nusabali

Konservasi Lontar Berlanjut, Pokjar Tatap Muka Ditiadakan

Kiprah Penyuluh Bahasa Bali di Tengah Pandemi

  • www.nusabali.com-konservasi-lontar-berlanjut-pokjar-tatap-muka-ditiadakan

NEGARA, NusaBali
Di tengah masa pandemi Covid-19 yang belum kunjung hilang, Penyuluh Bahasa Bali (PBB) Kabupaten Jembrana tetap melaksanakan konservasi lontar ke masyarakat.

Namun untuk tatap muka kelompok belajar (pokjar) tentang pembinaan bahasa dan sastra Bali di desa-desa sementara ditiadakan.

‘’Namun kegiatan pokjar tersebut masih intens dilaksanakan secara daring (dalam jaringan) atau online. Karena cara ini yang paling memungkinkan untuk menjaga kelanjutan program kami,’’ ujar Koordinator PBB Kabupaten Jembrana I Putu Wahyu Wirayuda, Kamis (30/6).

Dia memaklumi, saat awal-awal masa pandemi Covid-19 mendera masyarakat Bali, sekitar Maret 2020, pelaksanaan koservasi lontar sempat terhenti. Setelah dikeluarkannya tatanan Kehidupan Era Baru pada Juli 2020 lalu, konservasi dalam bentuk kegiatan perawatan dan identifikasi lontar itu, rutin dilakukan. Rutinitas ini melalui kerjasama dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jembrana. Kegiatan ini pun kini terus dilanjutkan.

Dalam pelaksanaan konservasi, jelas Wahyu, karena pandemi masih berlangsung, juga tetap mengedepankan prokes (protokol kesehatan). Prokes merupakan kebutuhan semua orang yang wajib dipenuhi. ‘’Selain memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak, kita juga batasi penyuluh yang turun ke masyarakat. Maksimal di satu lokasi 10 orang," ucap warga asal Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo, Jembrana ini.

Khusus tahun 2020 lalu, ada sebanyak 194 cakep lontar yang dikonservasi PPB Kabupaten Jembrana. Antara lain, 2 cakep lontar dalam kondisi baik di Desa Dangin Tukadaya, Kecamatan Jembrana, 5 capek lontar (3 kondisi rusak dan 2 kondisi baik) di Desa Baluk, Kecamatan Negara, 122 cakep lontar (16 kondisi rusak dan 106 kondisi baik) di Kelurahan Tegal Cangkring, Kecamatan Mendoyo, 9 cakep lontar (2 kondisi rusak dan 7 kondisi baik) di Desa Gumbrih, Kecamatan Pekutatan, dan 56 cakep lontar (semua kondisi baik) di Puri Kaleran Jembrana, Kelurahan Dauhwaru, Kecamatan Jembrana.

Sementara khusus tahun 2021, sambung Wahyu, dari bulan Maret lalu hingga per bulan Juni, ada sebanyak 44 cakep lontar yang dikonservasi. Masing-masing 14 cakep lontar di Desa Dangin Tukadaya, Kecamatan Jembrana, 20 cakep lontar di Kelurahan Dauhwaru, Kecamatan Jembrana, dan 10 cakep lontar di Desa Batuagung, Kecamatan Jembrana. "Beberapa lontar kita temukan sudah rusak. Rusaknya memang karena tidak pernah dirawat," jelas Wahyu.

Menurut Wahyu, kebanyakan lontar yang ditemukan sudah rusak rusak itu, biasanya ditempatkan secara terbuka yang terkena terik matahari langsung. Ketika hujan, lontar-lontar yang ditempatkan di tempat terbuka akan kehujanan dan otomatis cepat rusak. Ada juga yang sudah disimpan seperti di kotak kayu, namun tidak pernah dirawat hingga rusak, bahkan parah. Apalagi biasanya lontar-lontar itu hanya dikeluarkan untuk diperciki tirta (air suci) saat Rahina Saraswati. Setelah itu lontar disimpan begitu saja ke dalam kotak.

Selain konservasi lontar, PBB juga melaksanakan digitalisasi lontar. Digitalisasi dengan cara memfoto lontar itu, bertujuan membuat salinan dalam bentuk file digital. Begitu juga setiap konsevasi lontar, tahun 2021 ini, ada 8 cakep lontar yang digitalisasi. "Memang tidak semua lontar kami langsung digitalisasi. Kami utamakan konservasi dulu, karena masih banyak yang belum dikonservasi. Saat ini kami sebenarnya masih kekurangan penyuluh. Dari 51 desa/kelurahan, baru ada 32 penyuluh," ucap Wahyu.

Di samping upaya penyelamatan lontar di masyarakat, salah satu program PBB adalah membentuk kelompok belajar dengan para anak-anak di desa/kelurahan. Sebelumnya, kegiatan kelompok belajar yang bertujuan memberikan edukasi tentang bahasa dan aksara Bali, dilakukan di tempat-tempat umum seperti kantor desa dan balai banjar, termasuk hadir ke sekolah-sekolah. Namun sejak awal pandemi Covid-19, kegiatan kelompok belajar hanya dilakukan secara daring.

"Kelompok belajar tetap jalan, tetapi daring. Kita tidak berani mengadakan tatap muka untuk kelompok belajar. Kita juga kalau akan mengadakan kelompok belajar di desa-desa, minta izin dulu ke desa, dan desa-desa juga pasti tidak berani mengizinkan kalau mengumpulkan banyak anak-anak saat pandemi ini," ucapnya.

Saat ini, sambung Wahyu, dari jajaran PBB Jembrana juga melaksankan pendataan terkait keberadaan plang-plang nama dengan aksara Bali di desa-desa. Terhadap plang nama dengan aksara Bali yang ditemukan salah, dikoordinasikan kepada pihak desa setempat dan hadapannya diperbaiki. "Sekarang di masa pandemi ini, kita juga mengumpulkan sejarah-sejarah desa untuk dialihbahasan ke bahasa Bali," ucapnya.

Wahyu menambahkan, terkait dengan adanya program sensus desa adat dari Pemrov Bali, dari PPB juga diberi tugas membantu program tesebut. Di mana masing-masing desa adat, diminta melaporkan semacam profil setiap desa adat lewat sistem komputerisasi yang sudah disiapkan.

"Sensus itu, mengisi data-data. Seperti jumlah krama, luas wewidangan (wilayah), perarem ataupun awig-awig, dan lainnya. Kita ikut membantu memberikan pendampingan bagi yang belum mengerti cara mengupload ke sistem yang sudah disiapkan," jelasnya. *ode

Komentar