.

Terungkap, butir-butir ekstasi itu dicetak secara manual menggunakan mal terbuat dari besi yang dibelinya secara online. Butir pil ekstasi buatan terangka Sam To diberi logo berbeda-beda, seperti Superman, R0lex, Teddy Bear, Banteng, Sponge Bob, dengan warna berbeda pula.

Tersangka Sam To merupakan residivis kasus narkoba, yang baru bebas dari penjara, Desember 2020 lalu. Tersangka tinggal di Bali sejak tahun 1992. Awalnya, dia bekerja jualan ikan di kawasan Benoa, Denpasar Selatan. Tapi, belakangan jadi pengangguran. Tersangka yang pernah kuliah di Fakultas Kedokteran namun tidak tamat, mengaku belajar membuat ekstasi melalui internet.

Tersangka Sam To mengaku mulai membuka industri rumahan ekstasi 4 bulan lalu, dengan modal awal Rp 5 juta. Modal itu untuk beli mal cetakan dan obat-obatan. Dalam seminggu, dia bisa mencetak 200 butir ekstasi, yang dijual seharga Rp 290.000 per butir. Pasaran ekstasi hasil buatan San To adalah anak kos-kosan dan warga perumahan.

Atas perbuatannya, tersangka Sam To dijerat Pasal 112 ayat 2 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara plus denda maksimal Rp 10 miliar. *pol

Komentar