nusabali

Serapan Rendah, Bisnis Ayam Parah

  • www.nusabali.com-serapan-rendah-bisnis-ayam-parah

DENPASAR, NusaBali
Bisnis ayam di Bali dalam kondisi parah akibat pandemi Covid-19 yang terus berlanjut. Selain serapan  yang rendah, harga  ayam di tingkat peternak juga anjlok. Kalangan peternak mengaku  kelimpungan untuk bertahan.

“Parah sekali  sekarang,” ujar Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Bali  I Ketut Yahya Kurniadi, Selasa (14/7). Dikatakan Yahya Kurniadi, rendahnya serapan  ayam akibat dari hampir semua jenis usaha atau kegiatan yang membutuhkan ayam mengurangi pembelian. Mulai dari pedagang lalapan, rumah makan/restoran, warung-warung,  pedagang nasi jinggo dan pasar dan lainnya. “Padahal kita (peternak) sudah mengurangi produksi,”  kata Yahya Kurniadi. Namun upaya tersebut tidak memperbaiki kondisi.

Menurut Yahya Kurniadi,  bisnis ‘perayaman’ di Bali sendiri sesungguhnya sudah  ‘tertekan’ sejak lama. Hal tersebut  dipicu sering  masuknya daging ayam dari luar daerah, sehingga  kerap terjadi over suplay.

Ditambah dengan  pandemi yang sudah berlangsung 1,5  tahun menjadikan bisnis peternakan kian  parah.

“Terus terang kami pusing, bagaimana bisa bertahan agar karyawan tetap bisa bekerja,” ucapnya. Sebagai gambaran, harga perkilo ayam hidup sekarang ini berkisar Rp 12.000 perkilo. Harga tersebut jauh dari harga pokok penjualan (HPP)  Rp 21.500 perkilo atau selisih (kerugian) Rp 9.500 perkilo. Padahal produksi ayam sekitar 130 ribu ekor perhari.

Sementara  harga daging ayam di pasaran antara Rp 30.000 sampai Rp 32.000 perkilo. Memang lumayan tinggi. Walau demikian, tidak otomatis juga menguntungkan.  Hal itu karena serapan daging ayam rendah, sehingga pemotongan ayam sedikit. “ Jadi  sama sesungguhnya, sama-sama susah antara peternak dan pedagang,” ujar Yahya Kurniadi. *K17

Komentar